Cornelis, Umur 8 Tahun Sudah Tikam Orang

Family / 1 December 2010

Kalangan Sendiri

Cornelis, Umur 8 Tahun Sudah Tikam Orang

Puji Astuti Official Writer
6190

Saat umurnya masih satu setengah tahun, ayah Cornelis Masiglaat meninggal dunia. Hal ini membuat ibunya harus merelakan Cornelis dan kakaknya untuk di rawat oleh paman dan tantenya. Kehilangan kasih sayang dari orangtuanya serta didikan yang keras dari pamannya, membuat Cornelis menjadi pribadi yang pemberontak. Bahkan saat usianya masih delapan tahun, ia telah mengenal rokok dan minuman keras.

“Saya melakukan itu, karena jika saya tidak minum akan diledek oleh teman-teman,” ungkap Conerlius.

Perkelahian bukanlah sesuatu yang asing bagi Corneliu, bahkan diusianya yang masih sangat muda itu, ia melakukan sesuatu yang sangat sadis.

“Pada siang itu saya dan kakak saya sedang main layangan di lapangan. Disana ada seorang anak bernama Abud, dia takut sama anjing dan melempar batu kepada anjing itu tapi kena saya dan layangan saya pun rusak. Kakak saya marah dan berantem sama Abud. Saat kakak saya mulai kalah, saya pukul dia dan saya cabut pisau dan saya tikam.”

Tanpa ampun, Cornelis menikam Abud. Sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa tindakannya itu akan membawanya berurusan dengan pihak yang berwajib. Saat seorang petugas polisi menjemputnya, barulah sang tante mengetahui tindakan sadis Cornelis.

“Polisi menceritakan bahwa saya telah menikam Abud,” Cornelis kecil akhirnya ditangkap dan sempat di tahan. Namun karena ia masih di bawah umur, akhirnya ia dibebaskan kembali.

Pernah merasakan berada di balik jeruji penjara ternyata tidak membuat Cornelis jera. Ia tetap bergaul dengan teman-temannya yang berandalan. Setelah kematian sang tante, ia pun mencoba peruntungannya dengan merantau ke Surabaya. Namun disana, nasib Cornelis tidak terlalu baik. Jangankan merubah nasib, untuk makan pun susah.

“Saya kalau mau makan, terkadang saya ke pasar. Singkong yang jatuh-jatuh itu saya ambil dan saya rebus. Saat itu saya rasakan sakitnya menderita, dan rasanya tidak berdaya.”

Sulitnya mencari pekerjaan di Surabaya membuat Cornelis memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke ibu kota Jakarta. Hidup sebagai gelandangan pun dijalaninya, hingga suatu hari ia melihat sebuah perkelahian.

“Pada saat saya sedang jalan di stasiun, saya lihat teman sekampung saya di pukul orang. Saya lihat dia sudah mulai kalah, kemudian saya bantu dia.”

Selepas perkelahian itu, sosok Cornelis mulai di kenal di daerah itu. Bahkan ia bersama beberapa orang temannya mulai unjuk gigi dengan keberingasan mereka. Hingga suatu hari, seorang teman menawarkan kepadanya pekerjaan baru.

“Bagaimana kalau ikut beta berlayar di kapal?” ajak orang itu.

Pekerjaan sebagai pelaut benar-benar mengubah kehidupan Cornelis. Menjadi pelaut membuat Cornelis menggapai mimpinya untuk menikmati kesenangan dan kelimpahan harta. Namun sayangnya hal itu membuat Cornelis lupa diri.

“Saya punya uang banyak dan saya foya-foya,” tutur Cornelis yang menghamburkan uangnya untuk minuman keras, judi dan juga wanita.

Bahkan setelah mengenal seorang gadis yang kemudian ia persunting menjadi istrinya, tabiat Cornelius tidak juga berubah. Pulang dalam keadaan mabuk adalah sesuatu yang ia biasa lakukan. Saat sang istri mencoba mengingatkannya, Cornelis malah mencaci maki dengan kata-kata yang kasar.

“Memang dia secara fisik tidak menyakiti saya, tapi kata-katanya itu terkadang sangat menyakiti saya,” ungkap Selvia, istri Cornelis. “Hati saya sedih banget, amat sangat sakit.”

Selvia hanya bisa menangis dan mengungkapkan semua rasa sakit hatinya kepada Tuhan, “Kalau ngga ada kekuatan dari Tuhan, saya juga ngga kuat.”

Selama tujuh tahun, Selvia tekun berdoa bagi Cornelis, beriman bahwa Tuhan pasti sanggup mengubah suaminya itu. Hingga suatu hari, seorang pendeta berkunjung ke rumah mereka.

“Pendeta itu melayani saya, menceritakan kasih Tuhan itu begitu besar dalam kehidupan kita dan sanggup mengubah kita. Dia menderita di kayu salib untuk kita.” Mendengar penjelasan hamba Tuhan itu, Cornelis merasakan kasih Tuhan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya menjamah hatinya. Ia menangis dan begitu terharu akan kasih Tuhan.

“Saya merasa sukacita sampai air mata saya keluar. Saya merasakan senang karena kasih sayang Tuhan mengalir dalam hidup saya.”

Sejak saat itu, Cornelis menemukan kehidupan yang baru. Ia telah mengampuni sang paman yang kerap kali memukulnya sewaktu kecil, dan juga meminta maaf pada sang istri atas perlakuannya yang kasar selama ini. Pribadi Cornelis yang dulu sangat kasar, kini telah Tuhan ubahkan menjadi pribadi yang lembut. (Kisah ini ditayangkan 1 Desember 2010 dalam acara Solusi Life di O Chanel).

Sumber Kesaksian :

Cornelis Masiglaat

Sumber : V101123173416
Halaman :
1

Ikuti Kami