Zakaria Munisera
Handuruan adalah ayah dari seorang putra Eugene Evan Handuruan. Kehidupan keluarganya
tampak begitu bahagia sebelum sebuah peristiwa terjadi dan merenggut semua kebahagiaannya
Zakaria sebagai seorang ayah.
Di usia yang
begitu belia, tiga tahun tepatnya, Evan divonis mengidap kanker mata. Penyakit ini
dengan begitu cepat melumpuhkan retina matanya, hingga mengakibatkan mata tidak
bisa menerima cahaya. Keputusan terberat saat itu adalah segera mengangkat kanker
yang sudah berukuran sebesar telur bebek itu. Bahkan ketika bola matanya sudah
diangkat, tak menghentikan penyebaran kanker ke seluruh tubuhnya.
Evan tak
lagi mampu mengenali warna. Semuanya gelap. Dia hanya bisa mengenali suara.
Melihat anak
semata wayangnya begitu menderita, hati Zakaria begitu pilu. Dia memutuskan untuk
merawat Evan sepenuhnya dan meninggalkan pekerjaannya saat itu. Meski saat itu Zakaria
secara ekonomi terbilang berkecukupan, namun biaya pengobatan untuk Evan
terbilang tidak murah.
Dia hanya
mengandalkan tabungan baik untuk keperluan sehari-hari dan pengobatan Evan ke
berbagai rumah sakit dalam dan luar negeri. Namun, tak disangka-sangka di
tengah kesusahan itu, banyak orang yang datang membantu. Bantuan bukan hanya dari
orang-orang yang dikenal saja, tetapi orang-orang yang juga tidak dikenal. Saat
kondisi keuangan sudah semakin menipis, dia harus mencari cara untuk bisa mencukupkan
segala kebutuhan seminimal mungkin.
Kesusahan Zakaria
tampaknya dirasakan Evan juga kala itu. Bocah tiga tahun ini menguatkan sang
ayah dengan kata-kata yang begitu bijak. Dia mengingatkan Zakaria bahwa semua
yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan. Ia mengajari ayahnya untuk berbagi,
menolong orang yang membutuhkan. Evan meminta ayahnya membelikan makanan padang
untuk dibagikan kepada 22 pekerja jalan. Ia juga meminta ayahnya membagi-bagikan
bingkisan makanan dan souvenir kepada para anak-anak pekerja tersebut. Dia juga
meminta ayahnya menolong seorang anak yang menangis karena rasa sakit karena melepuh
akibat terendam di bak mandi berisi air panas. Zakaria juga bahkan diminta putra
terkasihnya itu untuk membantu tetangganya yang kesulitan membayar listrik.
“Kenapa
hati Papa selalu berpikir soal uang? Evan sudah bilang kalau kita ini semua tidak
ada apa-apanya, dan semuanya milik Tuhan. Jangan takut apalagi khawatir. Tuhan pasti
akan mencukupkan,” demikian ucapan yang selalu dituturkan Evan kepada sang ayah.
Pergumulan yang
dilalui keluarga ini malah mendatangkan berkat dan sumber kekuatan bagi banyak orang
di sekitarnya. Zakaria sendiri, yang hidup dengan caranya sendiri tersadar bahwa
masih ada Tuhan yang hidup. Dan Evan telah menunjukkan dia siapa Tuhan itu
sendiri.
Evan yang
lahir dari pasangan Zakaria Munisera Handuran dan Vini Osobella Sopacua ini pada
akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada suatu pada di bulan Desember 2001
silam. Kejadian ini tentu saja sangat mengguncang hidup pasangan suami istri ini.
Berkali-kali Zakaria berusaha menakukan upaya bunuh diri; mulai dari minum
racun serangga, makan obat tikus hingga minum cairan pembunuh gulma. Namun, upaya
itu seakan tidak diijinkan Tuhan terjadi. Ada rencana lain yang Tuhan sedang
rancangkan dalam keluarga Zakaria.
Ingatan akan
Evan-lah yang mengembalikan pengharapan dan tujuan hidup Zakaria. Bahwa Tuhan berkuasa
atas segala sesuatu yang ada di bumi dan di surga, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan. Dan segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia ([kitab]Kolos1:16[/kitab]).
Kisah hidup
Evan yang begitu singkat di dunia ini tidaklah sia-sia. Karena melalui dia pesan
Tuhan tersampaikan kepada Zakaria dan Vini, terkhusus kepada orang-orang yang patut
mendapatkan belas kasihan. Sama seperti arti namanya ‘prajurit muda yang
dipandang dan utama, yang mengasihi dan membawa berkat’ begitulah Evan kecil akan
dikenang oleh dunia.
Kisah nyata
keluarga Zakaria ini bahkan telah dituangkan lewat sebuah buku yang akan
menginspirasi banyak orang. Pribadi Evan yang selalu dirindukan itu bisa dikenal
lewat buku ‘Anakku, Malaikatku’.