Minggu lalu
saya dan suami saya menghadiri pernikahan seorang teman. Mereka menikah di usia
30-an, setelah keduanya sama-sama berkarir, memiliki tujuan dan status yang sejalan.
Saat acara
pernikahan berlangsung, ada hal unik yang terjadi. Sangat berbeda dari pernikahan
yang biasanya kami hadiri. Perbedaan itu terletak pada momen mengikrarkan janji
suci, dimana kedua mempelai mengambil sehelai kerta dan mulai membacakan komitmen
mereka masing-masing. Jujur, saya tidak pernah mendengar sumpah yang begitu tulus dan nyata seperti sumpah yang mereka ucapkan bersama.
Komitmen pernikahan
yang mereka ucapkan tidak berisi tentang kalimat romantis yang hanya sekadar indah di dengar, melainkan sebuah kebenaran. Seperti beberapa kalimat ini:
Saya memilih untuk mempercayaimu dengan ketidaknyamanan terdalam saya…
Saya bersumpah
untuk mencintaimu dengan kata-kata karena itu adalah bahasa cinta yang kau ucapkan, meskipun saya tahu itu bukanlah kekuatanku…
Saya berjanji
untuk mengkomunikasikan perasaanku yang terdalam dan membiarkanmu masuk ke dalam hatiku bahkan ketika itu terasa sulit…
Ini adalah kalimat
yang menjadi detak jantung dari sebuah pernikahan. Karena pernikahan yang sehat
dibangun oleh dua orang yang tidak sempurna. Mereka yang menyadari tentang kelebihan
dan kekurangannya memilih untuk masuk ke dalam janji tersebut dan tidak menghiraukan akan perjalanan apa yang bakal mereka tempuh di depan.
Janji suci
itu mencerminkan cinta kita kepada Allah yang begitu mengasihi kita. Kita tidak
menjanjikan cinta yang abadi atau kasih sayang yang kekal. Tetapi kita berjanji
untuk dicintai tanpa syarat, dan kita berkomitmen untuk memberikan cinta yang sama.
Sebuah cinta yang memerlukan tindakan sehari-hari, pengorbanan yang terus-menerus,
dan berkomitmen setiap waktu. Sebuah cinta yang mengharuskan kita memilih orang lain dan meninggalkan kepentingan kita sendiri setiap hari.
Saat mendengar
sumpah setia mereka, saya dan suami saya John yang sudah menikah selama enam tahun
merasa tertantang kembali. Di malam setelah menghadiri pernikahan itu, kami memutuskan
untuk duduk bersama dan menulis ulang janji suci kami masing-masing dari sudut pandang kami saat ini, siapa kami hari ini dan tentang pengenalan kami satu sama lain.
Kami telah menghadapi
banyak momen pasang surut dalam pernikahan, tetapi satu hal yang kami yakini bahwa
kami jauh lebih saling mengasihi saat ini. Karena kami sudah saling mengenal
lebih dalam. Janji suci yang kami tulis saat ini adalah tentang apa yang akan kami hadapi pada 6 tahun ke depan.
Janji suci
yang kami tuliskan itu bahkan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan janji
suci yang kami ucapkan saat pernikahan kami pada 9 Juni 2007 silam. Janji suci
ini penuh dengan air mata, pengakuan, pengampunan, komitmen, refleksi, harapan dan
impian. Tetapi kebanyakan dari semua hal itu penuh dengan cinta yang sangat dalam.
Saya sudah ditantang
untuk menuliskan kembali janji suci yang kami pernah ikrarkan bersama di altar gereja.
Dan saat ini, saya juga akan menantang semua pasangan menikah untuk mengambil waktu
dan merenungkan perjalanan pernikahan Anda di satu tahun terakhir ini. Ajaklah pasangan
Anda untuk menuliskan kembali janji suci yang baru tentang apa yang kalian alami
saat ini, tentang harapan Anda pada pasangan dan mimpi Anda akan pernikahan ini
ke depan.