Mencapai Titik Puas

Investment / 31 October 2011

Kalangan Sendiri

Mencapai Titik Puas

Hot Triany Nadapdap Official Writer
2305

1 Timotius 6:8,

“Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.”

Jutaan orang pada zaman ini berusaha menumpuk harta dan kekayaan. Kita sulit merasa puas dengan apa yang kita miliki ketika seluruh sistemnya dibuat agar kita merasa tidak bahagia dengan segala yang kita miliki dan menginginkan segala yang tidak kita miliki. Dari iklan hingga sikap, kita berhadapan dengan budaya ketidakpuasan. Berapa banyak uang yang dibutuhkan agar merasa puas? Biasanya sedikit lebih banyak. Uang tidak bisa membeli rasa puas atau kebahagiaan. Kita sulit dipuaskan oleh apa yang memang kita miliki, tetapi kita perlu berjuang agar merasa puas dan berjuang untuk merasa bahagia.

“Rasa puas adalah mutiara yang mahal harganya, dan siapa pun yang memperolehnya dengan mengorbankan sepuluh ribu keinginan adalah orang yang bijaksana dan berbahagia” – John Balguy.

Mencari uang tentu tidak salah, selama hal itu tidak melanggar hukum negara kita dan prinsip-prinsip firman Allah. Cara terpikir manusia bahwa segalanya untuk saya dan tidak ada untuk orang lain merupakan hal yang tidak bermoral. Orang yang memiliki prinsip yang mengabdi pada nilai-nilai Alkitab akan menjadi bendahara yang baik jika mereka menaati hukum memberi. Mereka akan merasakan kebahagiaan sebanding dengan derajat pemberian mereka. Mereka akan merasakan kebahagiaan sebanding dengan derajat pemberian mereka. Mereka akan merasa puas dengan hidup ini dan segala yang diberikannya.

Uang dan kebahagiaan tidak saling melengkapi. Benjamin Franklin mencatat, “Uang tidak pernah membuat manusia bahagia, dan tidak akan pernah. Tidak ada pada sifat dasarnya yang bisa membuat bahagia. Semakin banyak seorang memilikinya, semakin ia merasa kekurangan. Bukannya mengisi kekosongan, uang malah menciptakan kekosongan.” Ia juga berkata, “Rasa puas membuat orang miskin sebagai orang kaya; rasa tidak puas membuat orang kaya sebagai orang miskin.”

Menjadi bendahara yang baik dimulai dengan berkat dari Allah, tetapi ujian dan buah dari menjadi seorang bendahara adalah bagaimana kita memanfaatkan berkat-berkat itu. Apakah kita menjadi saluran ataukah menghentikan aliran kebaikan Allah. Apakah kita mengizinkan sungai untuk mengalir, ataukah kita membendung pasokan dari Allah? Bagi saya, hal itu adalah persoalan manajemen, bukan kepemilikan. Apakah kita kaan memberikan sedikit dan menyimpan sisanya untuk kesenangan kita sendiri? Saya kira, tidak. Allah mengharapkan kita menggunakan apa yang kita butuhkan (Dia telah berjanji akan memenuhi kebutuhan kita), lalu menggandakannya, dan mengembalikan sisanya. Menjadi bendahara berarti percaya, sambil mengenal, dan membagi-bagikan berkatnya. Berkat dari menjadi bendahara ada dalam memberi.

Banyak orang kaya yang berharap mempunyai teman. Ada orang tenar di dunia ini yang merupakan orang-orang paling bersedih di muka bumi. Bahkan, uang mereka tidak bisa menyembunyikan ketidakbahagiaan mereka dan ketiadaannya kesenangan yang mereka rasakan dalam hidup ini. Menyedihkan bila manusia menghabiskan seumur hidup untuk meraih kekayaan, hanya untuk menemukan bahwa ketika mereka akhirnya menjadi kaya, mereka masih tidak bahagia, masih merasa tidak puas dengan hidup ini, dan masih merasa sedih.

Yesus memberi tahu kita dalam Lukas 12:15 bahwa hidup seseorang dan kebahagiannya tidak terdiri dari benda-benda, harta, dan uang. Dengan kata lain, semua harta di dunia ini tidak akan menyebabkan rasa puas, juga tidak akan bisa membeli kebahagiaan.

Ketika orang kaya dalam Lukas 12:19 menyatakan bahwa setelah bekerja keras selama bertahun-tahun, mengumpulkan banyak kekayaan dan segala barang yang bisa diberikan dunia kepadanya, ia kini bisa bebas untuk bersantai sambil makan, minum, dan bersenang-senang. Ia telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk menumpuk harta yang banyak untuk bisa merasakan saat seperti ini. Pemikirannya salah, prioritasnya salah, dan karena pemikiran yang salah tersebut, ia tidak bisa menjadi bendahara yang baik padahal itulah yang dituntut dari dirinya.

Orang Kristen tidak boleh mencintai uang. Ia harus mencintai Allah. Kitab Suci tidak terlalu khawatir jika kita kaya, tetapi Kitab Suci peduli bagaimana cara kekayaan itu diperoleh dan bagaimana cara dikelolanya. Allah mengijinkan kita menjadi mitraNya. Peran Allah dalam kemitraan itu adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita (Filipi 4:19). Peran kita dalam kemitraan itu adalah untuk bekerja (2 Tesalonika 3:10). Pekerjaan kita adalah alat untuk beribadah dan pelayanan. Bila kita bekerja, kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga kita dan melayani Tuhan sekaligus. Kita juga harus bekerja dengan motivasi-motivasi yang benar (Kolose 3:23-24).

Orang kaya itu, yang disebut oleh Yesus sebagai seorang yang bodoh, adalah contoh seseorang yang mencintai uang lebih daripada hidup itu sendiri. Tetapi, Allah mempunyai rencana lain untuk dia. Setelah menyebutnya bodoh, dan setelah orang kaya itu bekerja dengan egois seumur hidup hanya agar ia bisa pensiun dengan kondisi yang senang dan mudah, Allah berkata bahwa malam ini adalah malam terakhirnya di bumi.

Sumber : Disadur dari: Buku Biblical Principles for Becoming Debt Free! (Frank Damazio&Rich; Brott)
Halaman :
1

Ikuti Kami