Kisah Michael Tjandra Survive Geluti Karir Jurnalistik Dari Titik Nol
Sumber: Jawaban.com

Career / 29 July 2015

Kalangan Sendiri

Kisah Michael Tjandra Survive Geluti Karir Jurnalistik Dari Titik Nol

Lori Official Writer
6664

Bagi sebagian orang, bekerja di dunia media diakui sangat tidaklah mudah. Banyak tantangan dan dilema yang dialami untuk bisa mencapai puncak karir sebagai penggiat media sejati. Hal inilah yang mewarnai perjalanan karir seorang Michael Tjandra. Presenter kawakan yang satu ini dengan jujur mengisahkan tantangan-tantangan dan upaya yang dilakukan untuk bisa survive menggeluti profesi di dunia jurnalistik sejak dari titik nol, dimulai saat menjadi reporter lapangan sampai presenter yang namanya dikenal luas seperti saat ini.

Dalam sebuah kesempatan wawancara, Jumat (24/7), Michael menuturkan perjalanan karirnya kepada jawaban.com.

Apa sih tantangan terberat sejak dari titik nol atau awal menggeluti karir di dunia jurnalistik?

Tantangannya adalah ketika Anda masuk ke dalam suatu ruang lingkup yang kita benar-benar nggak tahu. Bahkan kita nggak pernah mimpiin sebelumnya. Lalu tantangan terberatnya adalah ada suatu masa dimana kita ngerasa bahwa benner nggak ya jalur yang kita ambil ini. Saya pernah ngalamin itu ketika awalnya saya terjun ke lapangan (jadi reporter). Saya mulai memikirkan, “Benner nggak ini  yang benner-benner saya suka. Atau benner nggak ini akan saya tekuni ke depan”. Tapi saya ngelihat bahwa tantangan itu bisa diatasi kalau kita tekun. Saya tahu saya punya banyak kekurangan. Saya tahu saya nggak bisa nulis berita waktu awal-awal. Tapi saya mau belajar. Nah, modal belajar itu yang saya lakukan. Misalnya, menunggu orang yang saya pikir menulis beritanya yang paling bagus. Yaudah, saya tungguin sampai selesai dengan deadline-deadlinenya, menjalin persahabatan dan saya (minta) ajarin dong mbak, ajarin dong mas. Saya coba nulis, kasih ke dia untuk dikoreksi. Itu yang saya lakukan terus menerus sampai bisa nulis. Tantangan itu saya jawab dengan ketekunan.

Adakah masa ketika menjalani proses demi proses dalam karir, Anda benar-benar berada di titik terendah?

Saya bersyukur memang disaat (seperti) itu kita butuh suatu komunitas yang tepat. Kita butuh, ibaratnya saya dulu pacaran, kebetulan istri yang waktu itu pacar mendukung dan memberikan saya motivasi, semangat. Saya pernah merasa bahwa karir saya stagnan, ya begitu-begitu aja. Tapi saya merasa dikomunitas saya itu semua orang bilang ‘Jangan menyerah!’ Tuhan itu kadang-kadang memproses orang ya nggak semudah itu. Ada jalannya. Kalau kita sabar dan tekun pasti yang tadinya nggak berlian jadi berlian, dikikis terus. Yang paling penting adalah ketika tantangan itu datang, stagnan itu datang kita penting untuk memiliki komunitas.

Bicara soal profesi jurnalistik, bagaimana Anda mempertahankan idealisme saat pekerjaan Anda mendapat intervensi dari kepentingan pemilik perusahaan?

Profesi kita inikan ada kode etik jurnalistiknya. Lalu kita dituntut untuk idealis. Tapi ini semua dialami semua media di Indonesia. Selama pemilik medianya adalah businessman, nggak bisa dipungkiri bahwa masih ada hal-hal, bisikan. Nah, pintar-pintarnya kita sebagai seorang jurnalis untuk bisa mengolah ini jadi suatu berita bukan sekedar kita telan mentah-mentah. Jadi kita meminimalisir intervensi itu dengan melakukan hal-hal yang kita ketahui dalam hal jurnalistik. Itu cara terbaiknya.

Sebagai pekerja media, kita bisa nggak ya mengembangkan diri lebih dari pekerjaan yang telah mereka lakukan?

Menurut saya semua orang punya kesempatan yang sama ya. Tapi masalahnya mereka berani nggak mengambil langkah itu. Masalah finansial itu masalah cukup nggak cukup, lebih ke individu. Cuman kalau bisa ngembangin ke kanan dan ke kiri potensi yang ada dalam diri, why not? Tapi selama itu didukung oleh company (perusahaan, red) tempat kita bekerja. Nah sejauh ini kantor lama saya atau kantor baru saya nggak pernah melarang selama itu untuk mengedukasi. Dengan itulah saya mengembangkan karir. Saya rasa semua reporter bisa kog mengembangkan diri, asalkan mereka mau menggali. Masalahnya kan banyak orang pintar tapi nggak banyak yang terpanggil untuk mengajar.

Adakah tips khusus yang bisa Anda bagikan bagi para jurnalis sehingga bisa meraih tingkat karir yang meningkat seperti Anda?

Bagi saya tipsnya itu berlatih, berlatih dan berlatih. Ketekunan udah pasti dan nggak pernah puas.  Kenapa berlatih, karena nggak ada kunci lain selain kita mengembangin diri dengan berlatih. Apapun itu kalau Anda sudah hebat, kalau dengan berlatih Anda akan semakin lengkap menjadi seorang jurnalis. Lalu ketekunan, kadang-kadang kita goyang karena aduh udah latihan-latihan kog nggak bisa-bisa, tapi tekun itu akan membuat kita tetap stay di treknya. Lalu terakhir, nggak pernah puas. Kalau Anda sudah jago di bidang jurnalis, mungkin ada baiknya latihan bagaimana mengambil gambar. Setelah jurnalis atau kameramen, mungkin jadi editor. Jadi jangan pernah membuat batasan. Semakin Anda bisa (kemampuannya) semakin juga tinggi nilai Anda di perusahaan Anda.

Seorang Michael Tjandra juga bahkan pernah melewati masa-masa berat dalam menggeluti karirnya. Barangkali Anda juga tengah mengalami hal serupa. Namun dengan cerita ini Anda dikuatkan dan didorong untuk tidak menyerah dengan tantangan karir yang saat ini tengah Anda hadapi.

Sumber : jawaban.com/ls
Halaman :
1

Ikuti Kami