Menyikapi Parade Tauhid Indonesia 16 Agustus 2015
Sumber: Jawaban.com

Nasional / 21 August 2015

Kalangan Sendiri

Menyikapi Parade Tauhid Indonesia 16 Agustus 2015

daniel.tanamal Official Writer
5935

Satu hari sebelum perayaan kemerdekaan Indonesia, di Jakarta berlangsung Parade Tauhid. Puluhan ribu orang dengan busana putih-putih melimpah ruah di bilangan Senayan dan jalan utama Sudirman. Pada awalnya, mereka berkumpul di Senayan untuk mendengarkan serangkaian orasi dari sejumlah tokoh Islam. Setelah itu mereka berpawai menyusuri Sudirman menuju Bundaran HI tepat di saat Car Free Day.

Mereka bertakbir dan meneriakkan berbagai yel. Karnaval berakhir di Senayan, kembali dengan shalat bersama. Masalahnya, parade yang seruannya sudah dikumandangkan jauh-jauh hari ini boleh dibilang tak mencerminkan semangat ‘tauhid’ yang bermakna luhur, yang merujuk pada keesaan, kebesaran dan keagungan Allah. Sebab faktanya, parade yang berlangsung saat itu tak lebih dari sekedar ‘show of force’ dari kelompok-kelompok agamis radikalis yang menebar ancaman.

Dari youtube, dapat kita dengar bagaimana seorang orator dari Front Pembela Islam (FPI) menebar kata-kata yang bernada menyerang umat Kristen dalam kaitannya dengan kasus Tolikara yang saat ini sebenarnya sudah mencapai kesepakatan perdamaian. “Kalau peristiwa Tolikara tidak diselesaikan, kita siap berjihad ke Papua!” teriaknya lantang. “Berani bunuh pendeta? Berani bunuh Kristen radikal? Kita berangkat jihad!”

Sementara orator yang lain bicara soal berita bahwa Jokowi akan meminta maaf kepada PKI. Kata dia dengan berteriak, “Kalau sampai Jokowi minta maaf kepada PKI, maka kita sebut Jokowi itu Jokodok!” Lebih lanjut ia menyambung: “Siap turunkan Jokodok. Siapkan senjata, kalau besok ada panggilan jihad untuk menghadapi PKI di mana saja. Kalau Jokowi minta maaf pada PKI, siap serbu istana! Siap ambilalih kekuasaan!”

Ormas yang mengklaim diri sebagai pembela agama ini sudah sama-sama kita ketahui selama ini sebagai pembuat onar, penyulut kerusuhan, dan pelaku aksi-aksi agresif yang menyebabkan banyak warga masyarakat resah dan merasa terganggu. Selama ini sudah banyak pihak dan kalangan yang menyerukan agar pemerintah bersikap tegas terhadap ormas ini. Pemerintah jangan hanya bisa memperingati, tapi juga berikan sanksi tegas, termasuk pembekuan sampai pembubaran organisasi. Tapi sampai sekarang hal itu tidak pernah terwujud.

Saya jadi teringat Ahok, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, yang sudah pernah meminta hal itu kepada pemerintah pusat tahun lalu dan tahun ini. Tetapi, apa sikap pemerintah pusat, dalam hal ini Mendagri, Menkumham dan Kapolri? Hanya bicara, minus tindakan. Itulah yang sangat saya sesali.

Kalaupun ancaman secara lisan tidak bisa dijerat secara hukum, pemerintah jangan hanya berdiam diri. Pemerintah harus mencari terobosan. Ormas yang suka menebar ancaman itu tidak boleh dibiarkan hidup bebas, karena sesungguhnya keberadaan mereka bertentangan dengan Pancasila.


(Penulis adalah Victor Silaen, Pengamat Sosial Politik)

Sumber : Victor Silaen
Halaman :
1

Ikuti Kami