Kungfu Tak Sanggup Melindunginya Dari Neraka Pernikahan

Family / 25 May 2011

Kalangan Sendiri

Kungfu Tak Sanggup Melindunginya Dari Neraka Pernikahan

Lestari99 Official Writer
5186

Jangan pernah meremehkan seorang wanita. Karena di balik tubuhnya yang lemah, bisa jadi menyimpan kekuatan yang besar. Bagaimana jika kekuatan itu digunakan dalam kehidupan rumah tangganya? Seperti apa nasib suami dan anak-anaknya?

Masa kecil Miylan dipenuhi dengan hari-hari yang dipenuhi pertengkaran kedua orangtuanya. Sejak kecil ia harus menyaksikan bagaimana ayahnya menyakiti ibunya dalam kemarahan yang memuncak. Miylan hanya dapat berdiam diri di kamar sambil menangis dan merasa sangat ketakutan. Karena saat ayahnya sudah marah, kemarahan itu seringkali dilampiaskan kepada setiap orang yang ada di rumah.

Goresan luka yang terus bertambah membuat Miylan bertekad ingin menjadi wanita perkasa.

“Saya hanya berpikir jika nanti saya menikah, saya tidak mau diperlakukan seperti itu,” pungkasnya. Keinginan itu dilampiaskan Miylan dengan sering menyaksikan film-film kungfu Pendekar Kelana.

Kesempatan itu akhirnya datang ketika Miylan beranjak remaja. Menginjak kelas satu SMP, salah seorang temannya mengajak Miylan untuk belajar kungfu. Dengan penuh semangat Miylan menyambut ajakan itu. Sejak itulah Miylan mulai mempelajari kungfu. Hanya satu tekadnya, ia tidak mau suatu hari nanti nasibnya sama seperti ibunya yang selalu disakiti ayahnya. Ia ingin mandiri supaya kelak ia tidak diremehkan dan diinjak-injak.

Tanpa Miylan sadari, pengalaman buruk yang dialaminya membuat ia tumbuh menjadi pribadi yang sangat kasar.

“Sifat saya berubah menjadi keras. Saya selalu merasa diri saya mampu untuk melawan. Kalau ada orang iseng di jalan yang ‘noel’ saya, meskipun ia sudah jauh, akan saya kejar dan langsung saya ‘tonjok’,” ungkap Miylan mengenai perubahan perilakunya.

Hingga Miylan beranjak dewasa, sikap orangtuanya tidak berubah justru semakin melukai hati Miylan. Suatu hari saat Miylan sudah bekerja, ayah dan ibunya berkelahi. Ayahnya yang marah masuk ke kamar dan mengunci pintu. Miylan yang hendak berangkat kerja, mengetok pintu karena ia tidak bisa berganti pakaian sedangkan jam terus melaju membuanya terlambat berangkat kerja. Namun ayahnya tak kunjung membuka pintu. Sampai akhinya Miylan menendang pintu sampai terbuka. Apa yang dilakukannya membuat ayahnya bertambah marah sampai akhirnya menampar Miylan. Hal itu semakin melukai hati Miylan. Setiap kali mengingat kejadian itu, Miylan selalu merasa bahwa dirinya tidak memiliki arti sama sekali bagi ayah dan ibunya.

Orangtuanya benar-benar tidak peduli dengan perasaan Miylan. Untuk kesekian kalinya Miylan harus menelan kekecewaan ketika ayahnya menjodohkannya dengan seseorang yang tidak dicintainya padahal ia sudah memiliki pilihannya sendiri yang tidak disetujui oleh ayahnya. Namun karena stres menghadapi tekanan yang harus dihadapinya setiap hari di rumah, Miylan merasa mungkin inilah jalan keluar baginya untuk pergi dari rumah. Iapun dengan berat hati menerima pernikahan yang telah diatur oleh ayahnya.

