Ada Pasar Persaudaraan Kristen-Muslim Di NTT

Nasional / 13 December 2010

Kalangan Sendiri

Ada Pasar Persaudaraan Kristen-Muslim Di NTT

daniel.tanamal Official Writer
4963

Berbagai persoalan dan problem anak bangsa mengenai kebebasan beragama nampaknya secara tak langsung memang mengubur adanya solidaritas dan jiwa gotong royong antar umat beragam yang masih terjadi. Jarang terpublikasi tetapi menjadi inspirasi.

Ada sebuah kehidupan masyarakat tradisional suku Lamaholot, Flores, Nusa Tenggara Timur yang perlu kita teladani. Solidaritas dan persatuan masyarakat beragama Kristen dan Muslim disini begitu erat. Warga Kristen di dataran tinggi, dikenal sebagai petani asli. Warga Muslim yang menetap di pesisir pantai dikenal sebagai pelaut atau nelayan.

Kehidupan Kristen dan Muslim di Flores, atau Nusa Tenggara Timur umumnya, saling melengkapi. Mereka hidup rukun sejak ratusan tahun silam. Kedua kelompok masyarakat ini bercampur dalam perkawinan dan adat istiadat sehingga tidak ada batasan di antara mereka. Salah satu medium pemersatu mereka adalah Pasar Barter.

”Hal paling kuat yang mengikat adalah pasar barter yang berkembang sampai hari ini di kalangan suku Lamaholot, daratan Flores bagian timur. Tidak pernah muncul persoalan yang membatasi kegiatan pasar barter ini. Kalau ada kasus, selalu dilihat sebagai masalah pribadi dan tidak dikaitkan dengan agama atau suku,” kata Elias Laga, tokoh Muslim Flores Timur.

Menurut Philipus Laga Doni, Ketua Adat Desa Demondei, Flores, orang Muslim dan Kristen di kalangan suku Lamaholot mengenal semboyan hidup tite nayu baya. Artinya, satu nenek moyang, bersaudara secara adat, dan keturunan. Semboyan ini menciptakan kerukunan dan persaudaraan sejati antara warga Muslim dan Kristen. Di beberapa tempat di kalangan suku Lamaholot, bangunan gedung gereja dan masjid berdekatan satu sama lain.

Camat Adonara Timur, Flores Timur, Lewar Ismael, yang warga Muslim, mengatakan, ia menjadi camat di tengah mayoritas warga Kristen, tetapi selalu mendapat dukungan. ”Hanya ada warga yang pulang dari perantauan sering memberi informasi tidak benar dan menghasut warga untuk melakukan perbuatan yang mengganggu hubungan antar-agama. Tetapi, tindakan itu tidak pernah berhasil karena warga menyadari pentingnya hubungan persaudaraan,” kata Ismael.

Sumber : kompas.com/dpt
Halaman :
1

Ikuti Kami