Pendidikan Di Indonesia Gagal Berikan Jaminan Perlindungan Pada Anak

Nasional / 6 June 2012

Kalangan Sendiri

Pendidikan Di Indonesia Gagal Berikan Jaminan Perlindungan Pada Anak

Lestari99 Official Writer
5623

Adanya tes baca, tulis dan berhitung dalam penerimaan murid Sekolah Dasar dianggap telah mengabaikan jaminan perlindungan terhadap anak. Dengan adanya tes ini berarti pendidikan anak usia dini (PAUD), baik usia play group maupun TK telah memasukkan kurikulum baca, tulis dan berhitung. Kondisi ini dianggap sebagai hal yang tidak benar dan tidak wajar untuk diberlakukan dalam dunia pendidikan Indonesia.

“Itu tidak benar. Hal itu hanya boleh pada umur yang senior. Jadi sebelum masuk SD sebaiknya tidak diajarkan baca, tulis dan berhitung,” ungkap psikolog anak Seto Mulyadi yang akrab dipanggil kak Seto, di kantor Komnas Perlindungan Anak, Jakarta, Rabu (6/6).

Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini pun tidak mendukung diadakannya tes baca, tulis dan berhitung bagi penerimaan murid baru untuk SD. PP 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dalam pasal 69 dan 70 antara lain mengatur proses penerimaan murid baru untuk SD dan MI. Dalam proses tersebut, pasal 69 ayat 5 mengatakan bahwa SD dan MI tidak diperbolehkan untuk mengadakan tes baca, tulis dan berhitung dan bentuk tes lainnya dalam penerimaan murid baru.

Data yang dirilis Komnas Perlindungan Anak pada Maret 2012 lalu mengungkapkan telah terjadi 2.386 kasus pelanggaran dan pengabaian terhadap anak sepanjang tahun 2011, naik 98% dibandingkan tahun sebelumnya. Kebanyakan dari anak-anak ini mengalami stres karena kehilangan masa-masa bermain. Anak-anak ini telah disibukkan dengan berbagai hal menyangkut pendidikan seperti les, sekolah dan kursus bahkan sejak anak-anak masih berusia balita.

“Negara gagal memberi jaminan perlindungan kepada anak-anak. Kalau kita lihat sistem kurikulum di PAUD, anak-anak harus dapat membaca, menulis dan berhitung baru bisa masuk SD. Padahal harusnya anak usia dini itu hanya dikenalkan dengan konsep-konsep dasar kehidupan saja seperti bersosialisasi dan bergaul,” ungkap Aris Merdeka Sirait, ketua Komisi Perlindungan Anak sebagaimana dilansir Detik News, Rabu (6/6).

Sistem kurikulum yang seperti ini pada akhirnya membuat anak-anak tertekan. Padahal faktanya mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan di Vietnam. Kondisi ini salah satu alasannya karena anak-anak di Indonesia tidak diberikan alternatif kurikulum selain yang diajarkan di sekolah. Ditambah lagi orangtua di Indonesia cenderung membebani dan menuntut anak dengan berbagai kegiatan. Sedangkan orangtua sendiri tidak siap menjadi orangtua dengan alasan sibuk. Sedangkan perkembangan mental dan psikologis pada anak stres tidak akan berlangsung dengan baik karena rentan menderita depresi dan terjerumus ke dalam perilaku yang berbahaya. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan kebebasan pada anak untuk memilih aktifitasnya. Komunikasi dengan anak secara kekeluargaan menjadi suatu hal yang vital dan penting dalam hal ini.

 

Baca Juga:

Sumber : Detik News
Halaman :
1

Ikuti Kami