Mau Telur Direbus Pakai Urin?

Nasional / 5 April 2012

Kalangan Sendiri

Mau Telur Direbus Pakai Urin?

Lois Official Writer
3708

Di kota Dongyang, yang terletak jauh di pesisir Provinsi Zhejiang, China ada satu makanan ringan musim semi yang unik dan disukai penduduk setempat. Baskom dan ember wadah air seni anak laki-laki, terutama yang usianya di bawah 10 tahun, dikumpulkan dari toilet SD. Apa gunanya? Untuk dipakai sebagai bahan rendaman telur dan kemudian dijual.

Aroma telur yang sedang dimasak dalam pot air seni itu tercium jelas oleh orang-orang yang lalu lalang, namun tidak ada seorang pun yang marah. Pasalnya, telur-telur urin yang dijual oleh pedagang kaki lima ini memang sudah ada berabad-abad. Mereka mengklaim telur tersebut mujarab sebagai jamu kesehatan yang luar biasa. “Jika Anda makan ini, Anda tidak akan mendapat serangan stroke. Telur yang dimasak dalam air seni beraroma wangi,” kata Ge Yaohua (51), pria yang punya sebuah warung populer penjual ‘telur anak perawan’ ini.

Dibutuhkan hampir satu hari untuk membuat telur unik tersebut. Proses dimulai dengan merendam telur dan kemudian dimasak hingga mendidih dalam panic berisi air seni. Setelah cangkang telur mulai pecah, telur-telur itu tetap dibiarkan panas dalam air seni selama berjam-jam. Jajanan telur itu jadi populer karena rasanya segar dan asin. Sebutir telur dijual seharga dua kali lipat harga telur biasa.

Banyak warga Dongyang, mengatakan mereka percaya pada tradisi yang diwariskan nenek moyang mereka bahwa telur ini dapat menurunkan panas tubuh, meningkatkan sirkulasi darah lebih baik, dan menyegarkan tubuh. “Dengan makan telur ini, kami tidak akan mengalami sakit pinggang, kaki, dan sendi. Juga, Anda akan mempunyai lebih banyak energi ketika bekerja,” kata Li Yangzhen (59), pembeli rutin telur ini. Namun, tidak semua orang menggemarinya.

Tentu semua itu kembali lagi kepada setiap orang. Ada yang menganggapnya begitu penting, ada pula yang sudah merasa jijik lebih dahulu. Tapi terkadang suatu tradisi seseorang terdengar aneh buat orang lainnya.

Sumber : kompas.com/lois horiyanti
Halaman :
1

Ikuti Kami