Perda Syariah Diskriminasikan Perempuan

Nasional / 28 November 2010

Kalangan Sendiri

Perda Syariah Diskriminasikan Perempuan

daniel.tanamal Official Writer
7672

Komisi Nasional Perempuan mengungkapkan, ternyata ada 189 kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat hingga tingkat daerah, yang diskriminatif terhadap perempuan. Kebijakan atau peraturan daerah tersebut merampas kebebasan berekspresi, hak rasa aman karena mengkriminalisasi perempuan.

“Banyak peraturan mendiskriminasi dan mengkriminalisasi perempuan dengan mengidentitaskan agama tertentu. Banyak kasus perempuan ditangkap hanya karena cara mereka berbusana,” ujar Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Andy Yentriyani di Jakarta, Kamis (25/11).


Dia mencontohkan perda-perda mengkriminalisasi perempuan antara lain, perda-perda tentang prostitusi antara lain Peraturan Daerah Tangerang No 8/2005 dan Perda Bantul No 5/2007, serta Perda Aceh tentang syariah Islam yang memaksakan busana tertentu.

Perda-perda tersebut mengkriminalisasi perempuan karena perempuan dirazia dan ditangkap didasarkan cara berpakaiannya.

Ditegaskannya cara berpakaian atau berbusana adalah ruang privat yang seharusnya tidak diatur oleh negara. “Perda-perda berbasiskan agama tertentu bertentangan dengan konstitusi dan Pancasila karena mematikan kemajemukan. Masalah sosial seperti moralitas bila penyelesaiannya menyebabkan kekerasan terhadap perempuan adalah salah,” katanya.


Dia meminta presiden mencabut seluruh kebijakan atau peraturan-peraturan yang berbasis moralitas dan agama dan melakukan kebijakan ulang yang menjamin hak asasi manusia dan warga negara serta merawat cita-cita berbangsa dan bernegara. Hal senada diutarakan Country Representative The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Dwi Rubiyanti Kholifah.


Dikatakannya, banyak perda-perda Syariah atau berbasis agama yang bukan mengatur hal substansial karena hanya berkutat pada symbol-simbol. “Banyak perda-perda syariah Islam yang mendiskrimanasikan  perempuan terkait simbol-simbol berpakaian, bahkan perda tersebut turut memaksa agama lain. Kemudian ada juga wacana perda keperawanan di Jambi sangat mendiskriminasi perempuan,” katanya.

Peraturan-peraturan yang berbasis agama  harus ditolak karena Indonesia adalah negara Pancasila yang memiliki kemajemukan agama dan etnis. Pemerintah pusat harus memberikan perhatian serius terhadap munculnya perda-perda berbasis agama tertentu, pemerintah harus mengaudit dan menghapus kebijakan daerah yang bertentangan dengan Pancasila. Perda-perda tersebut memiliki pretensi menimbulkan ketegangan sosial, mengancam persatuan dan kesatuan.

Sumber : Berbagai sumber/dpt
Halaman :
1

Ikuti Kami