Kisah Nyata Ibu Kejam yang Alami Penganiayaan di Masa Kecilnya
Sumber: jawaban.com

Family / 29 September 2013

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Ibu Kejam yang Alami Penganiayaan di Masa Kecilnya

Lois Official Writer
31250

Kebahagiaan keluarga ini hanya seumur jagung. Sejak anak pertamanya lahir, Mui Ha berubah menjadi seorang wanita yang keras. “Anak sembilan bulan aja kalau dia nangis, saya pukul. ‘Anak ga berguna, kalau tau gitu saya matiin.’ Saya bilang gitu. Saya marahi lalu saya lempar anaknya ke kasur.” ujar Mui Ha mengawali kisah masa lalunya.

Setelah punya anak kedua dan anak pertamanya makin besar, kelakuan Mui Ha tidak juga berubah. Saat sang anak sedang membantunya mengisi cairan pencuci ke dalam botol, Mui Ha menanyakan padanya kenapa bisa tumpah. Sang anak menjawab, ”Tidak tahu.” Hal ini memicu kemarahannya. Anak itu dipukul dengan kemoceng hingga patah.

“Saya pernah gigit kupingnya sampai berdarah. Sampai dia minta ampun, tapi tetap saya pukul sambil saya ngebayangin muka mama saya gitu.” ujar Mui Ha.

Ternyata masa kecil Mui Ha, dia mendapatkan penolakan dari sang ibu. Kehadirannya selalu ditolak oleh ibu kandungnya. “Kalau saya panggil dia mama, dia ga mau nyahutin. Kalau saya deketin, saya didorong. Saya ga dikasih deketin mama gitu. Apalagi kalau saya sakit panas atau apa, dia selalu bilang gini, ‘Kamu sakit? Kamu sendiri yang mau. Mati aja.’ katanya gitu.”

“Lu anak yang lebih, kalau gua ga lahirin lu, gua ga susah begini,” ujar sang mama kepada Mui Ha yang selalu diingatnya. Pas melahirkan Mui Ha, mamanya memang jadi lebih sering sakit-sakitan dan usahanya berantakan. Bahkan sang cici (kakak perempuan) mempersalahkannya untuk hal sepele sampai dia harus terima tamparan dari sang cici.

Belum berhenti di situ saja, suatu hari ketika Mui Ha menolong adik kecilnya yang tercebur ke sungai, dia malah dipersalahkan sebagai orang yang menceburkan sang adik. Sang kakak pun menuduhnya sebagai pelaku sehingga mamanya percaya dan memukulnya tanpa ampun. “Langsung dia hajar saya. Itu saya dihajar habis-habisan. Saya ditelanjangi, saya dihajar habis-habisan sama mama saya. Saya minta ampun sama mama, tapi makin minta ampun saya makin dihajar.”

“Jangan minta ampun sama saya, minta ampun sama anjing…” marah mamanya.

“Mama saya seperti kemasukan setan, saya ga tahu setan apa yang masuk ke dia. Sampai saya tidak berkutik lagi, tidak bisa ngomong dan tidak bisa bergerak lagi, diam aja gitu.”

Tidak sampai di situ, bahkan di depan ayahnya Mui Ha pun dipukuli karena terlalu lama mandi di sungai. Tujuan Mui Ha waktu itu juga sekaligus mencari ikan untuk makan. Saat berada di dapur, tiba-tiba dari belakang mamanya datang dan langsung menarik rambutnya, diapun dihajar. “Kayu sebesar batang senter itu ya, mama hajar saya sampai saya terkencing-kencing di situ.”

Papanya datang dan melihat hal tersebut, papanya pun kemudian merangkulnya. “Ini anak ga berguna, jangan dibelain. Saya yang ngelahirin…” sahut mamanya kepada papanya. Papanya pun keluar ruangan dan langsung bawa golok. Dengan golok di tangan, papanya meminta agar dia dibunuh saja daripada melihat anaknya disiksa.

Akibat perbuatan ibunya, Mui Ha dengan dendam berkata, “Awas lho ma, kalau saya sudah gede, saya akan bunuh mama di depan papa. Liatin aja. Kalau mama mati juga saya ga pernah nangisin mama.”

Hatinya teriris, dia tak mengerti mengapa mamanya begitu benci padanya. Itulah yang dia lakukan juga pada anaknya. Dia perlakukan anaknya seperti ibunya memperlakukannya. Kalau dia pukul sang anak, akan dia pukul sampai merasa puas.

“Mungkin saking emosinya mama, mama ngambil benda dan langsung pukul-pukul gitu. Nangis minta ampun tapi mama masih aja mukul-mukul Elis. Elis pikir buat apa sih Elis lahir kalau ujung-ujungnya mama menyakiti Elis. Luka itu benar-benar membekas banget gitu. Maksudnya, kok mama bisa kayak begini?” cerita Elis, anak Mui Ha.

