Terjerat Hutang, Jeffrey Berniat Bunuh Diri

Family / 17 January 2011

Kalangan Sendiri

Terjerat Hutang, Jeffrey Berniat Bunuh Diri

Puji Astuti Official Writer
9915

Nama saya Jeffrey Amin, keluarga saya sangat miskin. Waktu kecil, saya ingat sekali kami makan sehari hanya satu kali. Itupun terkadang saya masih harus berebut dengan adik saya. Kalau panen singkong, saya harus pikul dari kebun ke pasar, kurang lebih harus jalan kaki sejauh sepuluh kilo meter. Saya bertekad untuk keluar dari kemiskinan itu, untuk itu pada tahun 73 saya berangkat ke Jakarta.

Saya memulai dari berjualan kue, dan berkat bantuan seorang teman kemudian merintis usaha spare part kendaraan. Saya bekerja dengan kekuatan saya, dengan kehebatan saya, tipu sana tipu sini, dan akhirnya saya bisa menjadi kaya. Kaya mendadak.

Seringkali saya menjual spare part palsu dengan dus orisinil, tapi akibatnya penjualan saya menurun. Otomatis kalau saya membayar sales-sales dengan giro, kebanyakan cek kosong. Akhirnya nama saya rusak, dimana-mana saya dikenal karena keburukan. Akhirnya saya tidak punya pelanggan lagi, suplai barang tidak ada lagi, dan akhirnya toko saya mulai kehabisan spare part untuk dijual.

Dolom kondisi terpuruk itu saya masih terus pergi ke diskotik, di diskotik itu paling enak. Saya bisa dengar lagu dan senang-senang, tapi kalau di rumah, saya tidak bisa bersenang-senang dengan istri saya.

Bayang-bayang kemiskinan kembali muncul dalam hidup saya. Suatu hari saya pulang kerumah hanya bawa uang dua puluh ribu. Istri saya bertanya, “Dapat duit ngga papi?”

“Dapat duit cuma dua puluh ribu..”

“Ya udah, buat beli susu anak-anak saja..”

“Ngga bisa, ini buat ke diskotik..!”

Saya ngga punya belas kasihan, saya ngga peduli, mau nangis kek, ngga peduli. Pikiran saya cuma ke diskotik. Dalam perjalanan ke diskotik itu, iblis bekerja. Dia berkata, “Pak Jeffrey, utang kamu kan dimana-mana. Nama kamu sudah rusak, kamu ngga ada apa-apa lagi! Lebih baik kamu mati saja! Kamu bunuh diri saja!”

Malam itu saya menginjak gas dalam-dalam, dan mobil melaju kencang. Tiba-tiba bayangan anak-anak saya muncul yang berkata, “Papi-papi.. pulang. Jangan lakukan itu..!” Saya tidak jadi lakukan itu. Saya hanya merenung, dan melanjutkan pergi ke diskotik.

Sewaktu pulang dan tidur, saya mimpi melihat suatu bayangan, seorang laki-laki yang rambutnya gondrong dan pakai baju putih. Dan saya tidak bisa lihat wajahnya. Firman Tuhan berkata, barang siapa Ku kasihi, dia Ku tegor dan Ku hajar, relakan hatimu dan bertobat. Saya bangun, saya lihat di Alkitab ternyata persis sama.

Setelah kejadian itu, saya memiliki keinginan kuat untuk beribadah. Sewaktu di doakan, saya merasakan sukacita yang luar biasa. Sukacita yang tidak bisa dibeli dengan kekayaan apapun. Saya merasakan damai sejahtera yang luar biasa.

Kurang lebih empat tahun setelah itu, hutang saya lunas. Hutang saya total sekitar dua ratus juta. Tetapi sesuatu yang tidak terduga terjadi. Pada waktu peristiwa sembilah puluh delapan itu, karena kerusuhan dan penjarahan yang terjadi, harta yang Tuhan titipkan, kalau saya kalkulasikan sekarang sekitar 2 milyar lenyap dalam waktu satu jam. Saya tidak marah pada Tuhan, tetapi saya percaya Tuhan yang ambil. Saya minta Tuhan ampuni kalau saya ada buat sesuatu.

Tapi karena pertolongan Tuhan, beberapa bulan setelah peristiwa itu saya sudah bisa memulai kembali usahanya dan berjalan hingga saat ini. Hikmat yang saya dapatkan yaitu uang bukan segala-galanya. Saya percaya hidup saya sudah Tuhan tolong, dari ngga punya sampai punya, jatuh bangun, hanya satu yang mau saya katakan, Yesus itulah pengharapanku satu-satunya. (Kisah ini sudah ditayangkan 17 Januari 2010 dalam acara Solusi Life di o Channel).

Sumber kesaksian:

Jeffrey Amin

Sumber : V080903224229
Halaman :
1

Ikuti Kami