Pada umumnya, lebih baik seorang anak mengikuti acara yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan khusus anak daripada dipaksa mengikuti
acara untuk orang dewasa yang sama sekali tidak dirancang untuk
memenuhi pemahaman dan minat anak. Sementara anak bertumbuh,
jangkauan perhatiannya akan semakin luas. Saatnya akan tiba ketika
apa yang dibicarakan dan dinyanyikan dalam kebaktian orang dewasa
menarik minat mereka, karena sesuai dengan perhatian dan kebutuhan
mereka. Tetapi, hal ini tentunya tidak terjadi pada tahun-tahun
pertama usia mereka. Pada banyak gereja, karena bentuk atau sistem
yang dipakai dan panjangnya waktu kebaktian, kebanyakan anak tidak
dapat memahami dan berpartisipasi secara konsisten dalam kebaktian
sebelum mereka menginjak usia remaja.
Lalu, bagaimana anak dapat belajar untuk duduk diam di gereja? Anak
akan belajar saat ia mulai tumbuh menjadi lebih dewasa dan pada saat
itu, sistem saraf mereka sudah lebih matang. Memaksa anak yang
cenderung aktif untuk menjadi tidak aktif, hanya akan membuat anak
memandang gereja sebagai tempat yang tidak menyenangkan. Seperti
yang dikatakan Timmy kecil saat diberitahu bahwa Allah tidak
menyukai kegaduhan yang dibuatnya, "Apakah Allah tidak menyukai
anak-anak kecil?"
Salah satu cara untuk menolong anak mengembangkan rasa hormat adalah
pemberian teladan dari orang dewasa. Anak-anak tidak menyaksikan
orang dewasa berjalan hilir mudik di ruang pertemuan, berteriak di
tengah orang banyak atau menerbangkan pesawat kertas dalam ruangan.
Tetapi yang dilihat anak-anak di gereja adalah orang-orang dewasa
yang melakukan semua hal normal yang mereka lihat di tempat lain:
berdiri sambil berbicara dengan teman-temannya, tertawa, dan
terkadang makan-minum. Bagi anak, perilaku orang dewasa di dalam dan
di sekitar gedung gereja tidak berbeda dengan perilaku mereka di
rumah, di toko, atau di tempat-tempat umum lainnya. Lalu, mengapa
perilaku anak diharapkan berbeda dari kegiatan-kegiatan normal
mereka di rumah ataupun di sekolah? Orang dewasa seringkali
melakukan hal-hal yang amat membingungkan dengan menerapkan standar
ganda yang tidak mencolok, melalui pernyataan bahwa kita harus
menghormati ruang kebaktian dengan melarang anak-anak melakukan
tindakan-tindakan tertentu.
Orang Kristen yang mendambakan agar anak-anak bertumbuh di
lingkungan gereja harus memiliki kepastian dulu bahwa gereja dapat
menerima anak sebagaimana adanya, bukan seperti yang diharapkan atau
kelak diharapkan oleh orang dewasa. Hal ini bukan berarti anak-anak
diizinkan berlari-lari seenaknya. Tetapi, anak-anak ini layak
dihargai seperti orang dewasa -- manusia berharga karena keberadaan
mereka saat ini -- bukan hanya karena suatu hari mereka akan menjadi
orang penting.Sumber : google
>>>>
by. Wes Haystead ( Yay. Gloria, Jogj )