Dalam sebuah wawancara
dengan Radio Free Asia (RFA) jaringan Korea, pedagang Cina-Korea yang berbasis
di Pyongyang mengatakan petugas bea cukai di Korea Utara (Korut) mulai menyita
produk-produk impor bertanda salib. Langkah itu diambil sebagai respon atas sanksi dari internasional kepada negara yang menutup diri dari dunia internasional tersebut.
“Kami selalu ingin
memastikan tidak ada barang berlabel Korea dalam produk yang kami bawa dari
China. Saat ini kami harus memeriksa kembali bahwa tak ada produk yang berlabel menyerupai salib,” demikian disampaikan oleh RFA.
RFA menambahkan,
produk yang kebanyakan mengenakan label salib adalah pakaian wanita, jepitan dan
bandana serta dasi pria. Sehingga pihak bea cukai harus dengan teliti memeriksa
kembali barang-barang tersebut sebelum masuk ke Korea Utara. Barang-barang berlabel tanda
‘silang’ juga turut disita, seperti gantungan kunci dan anting-anting.
Terkait
peraturan ketat Korea Utara ini, Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat
(USCIRF) menilai tindakan itu mengarah pada bentuk penganiayaan parah terhadap
umat Kristen. Pembatasan impor barang berlabel salib adalah salah satu
diantaranya. Sementara di tahun ini, ditemukan bagaimana puluhan ribu orang
Kristen ditahan dan dikenakan hukuman kerja paksa di sel penjara. Sebagian diantaranya
bahkan dijatuhi hukuman eksekusi mati. Hingga saat ini, umat Kristen Korea Utara masih hidup dalam kekangan pemerintah Komunis.
Untuk itulah Ketua
Komite Urusan Luar Negeri, Ed Royce (R-Ca) menyerukan tentang tingginya tingkat
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Korea Utara. Dia bahkan menyerukan agar sanksi bukan hanya diberikan kepada negera tersebut, tetapi juga kepada pemimpin negara itu,
Kim Jong-un dan jajaran pemerintahannya.
Faktanya, umat Kristen
di berbagai belahan dunia sedang menghadapi penganiayaan dan pembantaian besar-besaran.
Selain Jepang, China, Timur Tengah, dan Nigeria, Korea Utara adalah salah satu negara
komunis yang terus getol membantai umat Tuhan yang ada di negara tersebut.