Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Agus Widjojo memberikan solusi terkait Tragedi 65 atau dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S yaitu sebuah rekonsiliasi nasional. Purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat ini mengatakan rekonsiliasi untuk G30S dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah rekonsiliasi.
"Adakan rekonsiliasi nasional. Yang terdiri dari pendekatan, bahwa di dalam struktur peristiwa yang penuh dengan tindakan kekerasan, tidak ada satu pihak pun yang bisa mengklaim dirinya: saya korban, dia salah," kata Agus di Gedung Pakarti, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin, 28 September 2015.
Ia mengatakan masing-masing pihak dari satu tingkatan
tertentu punya tanggung jawab sampai terjadi tindakan kekerasan. Maka, Agus
mengimbau agar semua pihak harus rela untuk membuka fakta itu. "Ketemu di
tengah menjadi konsensus dan untuk mencari apa sebenarnya yang salah. Bukan untuk
meminta maaf kepada korban atau mengucapkan salah."
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan tak akan meminta maaf kepada korban
penumpasan G 30 S/PKI. Hal ini disampaikan Jokowi saat bertemu dengan Pengurus
Pusat Muhammadiyah, Selasa, 22 September. Selain itu, para peneliti tragedi
1965 rencananya akan mengadakan pengadilan internasional mengenai G30S di
Den Haag, Belanda, Oktober mendatang. Hasil dari sidang ini akan diserahkan ke
PBB sebagai dokumen masyarakat.
Presiden Jokowi sebelumnya sudah membentuk tim rekonsiliasi untuk menyelesaikan
sejumlah dugaan pelanggaran HAM, termasuk peristiwa G30S. Pembentukan itu
dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalur non-yudisial. Salah
satu upaya non-yudisial yang bisa dilakukan adalah dengan menyampaikan
permintaan maaf.
Selain peristiwa penumpasan PKI pada 1965, masih ada sejumlah kasus pelanggaran
HAM berat yang belum menemui titik terang. Antara lain peristiwa Tanjung Priok
1984, peristiwa Lampung 1989, kasus orang hilang 1997-1998, kasus Trisakti 12
Mei 1998, kasus kerusuhan Mei 13-15 Mei 1998, serta kasus Semanggi 1 dan 2.