Maksud hati ingin beroleh kebahagiaan, namun petaka yang Miylan dapatkan setelah satu tahun usia pernikahannya. Saat hendak mencuci kemeja suaminya, ia menemukan noda lipstik di sana. Tanpa tedeng aling-aling, suaminya yang sedang tidur langsung dibangunkan dan dihujani pukulan demi pukulan oleh Miylan.

“Lu berani macam-macam sama gue, gue juga bisa macam-macam kayak lu!” teriak Miylan dalam kemarahannya.

Penderitaan Miylan semakin lengkap saat Miylan mendapati kenyataan pahit lainnya. Dari adiknya ia mendengar kalau suaminya ternyata telah memiliki anak dari wanita lain. Seperti disambar petir, Miylan langsung bergegas pulang ke rumah sambil dipenuhi amarah dan kekecewaan. Ia langsung menemui ibu mertuanya menanyakan kebenaran kabar itu. Dan ibu mertuanya membenarkan hal itu yang juga baru diketahuinya seminggu yang lalu. Miylan hanya bisa menangis dan benar-benar kecewa. Ibu mertuanya hanya dapat memeluk Miylan dan menangis bersamanya.

“Saat saya belajar untuk mencintai dia, tapi saya malah dikecewakan seperti ini. Saya benar-benar merasa kecewa saat itu,” ujar Miylan.

Degan hati yang membara, Miylan menanti kedatangan suaminya dan siap melampiaskan kemarahannya yang memuncak. Saat suaminya pulang di malam hari, Miylan langsung melayangkan tamparan ke muka suaminya berulang kali. Dengan penuh kemarahan, Miylan mengkonfirmasi keberadaan perempuan lain dan anak hasil hubungan suaminya, namun suaminya tidak mau mengakuinya.

Dengan penuh kemarahan, Miylan pun memanggil ibu mertuanya dan menghadapkannya langsung di hadapan suaminya. Ibu mertuanya juga turut memarah suaminya karena telah mempermalukan nama keluarga.

“Kamu sudah mempermalukan keluarga! Dimana kamu simpan perempuan itu? Sekarang, kamu selesaikan masalahmu dengan istrimu, jangan bikin malu mama!” teriak ibu mertua Miylan kepada anak lelakinya.

Suami Miylan hanya terdiam dan tetap tidak mengakui keberadaan perempuan dan anak hasil hubungannya dengan perempuan lain. Kemarahan Miylan membuat ia terus menampar suaminya sambil menangis.

Setelah kejadian itu selama berhari-hari tanpa kejelasan, akhirnya Miylan menanyakan pilihan suaminya. Miylan tidak mau dimadu. Kalau memang suaminya lebih memilih perempan itu, Miylan meminta agar suaminya menceraikan dirinya. Namun suaminya tidak mau menceraikan Miylan. Saat Miylan meminta suaminya melepaskan perempuan itu kalau memang tidak mau menceraikan dirinya, suaminya kembali terdiam dan tidak memberikan kepastian apa-apa.

Dalam kemarahannya, Miylan tak pernah sekalipun menanyakan hal itu kembali kepada suaminya. Selama setahun ia tetap bertahan tinggal bersama suaminya namun tak pernah sekalipun ia memandang muka suaminya.

Semua peristiwa pahit yang Miylan alami akhirnya membuat Miylan menjadi sama seperti orang yang selama ini ia benci.

