Cerita Menarik Tentang Koran Musalman yang Ditulis Tangan

Nasional / 13 June 2011

Kalangan Sendiri

Cerita Menarik Tentang Koran Musalman yang Ditulis Tangan

Lois Official Writer
2862

Suatu cerita menarik dari India di tengah jaman teknologi yang serba modern ini. Mereka bisa bertahan saat banyak surat kabar gulung tikar. The Musalman bertahan dengan caranya sendiri. Koran sore yang terbit di Chennai, Tamil, Nadu, India ini ditulis tangan. Sesuatu yang jarang ada dan mungkin merupakan koran satu-satunya di dunia yang ditulis tangan dan bukan dengan menggunakan teknologi seperti komputer.

Koran ini terbit empat halaman setiap hari, koran berbahasa Urdu tersebut diterbitkan sebanyak 21.000 eksemplar, kesemuanya dijual kepada pelanggan mereka. Dibutuhkan waktu tiga jam bagi tiga reporter dan kaligrafer untuk menulis berita di setiap halaman, sebelum diproses hingga menjadi koran yang siap dikirim ke pelanggan.

Jika ada breaking news, seluruh halaman itu harus ditulis ulang. Namun, kini mereka menyiasatinya dengan menyediakan sebuah kolom kecil di halaman muka untuk berjaga-jaga apabila ada berita baru. Lain lagi jika ada kesalahan tulis. Satu halaman tersebut harus diganti dan ditulis ulang. Sungguh suatu pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi dan kecermatan yang luar biasa.

Namun, surat kabar ini ingin melestarikan tradisi kaligrafi rakyat India. Bagi pemimpin redaksi The Musalman Syed Arifullah, mempertahankan tradisi adalah urusan hidup atau mati. “Kami mempertahankan tradisi ini selama 84 tahun dan setelah tahun ketiga pertama memimpin koran ini, saya mendedikasikan hidup saya untuk Musalman,” kata Arifullah yang memimpin surat kabar itu sejak ayahnya meninggal.

Surat kabar itu diterbitkan pertama kali tahun 1927 oleh kakek Arifullah, Syed Azmatullah yang kemudian mewariskannya kepada Syed Faizullah. Ayah Arifullah itu meninggal usia 76 tahun akibat infeksi paru-paru. Sejak itu Arifullah menjadi penanggung jawab surat kabar ini. Bagi para karyawan, The Musalman menjadi simbol seni yang hampir punah. Dengan bekerja di koran tersebut, mereka tidak hanya melestarikan tradisi kuno, tetapi juga bahasa Urdu.

Koran itu hampir tidak menghasilkan laba karena biaya produksi yang cukup tinggi. Namun, bagi para kaligrafer Musalman, bekerja di situ merupakan dedikasi. Kantornya bahkan sangat sederhana, bahkan tidak cukup nyaman untuk bekerja. Kantor itu suram dan penerangannya buruk, suasana juga bising karena mesin cetak berada di ruangan yang sama. Namun, karyawan Musalman tergolong setia. Apa yang mereka cari jika gaji di sana saja kecil? Rehman Hussain, kini berusia 50 tahun sudah bekerja di situ selama lebih dari 30 tahun. “Karena bisa berbahasa Urdu, kami dihormati. Dan saya akan bekerja bersama Musalman sampai napas penghabisan,” kata Hussain mengemukakan alasannya. Lain lagi dengan Usman Gani, dia mengatakan, “Kecintaan kami terhadap pekerjaan inilah yang membuat saya terikat kepada Musalman,” katanya.

Nilai manusia tidak ditentukan oleh uang (gaji) dan kekayaan. Seringkali kita melihat seseorang mempunyai profesi yang luar biasa, kedudukan yang tinggi, dan gaji yang wah. Tapi yang perlu kita mengerti adalah makna hidup yang dianut. Reporter koran ini tidak memikirkan uang, mereka mementingkan kebudayaan dan keindahan kebudayaan mereka itu. Karenanya, buatlah hidup Anda dengan sesuatu yang lebih bermakna dan penting buat Anda, bukan untuk sesuatu yang sementara sifatnya.

Sumber : kompas/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami