Cole menjalankan misi itu di kota Sacramento, California. Sacramento dikenal sebagai kota yang memiliki jumlah gelandangan yang cukup tinggi. Tercatat sedikitnya 501 laki-laki, perempuan dan anak-anak meninggal dunia kurun waktu 11 tahun terakhir ini, diantaranya 38 persen meninggal di jalanan.
Selama menjalankan misi itu, Cole hanya dibekali sebuah tas yang berisi baju ganti, STNK, dan uang senilai 60 dolar di sakunya. Untuk tidur, Cole memilih di lorong-lorong jalan, makan tepung dan berbagi dengan para gelandangan untuk memahami tentang apa yang mereka butuhkan.
“Cukup sulit bagi seseorang mendorong diri mereka untuk bangkit. Setiap orang butuh komunitas, setiap orang butuh satu sama lain. Hal spiritual yang paling dapat kita lakukan adalah menjangkau mereka yang terluka,” ujar pendeta yang memimpin sebanyak 4000 jemaat ini, seperti dilansir Huffingtonpost.com.
Lewat misi itu, dirinya lebih memahami tentang bagaimana cara menghargai orang lain dan memahami persoalan mereka. “Di mulai dari pikiranmu dan membuatmu merasa tak berharga. Banyak sekali air mata dan perlindungan di dalam diri seseorang dan mereka akhirnya masuk ke dalam level kelumpuhan dan tak mampu menyelamatkan diri mereka sendiri”.
Dia mengaku telah belajar banyak tentang arti sebuah komunitas dan panggilan untuk menjalankan misi itu. Dirinya mengaku bahwa pelayanan sosial harus menjadi hal utama dalam pelayanan, dengan menjangkau para gelandangan dimana pun mereka berada.
“Saya pikir, saya yang harus datang kepada mereka akan lebih baik dibanding meminta mereka datang kepada saya,” terangnya.
Melalui lembaga sosial kemasyarakatan yang dipimpin Cole, bernama ‘Sacramento Steps Forward’ , dana sumbangan akan digunakan untuk menjangkau kaum gelandangan di Sacramento. Mereka telah melayani ratusan gelandangan dengan membuka pintu gereja dan menawarkan tempat tinggal yang nyaman dan makanan yang hangat bagi gelandangan selama musim dingin berlangsung.
Sumber : Huffingtonpost.com/jawaban.com/ls