“Saya tidak suka dengan karakter papa. Saya benci papa karena papa galak, jahat, tapi tanpa saya sadari semua karakter papa saya miliki. Waktu kecil, papa kalau ajari saya belajar bisa memukul meja sampai saya terlompat ketakutan kalau saya tidak memahami pelajaran yang diajarkannya. Apa yang papa lakukan, ternyata tanpa sadar saya lakukan kepada anak saya. Kalau Yoan (anak Miylan) belajar sama saya, kalau dia tidak bisa mengerjakan, akan saya pukul atau saya bicara kasar kepadanya. Hati saya merasa puas kalau saya memarahi anak di depan suami saya. Karena saya kesal kepada suami saya, tapi saya tidak memarahinya dan saya lampiaskan kepada anak saya meskipun hanya untuk hal-hal sepele. Sebenarnya suami saya tidak suka saya memarahi anaknya seperti itu, tapi dia tidak pernah bilang. Mungkin penyebab suami saya selingkuh atau punya wanita lain pun karena sifat saya yang tidak baik di matanya. Karena saya sering memarahi anak saya dan berkata kasar kepada anak,” ungkap Miylan dengan jujur.

Melalui sebuah kecelakaan kecil yang dialami suaminya, Miylan pun mulai menyadari semua perilaku buruknya. Suaminya terjatuh dari tangga. Rasa sakit yang tergambar di wajah suaminya meluluhkan hati Miylan. Sejak saat itulah Miylan mulai belajar untuk mengampuni. Tak lama setelah itu suaminya terkena stroke sampai harus dirawat di rumah sakit. Dengan setia Miylan menunggui suaminya di rumah sakit. Saat itulah rasa bersalah mulai mengusik hatinya, bagaimana selama ini perilakunya terhadap sang suami sangatlah buruk. Namun ternyata nyawa suaminya tak tertolong lagi. Rasa kehilangan begitu menguasai hati Miylan. Rasa kecewa membludak di dalam hatinya tanpa dapat dibendung lagi. Penyesalan Miylan sepertinya sudah terlambat.

Kematian suaminya menyisakan penyesalan yang tak terobati. Satu waktu Miylan mengikuti sebuah acara rohani. Saat itulah mata hatinya mulai terbuka. Miylan mendengar Firman mengenai pengampunan dan hati Bapa. Miylan benar-benar merasa betapa buruk dan kotor dirinya, jahat dan tidak layak di mata Tuhan. Miylan benar-benar minta ampun kepada Tuhan karena selama ini ia tidak bisa mengampuni. Miylan benar-benar menyesal karena telah berlaku jahat terhadap suami dan juga anaknya. Saat itulah Miylan merasakan bagaimana Tuhan mengampuni dan memeluk dirinya.

Kasih Tuhan telah mengubahkan hati Miylan yang keras dan memampukannya untuk melepaskan pemgampunan kepada orangtuanya. Kini ia bisa menjadi ibu yang baik bagi kedua anaknya.

“Mama saya sekarang berubah menjadi lebih baik, lebih sabar, penyayang, tidak galak lagi. Saya senang memiliki mama yang seperti itu,” unkap Yohana Moudy Kurniawan, putri Miylan.

“Yang bisa mengubahkan kehidupan saya, hati saya yang keras, kelakuan saya yang tidak baik, hanya Tuhan Yesus sendiri. Dia yang sanggup, Dia yang setia, saat semuanya tidak setia kepada saya, namun Tuhan tetap setia,” ujar Miylan menutup kesaksiannya.

Ada peribahasa menyatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti yang dialami oleh Miylan. Tanpa ia sadari, rasa benci kepada ayahnya membuatnya sama seperti ayahnya. Dia melakukan hal yang sama persis seperti yang ayahnya lakukan. Pernahkah Anda menyadari bahwa terkadang kehidupan kita sama seperti Miylan. Sering juga kita perhatikan bahwa anak-anak tidak melakukan apa yang orangtua katakan, namun melakukan apa yang orangtua lakukan. Sehigga setiap perbuatan kita terekam dengan kuat melalui mata dan tersimpan di dalam hati mereka. Sehigga apa yang kita tanam dalam hati seseorang, pasti akan bertumbuh dan berbuah di dalam sikap dan karakternya sehari-hari. Apa yang ada di dalam hati kita akan terpancar di dalam kehidupan kita. 

Sumber Kesaksian:
Miylan
Halaman :
1

Ikuti Kami