Membentuk Kemandirian Anak Secara Kristiani (1/2)

Parenting / 25 March 2012

Kalangan Sendiri

Membentuk Kemandirian Anak Secara Kristiani (1/2)

Budhi Marpaung Official Writer
7754

Sebagai orang tua, peran Anda bukanlah hanya mengajarkan dan mendidik iman Kristen sejak kecil kepada anak-anak Anda, tetapi juga membentuk kemandirian mereka. Ini tidak berarti Anda mengarahkan mereka menjadi seorang yang individualis, tetapi agar mereka dapat hidup berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).

Pertanyaan sekarang, apa yang perlu diperhatikan untuk membentuk kemandirian tersebut?

A) Mengajar etika dan moralitas, karakter, dan ilmu-ilmu   

Mengajarkan kepada anak tentang etika, moralitas, karakter dan ilmu itu sama dengan Anda sedang membentuk keseimbangan antara pengertian iman dengan kehidupan sehari-hari sebagai wujud aplikasinya. Banyak orangtua “Kristen” yang melupakan aspek pengajaran iman dan hanya menekankan aspek pendidikan kognitif semata, akibatnya, sampai dewasa, anak-anak mereka tidak memiliki iman yang beres.

Pendidikan kognitif (akademis) tanpa iman akan menciptakan para penjahat di masa depan, karena tidak dibarengi dengan pengertian iman, etika, moralitas, dan karakter. Oleh karena itu, sudah seharusnya Anda mengajar iman Kristen terlebih dahulu kepada anak-anak Anda, baru setelah itu hal-hal lain, seperti: etika, moralitas, karakter, dll, sehingga struktur pikiran anak-anak Anda dari kecil mulai terbentuk mulai dari takut akan Tuhan, lalu mulai menguasai banyak hal untuk memuliakan-Nya.

(1) Mengajar etika dan moralitas

Etika dan moralitas berbicara mengenai apa yang baik dan tidak yang berkaitan dengan nilai hidup. Etika dan moralitas dipelajari bukan karena kita ini adalah orang Timur, melainkan karena Alkitab sudah mengajarkannya. Etika dan moralitas Alkitabiah adalah etika dan moralitas yang theosentris, itulah yang kita taati. Sedangkan etika-etika dan moralitas duniawi yang MELAWAN Alkitab tidak boleh kita taati. Hal ini tidak berarti kita anti-duniawi. Yang penulis maksud adalah jika ada etika-etika (dan moralitas) sekuler yang tidak melawan Alkitab, kita ikuti, tetapi yang melawan Alkitab, hal tersebut tidak boleh kita ikuti.

Sebagai contoh, Etika dan moralitas Alkitabiah mengajarkan untuk menghormati orangtua (Kel. 20:12). Hal yang mirip juga diajarkan oleh etika dunia Timur khususnya dari filsafat Tionghoa yang menganut kepercayaan Budha dan Kong Hu Cu. Tetapi bedanya, filsafat Tionghoa tentang menghormati orangtua itu diekstrimkan, sehingga menghormati orangtua tidak ada bedanya dengan menyembah orangtua. Tidak heran, ketika orangtua meninggal, anak-anak mereka (bahkan ada yang sudah “Kristen”) masih ikut-ikutan sembahyang di depan foto orangtua mereka, bahkan ada yang membeli roti, mobil-mobilan, dan hal-hal lain untuk diletakkan di depan foto orangtua mereka.

Alkitab mengajar kita untuk menghormati orangtua, bukan untuk menyembah orangtua. Menghormati orangtua dilakukan ketika orangtua masih hidup, bukan ketika orangtua sudah meninggal. Ketika orangtua kita meninggal, lalu kita sembahyang, itu tandanya kita tidak lagi menghormati, tetapi sudah menyembah, karena yang kita hormati sudah meninggal. Dan lagi, Alkitab mengecam keras bahwa barangsiapa yang menyembah ilah-ilah lain di luar Allah, mereka akan dihukum Allah sampai keturunan yang ketiga dan keempat (Kel. 20:4-5).

(2) Mengajar karakter

Karakter berbicara mengenai sifat, kepribadian dari seorang manusia. Banyak orang yang sering menyembunyikan karakter mereka, seolah-olah mereka itu baik, apalagi kalau di gereja. Karakter akan nampak jelas saat kita berhadapan dengan kesulitan. Orang yang memiliki karakter dewasa ketika menghadapi kesulitan, ia tidak mudah mengomel/bersungut-sungut atau meminta orang lain memperhatikan dirinya, tetapi orang yang karakternya dewasa akan berusaha menahan dan menyangkal diri di dalam kesulitan itu, lalu berusaha mencari jalan keluarnya serta berharap kepada Tuhan. Orangtua Kristen harus mengajar anak-anak mereka untuk memiliki karakter Kristen yang dewasa, yaitu dengan:

Pertama, belajar menyangkal diri di dalam kesulitan. Ketika ada kesulitan menghimpit, Anda harus mengajar anak-anak untuk tidak membicarakannya kepada orang lain terlebih dahulu, melainkan harus menyangkal diri. Belajarlah untuk menanggung kesulitan itu sendiri, baru kalau memang kesulitan itu benar-benar tidak bisa kita atasi, kita boleh mensharekan kepada orang lain. Jika memang tetap tidak bisa, berdoalah kepada Tuhan dan percayalah Ia akan memberikan kekuatan ekstra kepada kita untuk menghadapi kesulitan itu.

