Kisah Nyata Erwin Baharudin yang Pernah Kabur dari Penjara

Family / 1 August 2012

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Erwin Baharudin yang Pernah Kabur dari Penjara

Contasia Christie Official Writer
275

Banyak orang yang berpendapat bahwa seorang narapidana adalah sampah masyarakat. Itu pula yang sempat dirasakan oleh Erwin Baharudin. Namun ternyata saat menjalani masa hukuman, Tuhan justru menariknya dan pemulihan pun terjadi dalam hidupnya.

Pada 2003 Erwin yang kala itu sedang menjalani masa hukuman sepuluh tahun karena kasus narkoba di Lembaga Permasyarakatan (LP) Banjai Bandung nekad kabur dari penjara bersama beberapa temannya dengan melompati pagar. “Dengan rasa takut saya itu, saya coba memberanikan diri. Itu kalau seandainya narapidana ketahuan kabur, naik ke atas tembok, itu akan langsung ditembak. Mati ditempat,” Erwin memulai kisahnya.

Aksi nekad Erwin dan teman-temannya itu pun sukses, Erwin akhirnya bisa kembali ke rumahnya. Kepada keluarga, Erwin mengaku mendapat keringanan hukuman. Namun belum lama dia melepas rindu dengan keluarganya, sebuah siaran berita di televisi memberitakan perihal kaburnya beberapa narapidana yang salah satunya adalah Erwin.  Keluarganya pun sangat sedih dan meminta Erwin untuk menyerahkan diri agar tidak ditembak mati.

“Karena saya benar-benar sayang sama dia, saya serahin dia. Karena yang pasti kalau saya serahin dia, saya akan bisa ketemu lagi dengan dia,” kisah adik Erwin.

Demi adik yang sangat disayanginya, dengan sangat berat hati Erwin mau menyerahkan dirinya kembali. Namun sesampainya di penjara, Erwin pun harus memetik buah perbuatannya. “Habis saya dipukul. Saya habis dianiaya disana. Apabila narapidana itu melanggar aturan, atau melarikan diri, maka akan mendapat konsekuensinya,” ungkap Erwin.

Erwin pun dipindahkan ke ruangan isolasi, namun ternyata di tempat itu Erwin mendapat sebuah pengalaman yang aneh. “Di ruang isolasi itu saya tidur, saya bermimpi. Saya berjalan di jalan yang gelap begitu, terus saya mau melangkah kemana?” Erwin mengisahkan mimpinya.

Masih dalam alam bawah sadarnya, Erwin mendengar ada suara yang memanggilnya. “Karena saya mau meraba jalan itu juga nggak tahu, tapi saya mendengar suara yang ngomong sama saya. ‘Erwin, Erwin, kemarilah, ini aku ayahmu’” kisah Erwin yang kemudian langsung terjaga dari tidurnya.

“Saya sampai berpikir waktu saya sadar dari tidur, apakah bapak saya yang ada di luar sana sudah meninggal?” Erwin pun kemudian kembali terkenang akan masa kecilnya bersama keluarganya.

“Bener-bener waktu itu orangtua memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada kami. Kami sebagai anaknya merasa bangga melihat orangtua pulang,” ungkap Erwin.

Namun ternyata tanpa mereka sadari kedua orangtuanya kerap berselisih paham. Bahkan suatu ketika pertengkaran itu tidak lagi bisa ditutupi. Mereka bahkan tidak menghiraukan teriakan anak-anaknya yang meminta mereka untuk berhenti bertengkar. “Mereka tidak mendengarkan perkataan kakak saya, mereka tetap saja lanjut. Lempar sana lempar sini,” kisah Erwin.

Pertengkaran kedua orangtua Erwin memicu sumber api. Kakak pertama Erwin berusaha memberikan peringatan tentang nyala api tersebut, namun orangtuanya tidak juga sadar sampai akhirnya api tersebut melahap sebagian besar rumah mereka. Kejadian tersebut akhirnya menjadi awal perceraian kedua orangtua Erwin.

Karena harus bekerja di luar kota, ibu Erwin menitipkan Erwin ke rumah tantenya. Hal ini menjadi awal pemberontakan Erwin. “Saya merasa hidup ini nggak adil buat saya. Saya merasa saya dibuang, saya merasa saya diasingkan,” Erwin menceritakan perasaannya ketika berpisah dari keluarganya.

Di rumah tantenya, Erwin kerap mendapat perlakuan yang tidak baik. Dia pun makin merasa bahwa tidak ada yang peduli dengannya. Akhirnya Erwin kecil memilih untuk tinggal di jalanan dan mencari uang dengan caranya sendiri.

“Lugunya saya, saya nggak tahu dan saya lihat teman saya memakai lem. Akhirnya saya juga ikutan mencoba,” ungkap Erwin yang akhirnya kecanduan menghirup lem.

Memang benar pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Makin beranjak dewasa, Erwin makin terlibat berbagai tindakan kriminal. “Jadi dengan saya mengonsumsi lem, dengan obat-obatan itu, saya seringkali berantem dengan orang,” kisah Erwin yang kemudian tega menikam lawannya dengan pisau sampai tewas. Erwin pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi.

