Pengalaman anak di gereja tidak dapat diabaikan. Pengalaman-
pengalaman positif dan menyenangkan memberi kontribusi terhadap
konsep anak tentang gereja. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman
negatif dapat menumbuhkan penolakan atau perlawanan. Anak membentuk
kesan-kesannya, bukan dari pernyataan lisan yang menjelaskan tentang
gereja, tetapi dari gereja yang secara nyata dihadirinya. Baik
orangtua maupun guru memiliki tanggung jawab untuk menyediakan suatu
situasi di gereja yang dapat mengungkapkan kepada si anak, "Selamat
datang! Tempat ini untukmu!"
Penataan ruang, persiapan para guru, dan materi-materi yang tersedia
untuk dipakai, semuanya mengandung pengertian bahwa gereja telah
direncanakan untuk menolong anak belajar tentang Allah dengan cara
yang terbaik bagi anak-anak, yakni dengan melakukannya. Untuk
menolong anak merasa senang ke gereja, maka ajaklah ia berperan
serta secara penuh dalam berbagai aktivitas yang sesuai dengan
tingkat usia anak, dan membangun hubungan yang mantap dan berarti
dengan guru ataupun dengan anak-anak lain; dan semua itu diperkuat
dengan saat-saat ibadah yang spontan dan menyenangkan.
Jika gereja
hanya dapat melakukan satu hal terhadap seorang anak selama tahun-
tahun pertama kehidupannya, maka yang harus dilakukan adalah
membantu anak merasa dikasihi oleh orang-orang di gereja. Anak yang
melihat gedung gereja dan berpikir bahwa orang-orang di sini
mengasihi saya, memiliki suatu pondasi yang teguh untuk menemukan
gereja lebih dari sekadar sebuah bangunan, tetapi sekelompok orang
yang mengasihi Allah dan mengasihi satu sama lain.Sumber : google
>>>>
by. Wes Haystead ( Yay. Gloria, Jogj )