Ancaman Buaya dan Ikan Besar Menanti Setelah Kapalku Karam

Family / 30 March 2012

Kalangan Sendiri

Ancaman Buaya dan Ikan Besar Menanti Setelah Kapalku Karam

PrincessPina Cahyonoputri Official Writer
9059

Sudah menjadi kegiatan rutin bagi Sahat Simanjuntak untuk berpergian ke luar daerah, sehingga pada saat dia pamit untuk bertugas, tidak ada firasat apapun yang dirasakan oleh Dinny, istrinya. Namun saat malam tiba, keanehan terjadi. Sahat tidak bisa dihubungi dan tanpa sebab yang pasti, anak bungsunya tak henti menangis. Hal ini membuat Dinny cemas.

Keesokan harinya barulah Sahat menghubungi Dinny. Lewat pembicaraan singkat itu, Sahat menyatakan keinginannya untuk pulang dan meminta Dinny untuk mengumpulkan anak-anak mereka karena dia ingin berbicara.

Sesampainya di rumah, Sahat terlihat berbeda. Dia terlihat begitu merindukan keluarganya padahal kepergiannya baru terhitung hari. Dinny hanya bisa menyimpan penasaran, namun saat seorang putranya bertanya tentang oleh-oleh apa yang dibawa Sahat, suasana pun berubah.

Sahat mengeluarkan sebuah kantong plastik yang berisi baju yang penuh dengan lumpur. Sahat yang melihat istri dan anak-anaknya mulai kebingungan, akhirnya mulai bercerita. Sebuah kisah yang tidak akan pernah dilupakannya.

Kapal yang ditumpangi Sahat bersama rekan-rekannya karam ketika baru 45 menit perjalanan mereka menuju sebuah pulau. Semua penumpang lompat ke laut dan menghilang, terbawa ombak, tinggallah Sahat seorang diri terkatung-katung di lautan. Hanya sebuah drum kosong yang berhasil diraih Sahat dan membuatnya tetap bertahan di lautan.

Sahat tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, sepanjang matanya memandang hanyalah lautan. Saat dia berpikir inilah akhir hidupnya, ada sebuah yang sangat jelas berbisik di telinganya. “Ini bisikan tapi ini sangat nyata, saya jelas sekali menerima itu,” jelas Sahat. Suara itu mengingatkan Sahat bahwa Tuhan tidak akan meninggalkannya sendiri.

Suara itu membuat Sahat kembali bersemangat, dan selang beberapa waktu Sahat mulai melihat daratan. Sesampainya di sana, darat langsung berlutut untuk mengucap syukur. Namun begitu dia melihat hamparan pasir pantai di depannya, dia tersentak. Jejak-jejak cakar asing nampak tepat di depan matanya, ketakutan pun mulai merasukinya.

Sahat memutuskan untuk berjalan mengelilingi pulau untuk mencari penduduk, namun dia tidak mendapat apa-apa. Hanya hamparan semak bakau yang menjadi saksi bisu. Tiba-tiba seekor lalat berukuran besar yang berwarna hijau mengigitnya, gigitan itu meninggalkan bekas dan rasa gatal yang luar biasa di tangan Sahat.

Tanpa berpikir panjang, Sahat membalurkan pasir pantai ke sekujur tubuhnya. Cara itu berhasil, tidak ada lagi lalat yang menyerangnya. Sembilan jam setelah kapal karam, kondisi Sahat makin memburuk. Dia makin kehausan dan kehabisan tenaga, tidak sanggup lagi berjalan, Sahat pun merangkak untuk melanjutkan perjalanannya.

Saat tubuhnya makin tidak berdaya, sebuah suara membuatnya kembali terjaga. Ternyata itu adalah suara mesin kapal nelayan. Dengan sisa tenaganya Sahat berteriak untuk minta pertolongan. Nelayan yang menyelamatkannya langsung memberi Sahat minum,  membalurkan balsem dan menyelimuti Sahat dengan selimut.

Sesampainya di permukiman penduduk, Sahat bertemu dengan rekan-rekannya yang mengalami hal yang sama dengannya. Menurut kepala desa, ini adalah hal yang sangat ajaib, karena biasanya semua penumpang yang kapalnya karam tidak pernah selamat. Ikan-ikan besar di laut adalah ancaman mereka, dan jika mereka sampai di darat, ancaman dari buaya pun tak kalah menakutkan.

Keluarganya yang mendengar penuturan Sahat terpaku, sambil menangis mereka pun saling berpelukan. Mereka begitu mengucap syukur atas perlindungan Tuhan sehingga Sahat bisa kembali berkumpul bersama keluarga.

“Saya menyadari bahwa hidup saya di mata Tuhan itu berharga, semakin saya mengenal Dia, semakin saya dibentuk dan saya semakin bersyukur,” saksi Sahat. “Tuhan selalu ada dan memberikan kekuatan pada kita saat kita lemah.” Ungkap Sahat mengakhiri kesaksiannya.

Sumber : V120124212852
Halaman :
1

Ikuti Kami