Tokoh lintas agama menyerukan agar anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) khususnya di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk bertobat. Mereka
menilai ada upaya menutupi penanganan perkara Ketua DPR dalam kasus pencatutan
nama Presiden. Mereka diminta segera bertobat dan menyelesaikan proses
penanganan perkara yang berhubungan dengan Freeport McMoran tersebut.
Mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Andreas Yewangoe meminta
MKD berhenti mempertontonkan dagelan dalam menangani perkara Setya. Menurutnya masyarakat
sudah lelah menyaksikan sandiwara dagelan yang ditunjukkan, karena banyak hal
substansial dapat dibelokan ke arah formal. "Orang-orang di DPR ini pandai
menggeser hal yang bersifat substansial ke hal-hal formal. Saran saya
bertaubatlah," kata Andreas, dalam konferensi pers di Gedung PGI, Jakarta,
Jumat (11/12).
Sementara itu Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti
mengatakan, penanganan perkara Setya di MKD harus segera dituntaskan. Jika
tidak, dan terdapat upaya untuk pelemahan dalam prosesnya dari berbagai pihak,
maka hal ini akan berbuntut menjadi persoalan bangsa. Abdul pun berharap agar
para ketua partai yang memiliki anggota di MKD, untuk segera memberikan
instruksi. Karena, ia yakin, anggota MKD akan patuh terhadap instruksi ketua
partai. "Jangan sampai, ada upaya ketua partai melindungi orang-orang
tertentu, apalagi yang sudah jelas melanggar etika," kata Abdul.
Sekretaris Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom melihat bahwa tugas dari MKD adalah menjaga kehormatan lembaga dewan dan bukan menjaga kepentingan pribadi. Gomar menilai, masyarakat geram dengan upaya MKD dalam menangani perkara Setya yang terlihat membela rekannya sendiri sang Ketua DPR. Sehingga, ia mendesak untuk membentuk majelis etik adhoc jika MKD tidak menunjukan perbaikan. "Menjadi kebutuhan mendesak, pembentukan majelis etik adhoc yang terdiri dari masyarakat kalau MKD masih mempertontonkan seperti ini," ujar Gomar.
Dalam pernyataan sikap tokoh lintas agama yang dibacakan
Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq, menyatakan, perkara
etik Setya sudah masuk dalam kategori berat yang dapat berujung sanksi pemberhentian.
"MKD harus membentuk panel hakim yang bersifat ad hoc," kata Fajar.
Nantinya, panel hakim itu terdiri dari unsur masyarakat yang berisi orang-orang
berintegritas untuk menghindari konflik kepentingan dan persekongkolan antar anggota dewan agar marwah lembaga DPR tetap terjaga.