Lupakah Kita Pada Si Pemberi Kesuksesan?

Investment / 11 June 2012

Kalangan Sendiri

Lupakah Kita Pada Si Pemberi Kesuksesan?

Hot Triany Nadapdap Official Writer
3738

Prinsip utama dari menabur untuk menuai lebih banyak adalah mempercayakan Tuhan dan rendah hati. Saat ini, kita menjalani hidup dengan semangat mempunyai hak – keyakinan bahwa kita patut hidup nyaman dan menuntut tanggung jawab Tuhan untuk menyediakan kenyamanan itu. Kita telah lupa siapa yang memberi segala sesuatu yang kita punya. Tuhan berbicara kepada Musa sebelum membawa mereka ke tanah perjanjian dan sejak awal sudah memperingatkan agar tidak melupakan sumber kehidupan kita.

Di padang gurun Dia memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkanNya hatimu dan dicobaiNya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya. Maka janganlah kau katakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkannya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. Tetapi jika engkau sama sekali melupakan Tuhan, Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya, aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu pasti binasa; seperti bangsa-bangsa, yang dibinasakan Tuhan di hadapanmu, kamu pun akan binasa, sebab kamu tidak mau mendengarkan suara Tuhan, Allahmu” (Ulangan 8:16-20).

Salah satu perhatian besar saya dalam kelimpahan adalah bahwa sekali kekayaan seseorang bertambah, mereka juga mulai menganggap bahwa kekayaan itu milik mereka. Padahal Tuhan memberi kekayaan untuk mengingatkan bahwa Dia mengasihi dan meyakinkan cintaNya kepada kita. Tetapi, kita “pergi kepada ilah lain” karena cinta akan uang dan kekayaan.

Di Amerika, kami (penulis, red.) tinggal di negara yang paling kaya, tetapi banyak di antara kami hidup dalam kemiskinan, hutang dan tanpa pengharapan. Mengapa? Karena kami telah melupakan Tuhan. Kami tak lagi mendengar dan mematuhiNya. Kami telah memperalat Tuhan untuk menambah kekayaan dan lupa untuk memuliakanNya, sehingga kami hidup dalam belenggu.

Kita harus dilepaskan dari belenggu ini, yang hanya bisa terjadi bila kita ingat akan Allah dan membuka tangan untuk Dia sebagaimana Ia telah bermurah hati membuka tanganNya untuk kita. Apakah kita siap untuk melepaskan – untuk menabur agar menuai lebih banyak?

Penambahan itu bukan sekadar hidup makmur tetapi juga bertambah dalam hal pengetahuan dan perluasan Kerajaan Allah di dunia. Dia menunggu kita untuk membuka tangan dan hati kita – untuk menjauhkan kita dari penyembahan berhala.

Dengarlah hai umatKu, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu: akulah Allah, Allahmu! Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau: bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapanKu? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab punyaKulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang tergerak di padang adalah dalam kuasaKu. Jika Aku lapar, tidak usah Ku katakana kepadamu, sebab punyaKulah dunia dan segala isinya. Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku minum? Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi! Berserulah kepadaKu pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku (Mazmur 50:7-15).

Sepuluh tahun sejak kunjungan saya (penulis, red.) ke gereja kecil (jemaatnya tak lebih dari 100 orang) di Uniontown, Pennsylvania, gereja ini telah menyumbang untuk komunitas lokal mereka berbagai barang senilai US$ 2,2 juta (sekitar 20 milyar rupiah).

Mereka dikenal sebagai pemimpin yang membawa pembaharuan, menjangkau orang-orang yang membutuhkan lewat lembaga resmi setempat. Mereka juga menjadi anggota dewan penyantun tunawisma, dewan penggerak.

Anggota jemaat yang dulu menyewa sebuah tempat kecil seharga $200 sebulan, sekarang memiliki asset senilai $500,000 dengan mengikuti prinsip menabur untuk menuai lebih. Mereka sekarang memiliki sebuah gudang dengan empat toko dengan pemasukan lebih dari cukup untuk membiayai pusat distribusi barang-barang, seperti makanan dan pakaian, yang disumbangkan bagi komunitas lokal.

Lebih dari itu, pendetanya yang dulu tinggal di rumah reyot berlantai papan, sekarang tinggal di rumah yang lebih layak. Kerajaan Allah telah dibangun dan berkat diberikan bagi mereka yang telah memberitakan Kerajaan itu. Kemuliaan bagi Allah!

Sumber : Disadur dari: Buku Strategies for Financial Breakthrough (Eugene Strite)
Halaman :
1

Ikuti Kami