Di saat itu Mui Ha benar-benar tak merasa kasihan, namun di malam hari dia sering nangis sendiri. Hati kecilnya menjerit, dia tak mau hidup seperti ibunya. “Saya nyesel, tapi saya ga bisa lepas emosi itu. Kalau saya sendirian, saya nonjok dada saya sendiri dan kepala saya, saya jedotin di tembok. Saya pengen ilangin emosi saya tapi saya ga bisa.”

“Harusnya saya mikir, perlakuan orangtua saya itu jangan saya limpahkan ke anak saya gitu. Saya pengen berhenti tapi ga bisa. Ga ada jalan keluar, bener-bener ga ada jalan keluar.” jelas Mui Ha.

Suatu hari, Mui Ha didatangi oleh temannya dan dia pun menceritakan tentang rahasia kelamnya itu. Temannya menyatakan kalau dia bersungguh-sungguh, dia pasti bisa menyayangi anaknya.

“Ah mana mungkin, saya kan orangnya keras. Kalau orang lain ngatain saya aja, saya bisa langsung main pukul.” ujar Mui Ha.

“Bisa, kamu pasti bisa.” ujar temannya. “Ada satu sosok yang bisa mengubah kamu, sifat keras kamu, yang bisa ngeredam emosi kamu,” lanjut temannya lagi.

“Saya pikir, kenapa nggak. Saya coba aja, kan selama ini saya mau berubah.” Maka mereka pun datang ke tempat yang dimaksud temannya dua hari kemudian.

“Di situ saya dengerin, saya dengerin. Di situ dikatakan ‘Sebenarnya kamu berguna, kamu berharga. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, maka Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.’ Saya bilang, saya ga berharga. Di depan mata orangtua saya, saya ga berharga. Di mata suami saya, saya ga berharga, karena saya orang gila.”

Namun, kebenaran itu menyadarkan dan menantangnya. “Coba kamu buka hati kamu, ampuni setiap orang yang nyakiti kamu, kamu mau ga?”

“Aku mau tapi ga bisa. Saya bener-bener ga bisa.”

“Mulut saya mengatakan mengampuni, tapi hati saya tidak bisa mengampuni mama. ‘Gua benci sama elu, gua benci ma, gua benci. Saya akan bunuh kamu’”

Sebelumnya, waktu mamanya sakit parah, sang mama meminta maaf pada Mui Ha tapi tidak dia maafkan. Dia ingin tahu apa alasan sang mama begitu menyakitinya. “Ma, harus cerita dulu. Apa salah saya? Kenapa mama begitu benci sama saya dan menyakiti saya. Kenapa selalu saya yang dibenci.”

Mamanya tak menjelaskan apa-apa, yang ada dimulutnya hanya permintaan maaf. Di mulut Mui Ha keluar kata maaf untuk mamanya namun di hatinya dia terus bertanya-tanya.

Mengingat kejadian itu di tengah orang-orang yang mendoakannya, Mui Ha mencoba melawan kemarahan yang ada di dalam hatinya. “Pemimpin saya bilang, ‘Kamu bisa. Kamu pasti bisa. Kamu panggil Tuhan Yesus.’ Ya sudah saya panggil.”

“Tuhan Yesus, bantu saya Tuhan. Sanggupkan saya untuk bisa mengampuni mama saya. Buatlah saya sanggup, jadikanlah saya kuat.”

Ketika Mui Ha berteriak memanggil Tuhan Yesus ketiga kalinya, dia merasa ada kuasa yang keluar dan ada terang yang begitu teduh. “Kayaknya saya dijamah, kepala saya dipegang. Terus ada bisikan, ‘Kamu bisa anak-Ku, ampunilah mama kamu.”

Mui Ha pun mengambil keputusan untuk mengampuni mamanya. “Dari lubuk hati yang paling dalam, saya ampuni mama saya Tuhan. Saat ini saya mau mengampuni mama saya, dan karena saya sudah ditebus Tuhan dan saya ini berguna buat Tuhan.”

Kata-kata pengampunan itu mencabut semua akar pahit yang ada di hati Mui Ha. Dia pun meminta ampun pada Tuhan karena selama ini dia dendam sama mamanya, suaminya, saudaranya, dan anaknya sendiri.

Hari itu juga Mui Ha memberanikan diri meminta ampun pada kedua anaknya. “Dari sebelum mama minta maaf, Elis sama Eton juga sudah maafin mama,” ujar Elis ketika itu.

“Sekarang Elis merasa mama tuh bener-bener penyabar, penyayang. Jadi Elis merasa itu sebagai contoh panutan buat Elis nanti. Sekarang, Elis tuh bener-bener sayang banget sama mama” tambah Elis.

“Tuhan itu baik banget. Tuhan itu menerima saya apa adanya dan jadikan saya sosok istri yang lemah lembut, yang tadinya tidak bisa. Sekarang saya bisa menjadi istri yang lemah lembut. Saya senang sekali dan tidak habis-habisnya saya mengucap syukur,” demikian rasa syukur yang mengalir dalam mulut dan hati Mui Ha.

 

 Sumber Kesaksian :

Phang Mui Ha

Sumber : V130925153025
Halaman :
1

Ikuti Kami