Ayahku yang Keras Buat Aku Jadi Pecandu Narkoba

Family / 14 December 2011

Kalangan Sendiri

Ayahku yang Keras Buat Aku Jadi Pecandu Narkoba

PrincessPina Cahyonoputri Official Writer
5588

Didikan ayahnya yang keras dan ketat terhadap uang, membuat Budi Karso menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Beberapa kali, Budi mencuri uang ayahnya secara sembunyi-sembunyi. Ketika akhirnya ketahuan, sang ayah pun ngamuk dan memukulnya dengan kemoceng juga ban pinggang.

Walaupun begitu, ibunya selalu datang membela. “Keluarga itu berantem muluk karena papa benci saya dan mama sayang saya. Papa marahin saya, tapi mama belain saya”, ungkap Budi.

Di luar rumah, Budi pun bertingkah liar. Sejak kelas 5 SD, Budi Karso akrab dengan judi khususnya judi biliard. “Biasanya kalau saya menang, uangnya saya buat untuk senang-senang seperti beli minuman (alkohol)”, ungkap Budi.

Saat duduk di bangku SMA Budi mulai mengenal narkoba dari seorang teman. Seorang temannya mengajari bagaimana cara memakai putau, Budi pun mulai terjerat dan menggunakan narkoba untuk mengisi hatinya yang kosong.

Budi juga bergabung dengan gank motor dan mulai balapan liar dan berjudi. “Saya merasa diterima, karena pada saat saya menang saya dielu-elukan dan dibanggakan seperti orang paling keren”, ungkap Budi menceritakan perasaannya.

Rahasia kenakalan Budi terus berlanjut sampai akhirnya rahasia itu terbongkar oleh kakaknya. Saat sedang membersihkan kamar Budi, kakak perempuannya menemukan sisa narkoba di kamar Budi. Mendapat laporan dari kakak Budi, ayahnya marah dan langsung mengusir Budi.

Enam bulan lamanya Budi hidup di jalanan hingga suatu saat ada sebuah perasaan aneh yang mengusik hatinya.

“Nggak tahu kenapa, malam itu kok rasanya perasaan saya nggak enak. Teman-teman saya mengajak saya untuk hepi-hepi tapi di hati kecil saya sangat ingin pulang”, cerita Budi.

Begitu sampai di rumah Budi mendapat berita mengejutkan bahwa ibunya sedang dirawat di rumah sakit. Tidak lama setelah Budi sampai di rumah, pihak rumah sakit (RS) menelpon dan mengatakan bahwa ibunya masuk ICU. Bersama kakaknya, Budi segera datang ke RS namun ternyata mereka terlambat. Dokter telah menyatakan ibunya meninggal.

Keluarga saling menyalahkan tentang penyebab kematian ibu, Budi pun tak lepas dari dakwaan. Sebagai anak yang paling disayang, Budi dianggap telah menghancurkan perasaan ibunya karena tingkah lakunya yang liar sehingga membuat ibunya stres.

“Saya sangat terpukul karena saya menganggap saya ini sebagai anak belum sempat buat mama itu seneng, yang ada justru buat mama susah muluk”, kenang Budi.

Sepeninggal sang mama, hari-hari Budi hanya diisi dengan kemarahan pada Tuhan. Budi menganggap Tuhan tidak adil karena telah memanggil orang yang paling menyayanginya.

Kekecewaan yang teramat dalam memicu Budi untuk melakukan tindakan-tindakan yang nekat seperti mencuri untuk dapat membeli narkoba.

Sampai suatu saat ketika dia sedang berjalan pulang, sekelompok massa memukulinya tanpa sebab yang jelas, bahkan ada yang meprofokasi untuk membakarnya saat itu juga. Budi yang sudah tak berdaya mulai berteriak meminta pertolongan Tuhan. Tuhan mendengar doanya, polisi datang untuk menyelamatkannya dari massa yang mengamuk dan membawanya ke kantor.

Di sana Budi baru tahu bahwa dirinya dituduh melakukan pencurian yang sebenarnya tidak dilakukannya di sebuah rumah ibadah. Setelah kesaksiannya itu, Budi akhirnya dilepaskan oleh polisi.

Penyerangan itu ternyata menimbulkan luka yang serius, satu mata Budi bahkan sempat buta. Bagai Budi, ini seperti pepatah kuno sudah jatuh tertimpa tangga.

Budi sempat berusaha untuk bangkit dengan dua kali masuk ke panti rehabilitasi, namun seolah-olah tiada gunanya. Budi mulai jenuh dengan hidupnya yang sepertinya itu-itu saja, dia mulai berpikir untuk memperbaiki hidupnya. Keluarga Budi akhirnya membawanya masuk ke panti rehabitasi Breaktrough, di sana ia mendapat sebuah pengalaman baru.

Di dalam ruang isolasi, Budi hanya mendapat sebuah Alkitab yang mau tidak mau akhirnya dibacanya juga. Satu ayat yang menarik perhatian Budi yaitu, sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju.

“Ternyata ada satu pribadi yang mau menerima diri saya apa adanya, yang mau merelakan nyawa-Nya untuk saya”, ungkap Budi menceritakan Yesus.

Budi yang awalnya membenci diri sendiri dan membenci Tuhan, akhirnya bisa berubah, dia pun berani mengambil sebuah komitmen. “Saya tidak mau mengecewakan keluarga saya lagi, saya tidak mau mengecewakan diri saya lagi terlebih mengecewakan Tuhan”, komitmen Budi.

Demi komitmennya itu, Budi mau melewati proses demi proses untuk sembuh dari ketergantungannya pada narkoba. Walaupun berat, dia percaya bahwa Yesus akan mendampingi dan memberikannya kekuatan.

Setelah berhasil melewati masa rehabilitasinya, Budi pun lepas dari ketergantungannya pada narkoba. Hubungannya dengan sang ayah pun dipulihkan, bahkan kini Budi lah yang menjaga dan merawat sang ayah. Budi tidak lagi terikat oleh kegagalan masa lalu dan mulai bisa menata hidupnya.

“Untuk lepas dari narkoba itu nggak gampang, tapi ada satu pribadi yang bisa menolong kita untuk terlepas, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Kalau saya bisa, Anda pasti juga bisa!”, ucap Budi mengakhiri kesaksiannya.

Halaman :
1

Ikuti Kami