Semakin Sering Bercinta Justru Makin Tidak Bahagia?
Sumber: Google

Marriage / 17 June 2015

Kalangan Sendiri

Semakin Sering Bercinta Justru Makin Tidak Bahagia?

Theresia Karo Karo Official Writer
3584
Setelah menikah, pasangan suami istri dipersatukan secara jiwa dan raga. Hal ini berlaku sama dengan seks. Seks bukan sekedar hubungan intim secara raga, melainkan juga berhubungan intim dengan jiwa. Inilah yang mendukung keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga.

Meskipun begitu, penelitian terbaru oleh Carnegie Mellon University mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat frekuensi bercinta dengan peningkatan kebahagiaan seseorang. Hasil Studi menunjukkan bahwa semakin sering berhubungan intim justru bisa membuat seseorang menjadi tidak bertambah bahagia.

Selama tiga bulan, para peneliti menganalisa tingkat emosional dengan kebiasaan bercinta 64 pasangan yang telah menikah. Dengan rentang usia 35 hingga 65 tahun, para ahli membagi responden menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama diberi instruksi untuk melakukan hubungan intim dua kali lebih sering dari yang mereka lakukan selama ini. Kemudian kelompok kedua tidak diberikan instruksi apapun. Pasangan suami istri di kelompok ini hanya dibiarkan dengan kebiasaan berhubungan seks mereka.

Selanjutnya, para peneliti akan mengukur tingkat kebahagiaan, kesehatan, dan sikap dari setiap partisipan. Setiap hari, para responden diminta untuk menjawab survei online yang berisikan pertanyaan. Disamping itu, setiap pasangan suami istri juga mengungkapkan kebahagiaan mereka saat berhubungan intim.

Dari hasil analisa, para peneliti menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat frekuensi bercinta dengan meningkatnya kebahagiaan. Penemuan studi mengungkapkan bahwa saat pasangan suami istri semakin sering berhubungan intim, hal ini justru menurunkan tingkat kebahagiaannya. Tidak hanya itu, pengaruhnya juga termasuk menurunkan libido.

George Loewenstein, penulis dari penelitian tersebut mengatakan bahwa penurunan kebahagiaan pasangan pada suami istri bisa terjadi karena mereka hanya mengikuti perintah akibat keharusan studi. Dengan tidak terlalu melibatkan perasaan mereka sebagai pasangan suami istri.

“Jika lain kali saat kami melakukan penelitian lagi, kami akan mendorong subjek untuk melakukan lebih banyak hubungan intim, namun dalam pemikiran yang lebih imajinatif, bukan sekadar perintah karena keharusan,” ujarnya.

Disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kebahagiaan bukanlah dari apa yang ada di luar kita melainkan kebahagiaan itu berasal dari dalam, dari hati kita. Jika kita membuat Tuhan sebagai sumber sukacita, sumber bahagia kita, maka apapun yang ada diluar kita bahkan seks sekalipun bukanlah menjadi sumber bahagia kita

Sumber : Kompas/Jawaban.com by tk
Halaman :
1

Ikuti Kami