Chris Lie, Menggeluti Komik Dari Hobi Hingga Jadi Profesi
Sumber: Courtesy of Chris Lie - http://www.theja

Profile / 30 July 2015

Kalangan Sendiri

Chris Lie, Menggeluti Komik Dari Hobi Hingga Jadi Profesi

Puji Astuti Official Writer
3894

Komik dan film animasi bukan hanya dikonsumsi oleh anak-anak, banyak juga orang dewasa yang menggemarinya. Bukan hanya menjadi penggemar, ada juga yang ingin menjadi kreator atau pembuat karakter komik, atau sering disebut ilustrator. Walau profesi ini masih banyak yang memandangnya sebelah mata di Indonesia ini, namun di luar sana para ilustrator sangat dihargai dan sama terkenalnya dengan para artis atau produser film. 

Salah satu ilustrator Indonesia yang karyanya sukses hingga ke luar negeri adalah Chris Lie. Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah ini berhasil mencapai mimpinya dengan mendesain action figure Spiderman dan Transformer dan juga membuat ilustrasi untuk buku dan games Star Wars dan The Lords of the Rings. Selain itu seri komik Return to The Labyrinth hasil kerjasama dengan Jm Henson pun laku keras di Amerika dan masuk dalam daftar New York Times manga bestseller. 

Semua itu terjadi berawal dari kesukaannya menggambar sewaktu kecil. Ia sering menggambar dengan mencontoh komik kegemarannya, salah satunya adalah serial Tintin. Selain itu dia juga mengidolakan pamannya yang merupakan seorang pelukis dan pembuat ilustrasi cerita silat legendaris Indonesia, Kho Ping Ho.

"Saya melatih kemampuan saya menggambar dengan melihat lukisan paman saya di rumah," demikian pernyataan Chris yang dikutip Jakarta Post pada 6 Maret 2015 lalu. 

Kecintaannya pada seni membuatnya ingin memilih kuliah jurusan seni saat akan kuliah di Istitut Tehnologi Bandung, namun hal itu tidak mendapat dukungan dari orangtua sehingga akhirnya ia mengambil jurusan arstitektur. Walau demikian, hal itu tidak membuatnya kehilangan hasrat untuk mengejar ambisinya dalam menggambar. 

Setelah lulus dengan nilai gemilang di tahun 1997, Chris bekerja kepada seniman patung Nyoman Nuarta. Disana ia membantu mendesain patung Garuda Wisnu Kencana yang terkenal di Bali. Sambil bekerja, ia juga mengejar mimpinya dengan membuat komik selepas kerja. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengejar impiannya dan mendirikan Bajing Loncat, sebuah studio komik  bersama beberapa rekannya. Walau demikian usaha ini tidak bertahan lama, ia kemudian menjadi pekerja lepas sebagai ilustrator. 

Di tahun 2001 ia sempat bekerja sebagai ilustrator untuk perusahaan Singapura hingga ia mendapat kesempatan emas, yaitu beasiswa S2 di kampus impiannya, Savannah College of Arts and Design (SCAD). 

"Saya tahu tentang SCAD dari brosus yang diberikan senior saya. Saya ingin belajar disana karena sekolah itu sangat bagus dan artis hebat belajar di sana," demikian tuturnya. 

Di sana Chris mendapat kesempatan bertemu dengan para seniman ternama dan belajar dari mereka langsung, dua orang diantaranya adalah Klaus Janson ilustrator untuk komik Batman:The Dark Knight Return dan David Mazzuchelli pembuat Daredevil: Born Again dan Batman:Year One. 

Melalui kampusnya ia juga mendapat kesempatan untuk magang di sebuah penerbit idependent berpusat di Chicago, Devil's Due Publishing. Dari sana karirnya mulai menanjak hingga dipercayakan untuk untuk membuat desain baru dari seri G.I. Joe dan membuat ilustrasi Archie Comics. 

Walau sukses di luar negeri, hal itu tidak membuatnya melupakan Indonesia. Ia ingin pulang ke Indonesia dan membangun industri komik di negeri ini, selain ia juga ingin dekat dengan orangtuanya. Ia pun pulang ke Indonesia dan tinggal di Jakarta, di sini ia mendirikan Caravan Studio pada tahun 2008. Kini dengan klien dari perusahaan-perusahaan ternama sekelas Sony, Mattel, Hasbro dan banyak lainnya, Chris menjalankan usaha dengan karyawan 33 orang. Proyek yang diambilnya mulai dari membuat desain mainan hingga ilustrasi buku. 

Selain membangun usaha, Chris pun fokus untuk membangun komunitas komikus lokal. Ia juga mendukung keberadaan majalah komik re:On Comics, sebuah konsep yang ia jiplak dari Jepang untuk mendorong para komikus muda berkarya dan membuat cerita secara konsisten. 

"Seniman junior juga mendapatkan kesempatan karena karya mereka diterbitkan dalam satu buku bersama dengan senior mereka," demikian jelasnya. 

Kini misinya bukan lagi mencapai kesuksesan sebagai komikus, tetapi membuat profesi pembuat komik atau ilustrator dihargai dan setara dengan profesi lainnya. Hal ini sepertinya berkaca pada pengalaman hidupnya. "Saya ingin seniman muda lokal bisa mengatakan kepada orangtuanya bahwa pekerjaan ini juga sebuah profesi dan mereka bisa hidup dari hal tersebut."

Sumber : Thejakartapost.com | Puji Astuti
Halaman :
1

Ikuti Kami