Namun di sinilah Erwin bisa bertemu dengan kedua orangtuanya dan langsung disambut dengan amuk ayahnya. Pada kesempatan itu, Erwin sengaja meminta ayah dan ibunya untuk rujuk kembali dengan alasan agar dirinya tidak mengulang perbuatan yang sama. Namun hal itu tidak diindahkan keduanya, mereka justru sibuk saling menyalahkan. Erwin pun terbakar emosi dan meminta kedua orang yang disayanginya itu untuk pergi.

“Memang saya waktu itu memang sengaja agar orangtua saya melihat hidup saya seperti ini. Di luar kesadaran saya, saya cuma ingin orangtua saya itu kembali lagi bersama,” kisah Erwin yang kemudian mengaku kesal dengan sikap kedua orangtuanya.

Beranjak dewasa, Erwin makin terjebak dalam berbagai tindak kejahatan. “Pada saat saya bebas dari penjara itu, saya semakin menjadi-jadi. Saya merasa bangga saya bebas dari penjara,” ungkap Erwin.

Suatu ketika, Erwin bertemu dengan seorang teman yang dikenalnya di penjara. Orang tersebut memperkenalkan Erwin dengan seorang bos yang mengajak Erwin bekerja sama. Erwin mendapat tawaran sejumlah uang jika dirinya mau menjadi kurir narkoba. Erwin pun mengambil kesempatan ini untuk bisa mendapat banyak uang. Disinilah awal profesi Erwin sebagai bandar narkoba.

Nasib mujur tidak selalu berpihak pada Erwin, suatu ketika dia dan teman-temannya ditangkap oleh polisi tanpa bisa melawan. Awalnya, Erwin mendapat hukuman seumur hidup namun setelah melewati serangkaian proses pengadilan, vonis yang diberikan pun berkurang menjadi sepuluh tahun.

Awalnya, penjara tidak membawa banyak perubahan dalam diri Erwin. Namun karena harus mengikuti serangkaian kegiatan, maka Erwin pun terpaksa mengikuti pembinaan kerohanian. Pada suatu ketika, salah seorang pembina rohani menawarkan diri untuk menjadi ayah Erwin. Sesuatu yang selama ini sangat dirindukan oleh Erwin.

Status Erwin sebagai narapidana membuatnya ragu, apakah orang tersebut serius untuk mengangkatnya sebagai anak. Namun setelah kembali meyakinkannya, Erwin pun menerima tawaran orang itu dan memeluknya. Sukacita pun dirasakan keduanya. Orang itu kemudian membisikan, bahwa dirinya menyayangi Erwin seperti Tuhan menyayangi Erwin untuk selamanya.

“Saya merasa, kaya memang benar-benar ayah saya sendiri. Lewat pak Daniel Alexander itu, saya benar-benar merasakan kasih Tuhan nyata kepada saya,” ucap Erwin.

“Yesus itu, tidak menutup mata buat saya. Banyak yang dilakukan-Nya buat saya. Dengan kehidupan saya yang kotor, dengan kehidupan saya yang nggak benar, akhirnya dibilang sampah masyarakat. Tuhan mau memeluk saya dan Tuhan mau menganggap saya sebagai anak-Nya. Yang dulu saya harapkan kasih sayang dari kedua orangtua saya, semua itu sudah terbayar semua oleh kasih Tuhan dan mengangkat saya sebagai anak-Nya. Dan benar-benar Tuhan itu ada dan nyata buat saya,” tambah Erwin.

Erwin kemudian menjalani sisa masa hukumannya dengan menaruh pengharapannya kepada Tuhan. Bertahun-tahun dia menanti dan berdoa, sampai akhirnya pada 2007 Erwin mendapatkan pembebasan bersyarat.

“Saya merasa sukacita sekali. Saya itu benar-benar sudah dimerdekakan oleh Tuhan, dan saya merasa bangga kalau doa-doa saya itu didengar oleh Tuhan. Saya tidak akan mau melihat ke belakang lagi, saya mau melihat ke depan,” ungkap Erwin.

Perubahan besar yang terjadi pada diri Erwin juga disaksikan oleh keluarganya. “Perilaku dia, semua itu yang dulu hilang. Dia lebih rajin ibadah, lebih rajin baca Alkitab, dia sering memberitahu orang jika melakukan sesuatu yang tidak benar,” ungkap Irwansyah, adik Erwin.

“Saya akan memberikan pola hidup yang positif dan bermutu buat Tuhan,” janji Erwin.

Setelah menjalani masa hukuman, Erwin kembali ke masyarakat dan membangun sebuah rumah tangga. Ia berusaha menjadi suami yang baik dan teladan bagi anak-anaknya.  Siti Mariam

“Saya benar-benar bahagia dan bangga untuk berumahtangga dengan dia. Dia suami yang bertanggung jawab, sayang sama keluarga, sayang sama anak,” saksi Siti Mariam, istri Erwin.

“Saya akan berusaha memberikan kebahagiaan buat istri dan anak saya. Saya akan memberikan contoh kepada anak saya, biar dia tidak melihat bapaknya yang dulu. Terutama saya ingin menyenangkan hati Tuhan,” Erwin menutup kesaksiannya.

Sumber Kesaksian : Erwin Baharudin

Sumber : V120801155616
Halaman :
1

Ikuti Kami