Kedua, belajar memperhatikan orang lain. Di dalam kesulitan dan dalam segala hal, biasakan untuk tidak mencari perhatian dari orang lain, tetapi justru memberi perhatian kepada orang lain. Orang yang karakternya dewasa segera tanggap ketika mereka mengetahui orang lain sedang kesusahan, misalnya dengan memperhatikan mereka baik dari segi kesehatan, dana, dll. Sedangkan orang yang karakternya tidak dewasa terus-menerus mencari perhatian dari orang lain, misalnya dengan keantikan pribadinya, misalnya berbicara sendiri ketika khotbah disampaikan, dll.

(3) Mengajar ilmu-ilmu

Setelah mengajar etika dan moralitas ditambah karakter, barulah Anda mulai mengajar anak-anak dengan ilmu. Mengajar ilmu dari kecil itu penting. Misalnya, mengajar 1+1=2, lalu mengajar nama benda-benda, binatang, dll. Setelah mengajar ilmu tersebut, jangan lupa untuk mengaitkannya dengan Allah sebagai Pencipta. Misalnya, ketika Anda mengajar anak Anda bahwa ini jerapah, ini gajah, dll, segeralah mengaitkannya bahwa semua binatang ini diciptakan oleh Tuhan. Ilmu yang diintegrasikan dengan iman mengakibatkan anak dari kecil langsung mengerti aplikasi iman di dalam kehidupan sehari-hari khususnya di dalam bidang pengetahuan, sehingga ketika dewasa, mereka memiliki paradigma yang theosentris, yaitu takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan (Ams. 1:7), bukan mendewakan pengetahuan sebagai segala-galanya.

B) Mengajar bijaksana

Setelah mengajar etika dan moralitas, karakter, dan ilmu-ilmu, para orangtua Kristen dituntut untuk mengajar anak-anak mereka tentang kebijaksanaan. Kepandaian dan akhlak itu perlu dan penting, tetapi harus disertai dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang harus diajarkan meliputi dua hal:

(1) Bijaksana dalam mengambil keputusan

Sejak kecil, hendaklah Anda mengajar anak-anak untuk bijaksana dalam mengambil keputusan. Hal ini harus dibiasakan dari hal-hal sepele/kecil. Lalu, setelah itu, ketika anak sudah mulai remaja, ajarlah mereka untuk bijaksana memikirkan sesuatu dari perspektif jangka panjang dan terlebih penting kaitkan itu dengan rencana dan kehendak Allah di dalam hidup mereka. Ketika sesuatu dilihat dari perspektif kedaulatan Allah dan jangka panjang, maka kita bisa memiliki pandangan yang luas dalam menggenapkan rencana dan kehendak-Nya. Misalnya di dalam memilih pasangan hidup dan pekerjaan.

(2) Bijaksana dalam mengelola: waktu, keuangan, dll

Bijaksana bukan hanya dalam mengambil keputusan, tetapi juga dalam mengelola: waktu, keuangan, dll. Mengapa banyak orang Kristen hari-hari ini hidupnya kacau? Karena banyak orangtua Kristen kurang mendidik pentingnya pengelolaan waktu, keuangan, dll. Banyak orangtua Kristen membiarkan anak-anaknya terlalu banyak memakai waktu untuk hal-hal yang tidak penting, misalnya jalan-jalan ke mal. Jalan-jalan ke mal itu tidak salah, karena itu suatu refreshing, tetapi hal tersebut tidak boleh kita lakukan hampir setiap hari.

Belajarlah mengelola waktu dengan memilah-milah aktivitas yang terpenting dengan yang tidak penting. Untuk aktivitas yang penting bahkan terpenting, sediakanlah waktu yang paling banyak, sedangkan untuk aktivitas yang kurang atau bahkan tidak penting, luangkan waktu sedikit. Misalnya, waktu ke gereja, saat teduh, berdoa, dll, sediakanlah waktu yang paling banyak, sedangkan untuk pergi ke mal, dll, luangkan waktu sedikit. Itulah wujud kedewasaan Kristiani yang sehat yang harus diajarkan oleh para orangtua Kristen kepada anak-anak mereka sejak kecil.

bersambung....

Sumber : in-christ.net/bm
Halaman :
1

Ikuti Kami