Kupang ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu wilayah Indonesia yang terkenal dengan toleransi kehidupan
beragamanya. Mereka hidup saling berdampingan satu sama lain, tanpa membedakan suku,
agama dan ras. Mereka berada dalam satu ikatan budaya dan adat yang kuat, sehingga
tidak pernah mencederai sasamanya hanya karena berbeda agama dan aliran kepercayaan.
Walikota Kupang Jonas
Salean mengatakan, toleransi antar umat beragama itu terjadi karena mereka
memperlakukan satu sama lain sebagai bagian dari satu keluarga. Masyarakat yang
berbeda agama bahkan saling membantu ketika menggelar acara keagamaan yang digelar umat beragama lainnya.
Kupang memang patut
disebut sebagai kota ‘perdamaian’ bagi umat beragama di Indonesia. Bukti nyata yang bisa disaksikan adalah lewat dua hal ini, yaitu:
Bangunan Masjid dan Gereja yang berdiri berdampingan
Salah satu bentuk
perdamaian yang terjadi di Kupang, NTT adalah berdirinya gedung gereja dan
masjid yang saling bersebelahan. Gereja HKBP Kota Baru di Kupang terletak persis
di sebelah Masjid Al-Muttaqin. Selama bertahun-tahun, gereja dan masjid ini
hidup dalam kerukunan. Misalnya, seperti saat ini ketika umat Muslim merayakan hari
Ramadan, maka gereja HKBP Kota Baru turut aktif untuk menyusun jadwal
kegiatannya demi menjaga ketentraman beribadah umat Muslim baik saat sholat di pagi dan sore hari.
“Kalau saudara-saudara
Muslim itu salat dzuhur, kita sudah selesai. Apalagi sekarang jadwal ibadah semakin
pagi masuknya, jadi jam sebelas atau setengah sebelas kami sudah selesai. Kan
kita saling menjaga, selain itu kondisi lahan parkir pun terbatas karena kita saling berbagi,” ucap Pengurus Gereja HKBP, Pdt Bernat Wedes Panggabean.
Selain itu,
mereka juga selalu meletakkan rasa pengertian satu sama lain. Seperti ketika ibadah
gereja bertepatan dengan salat Magrib, maka gereja akan mulai mengecilkan volume
musik yang diputar. Begitu pula bila gereja sedang menggelar ibadah, maka umat
Muslim akan mengecilkan pengeras suara Masjid. Kerukunan hidup beragama yang sudah ada sejak bertahun-tahun itu diharapkan bisa tetap dijaga.
Gong Perdamaian Nusantara
Salah satu upaya
untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama di NTT adalah dengan mendirikan Gong
Perdamaian Nusantara. Gong ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini didirikan pada tanggal 8 Februari 2011 lalu.
Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama (Dirjen Bimas Katolik
Kemenag) Eusabius Binsasi bahkan mengatakan bahwa gong ini menjadi ikon perdamaian
antarumat beragama di NTT. Selain itu, gong ini juga menandakan wujud rasa cinta
dan saling menghormati perbedaan yang ada diantara masyarakat, sehingga tercipta keharmonisan yang tengah keberagaman di provinsi tersebut.
“Namanya gong
pastinya terus berbunyi. Gong ini sebagai simbol kerukunan antar umat beragama di
NTT yang terjaga dengan baik hingga saat ini. Sikap toleransi di NTT dapat
menjadi contoh bagi wilayah lainnya,” ucap Eusabius, seperti dilansir Netralnews.com, Selasa (28/6).
Hal menarik
lainnya soal kerukuan antar umat beragama di NTT adalah keberadaan sebuah forum
bernama PELITA (Perempuan Lintas Agama) di Kanwil Kemenag NTT yang diresmikan
pada 5 Juli 2013. Forum ini beranggotakan perempuan lintas agama di NTT. “Jadi
selain gedung Kanwil Agama yang sangat besar di Kupang, yang menarik adalah
sebuah forum bernama PELITA, yang anggotanya adalah ibu-ibu dari semua agama,
dan mereka bekerjasama dalam berbagai kegiatan, tanpa memandang perbedaan. Itu bagus sekali,” terangnya.
Selain itu, NTT juga pernah menjadi tempat studi banding beberapa provinsi, tentang kerukunan antar umat beragama.
Sumber : Bbc.com/Netralnews.com/ls