Demi Uang, Nyawapun Siap Kuambil

Family / 21 March 2012

Kalangan Sendiri

Demi Uang, Nyawapun Siap Kuambil

Lois Official Writer
6351

Dari seorang preman di pinggir jalan dan diangkat menjadi bodyguard seorang bos besar merupakan kebanggaan sendiri bagi diri Ferry Ardianto. Suatu ketika, ketika Ferry dan anak buahnya mengantar ‘barang dagangan’ bosnya, kapal mereka diserang. Lalu terjadilah tembak menembak dengan perompak di laut. Tentunya, untuk mempertahankan, tidak ada rasa takut dalam diri mereka.

Suatu hari, bos besarnya ini ternyata ditangkap polisi. “Daripada saya ikut dia lagi dan tunggu dia ‘gede’, lebih baik saya alih profesilah…” kata Ferry tentang kejadian masa lalunya. Ferry pun kemudian ikut salah seorang temannya melakukan pengoplosan solar. Hasil yang didapat pun lumayan besar.

Meskipun hasil yang didapat besar, uang itu tidak pernah dibawa pulang oleh Ferry ke rumah, kepada anak istrinya. Dia malah ke diskotek. Tidak hanya itu, Ferry seorang yang ringan tangan. Baru beberapa bulan menikah, dia kerap menganiaya istrinya, Sarah Chandra.

Hasil usahanya akhirnya berbuntut jelek. Ada orang yang melaporkannya dan kemudian dia pun ditangkap polisi. Dia diinterogasi oleh polisi, namun karena pengacaranya mampu mendapatkan surat pembebasan, dia pun dilepaskan. Ferry kemudian mencari tahu siapa dalang yang melaporkannya. Usut punya usut, ternyata pelakunya adalah teman usahanya sendiri, yang merupakan seorang polisi juga.

Ferry mengundangnya minum-minum di suatu tempat terbuka, di tengah hutan bersama teman-temannya yang lain. Di tengah kemabukan, Ferry pun berpikir untuk membalas dendam. Maka dari itu, dia ambil pistol dinas temannya itu dan menembaknya. Ternyata, yang kena adalah pantatnya dan itupun hanya menyerempet. Namun, karena percobaan pembunuhan itu, setelah sidang selama satu setengah tahun, Ferry pun mendekam dalam penjara.

“Meskipun susah-susahnya di dalam penjara, patut saya acungi jempol. Istri dan anak saya itu sering menjenguk.” kisah Ferry. Sarah juga ingat bagaimana dia mempersiapkan ulang tahun suaminya, bagaimana ketika semua teman-teman sudah datang, namun justru suaminya belum muncul-muncul juga. Di hari itu, ada sebuah lagu yang berbunyi agar kita harus menyerahkan semua hal kepada Tuhan. “Saat saya dengar lagu itu, saat itu baru saya merasa yakin bahwa suatu hari saya akan ketemu jalan keluarnya..” cerita Sarah. “Tuhan, saya nggak kuat sama suami saya. Sekarang saya serahkan suami saya sama Engkau, Tuhan..” doa Sarah.

Keluar dari penjara, Ferry bertekad untuk membalas dendam. “Orang dia sudah mematikan mata pencaharian saya, ya…dia harus mati jugalah..” katanya. Setelah dia rencanakan, dia pun bertindak. Saat di depan jalan raya, ada beberapa ruko tempat Ferry berjalan. Tiba-tiba, ada orang yang melompat ke arahnya dan memeluknya.

“Puji Tuhan, kamu si Ferry kan? Ferry yang biasa saya besuk?” kata hamba Tuhan itu. Ternyata, dialah hamba Tuhan yang sering membesuknya ketika di dalam penjara. “Dia peluk sepeluk-peluknya. Sekenceng-kencengnya dia peluk saya.” cerita Ferry tentang pertemuan itu. Hamba Tuhan itupun mengajaknya ke ruko tempatnya beribadah.

“Hari ini adalah hari yang indah di dalam hidup saya. Di usia saya yang 75 tahun ini, seorang anak yang hilang telah kembali.” kata hamba Tuhan itu. Saat itu, Ferry belum tahu apa yang dimaksud dengan anak terhilang, yang dia tahu adalah dirinyalah yang dimaksudkan hamba Tuhan itu. Di depan mimbar, dia dipeluk kembali oleh hamba Tuhan yang ternyata merayakan ulang tahunnya. Ferry tidak tahu apa yang terjadi di hari itu, dia hanya merasa saat itu perasaannya sedikit lega, dia merasa ringan.

Sesampainya di rumah, dia mulai mempertanyakan dirinya sendiri. “Sebenarnya, apa sih tujuan hidup gua? Gua ga bisa begini terus. Gua harus berubah. Gua harus berubah…”katanya di dalam hati.

Dia pun datang ke sebuah kebaktian tentang hati seorang bapa. Saat itu, di dalam hati Ferry tidak terima. Karena bapaknya seorang yang kasar, buat apa dia pikirkan tentang hati seorang bapak yang lembut. Dia ingat bagaimana bapaknya sering memarahinya dan sering menempelengnya. Secara nalar, Ferry tidak dapat menerima khotbah itu. Namun entah kenapa, hatinya tetap tersentuh.

Di sana, dia maju ke depan dan didoakan. Dia berteriak memanggil Bapa dan Bapa mendengar doanya. “Dengan kedua tangan yang terbuka Dia tarik saya, Dia cabut saya. Saya merasakan betul, kasih Bapa begitu sayang di dalam kehidupan saya, sehingga saya yang mau berbuat jahat, saya yang mau berbuat tidak benar lagi, itu ditarik.” terang Ferry.

“Saya betul-betul sungguh menyesal, terutama terhadap istri saya. Saya sia-siakan begitu saja selama 26 tahun.” Saat itu dia mendatangi istrinya dan meminta maaf. Dia katakan untuk tidak akan berbuat hal-hal buruk lagi kepada istrinya. “Saya bingung, padahal dia tidak pernah mengatakan kata-kata maaf kepada saya.” Sahut Sarah.

“Setelah mereka memaafkan saya, rasanya benar-benar plong, rasanya hati ini jadi kosong. Bukan kosong apa ya, tapi kosong dari segala perbuatan jahat.” Cerita Ferry. Setelah 26 lewat, barulah Sarah melihat perubahan di dalam diri suaminya dan merasa bahwa dia ada suami.

“Memang buat saya tidak mudah, tapi saya banyak belajar untuk mengenal dan mengerti apa itu kasih Yesus. Sampai saat ini, walaupun ada orang yang menghina saya, sekalipun menampar saya, saya tidak akan membalas. Karena saya betul-betul ingin membuktikan, teladan Yesus mengubahkan saya yaitu teladan kasih dan yang penuh dengan kesabaran.” Akhir kesaksian Ferry.

Yesus memanggil Ferry untuk datang kepada-Nya dengan cara yang aneh dan tidak bisa dipikirkan oleh manusia. Ketika dia berniat hendak membunuh seseorang, justru di saat itulah Dia ambil anak yang terhilang ini. Percayalah, tidak ada yang mustahil.

 

Sumber Kesaksian :
Ferry Ardianto
Sumber : V111219154250
Halaman :
1

Ikuti Kami