Tragedi Kekerasan Atas Nama Agama, Kapankah Akan Berakhir?

Internasional / 15 September 2010

Kalangan Sendiri

Tragedi Kekerasan Atas Nama Agama, Kapankah Akan Berakhir?

Lestari99 Official Writer
5228

Agama sebagai sebuah keyakinan mengajarkan nilai-nilai luhur dan seharusnya menjadi jalan menuju perdamaian. Namun yang terjadi saat ini, kekerasan atas nama agama telah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi kejahatan terburuk yang telah mengisi peradaban manusia.

Jajang Jahroni, seorang peneliti dari Jaringan Islam Liberal mengatakan perilaku kekerasan agama di Indonesia berkorelasi positif dengan pemahaman agama yang tekstual, dan pemahamam itulah yang pada akhirnya mendorong timbulnya perilaku kekerasan agama. Seperti amar makruf nahi munkar, salah satunya, lawan kemaksiatan dengan tangan. Ada yang mengartikan tangan secara fisik namun ada juga yang mengartikan sebagai action atau tindakan. Misalnya, jika ada perbuatan maksiat, maka dilawan dengan tindakan, misalnya bekerja sama dengan pihak terkait, membuka lapangan pekerjaan agar mereka tak lagi melakukan tindakan maksiat. Mereka yang mengartikannya secara tekstual akan memakai kekerasan fisik untuk merealisasikan tujuan mereka dalam melawan kemaksiatan.

Survei yang dilakukan Jajang Jahroni menunjukkan  bahwa orang yang bersedia merusak gereja yang tidak memiliki izin berjumlah 14,7%, mengusir kelompok Ahmadiyah 28,7%, merajam orang berzina 23,2%, perang melawan non-muslim yang mengancam 43,5%, menyerang atau merusak tempat penjualan minuman keras 38,4%, mengancam orang yangg dianggap menghina Islam 40,7%, jihad di Afghanistan dan Irak 23,1%, dan jihad di Ambon dan Poso 25,2%. Sementara untuk bentuk tindakan kekerasan yang bersifat domestik, diperoleh tingkat kesediaan berikut: mencubit anak agar patuh pada orangtua 22%, memukul anak di atas sepuluh tahun agar salat 40,7%, suami memukul istri jika tidak melakukan kewajibannya 16,3%.

Di Indonesia saja kekerasan atas nama agama menjadi suatu hal yang nyata meskipun dalam banyak kasus di masa lalu, banyak hal yang ditutup-tutupi dan tidak terekspos di media. Wahid Institue dalam The Jakarta Post edisi 21 Agustus 2009 melaporkan adanya peningkatan kekerasan agama di Indonesia. Tercatat ada 232 kasus berkenaan dengan kekerasan agama pada tahun 2009, sedangkan di tahun 2008 dilaporkan hanya ada 197 kasus.

Kekerasan ini juga dilakukan oleh ormas yang berlabel agama. Seperti laporan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri di depan rapat gabungan Komisi DPR RI dan pemerintah pada hari Senin (30/8) lalu yang mengungkapkan di tahun 2007 tercatat 10 tindakan kekerasan dilakukan ormas. Jumlah tindakan kekerasan menurun menjadi 8 di tahun 2008, namun meningkat tajam menjadi 40 tindakan kekerasan ormas di tahun 2009. Dan di tahun 2010 saja yang baru berlangsung tengah tahun pertama telah terjadi 49 tindak kekerasan yang dilakukan ormas. Dan Kapolri secara tegas menunjuk salah satu ormas Islam sangat dominan dalam melakukan 107 tindak kekerasan tersebut.

Secara gamblang kita dapat melihat bahwa Indonesia saat ini sedang berhadapan dengan gerakan Islam fundamentalis yang berusaha mendirikan negara Islam. Dan hal inilah yang menjadi sumber terbesar kekerasan agama yang terjadi di negara ini. Bukan hanya gereja atau kelompok agama lain yang dianggap sebagai musuh melainkan juga kelompok Islam lainnya yang tidak setuju dengan ide negara Islam tersebut. Daftar kekerasan atas nama agama pun semakin panjang mewarnai kehidupan beragama di negeri ini.

Sebagai orang Kristen, sikap kita tetaplah tidak berubah sebagaimana teladan yang diberikan oleh Yesus sendiri. Yesus secara jelas memerintahkan kita untuk mengasihi musuh kita dan mendoakan siapapun yang menganiaya kita. Dan tugas kita sebagai orang Kristen pada saat ini bukanlah menjalankan hukuman dan bertindak sebagai Allah yang menghakimi dunia, melainkan menjalankan hukum kasih dan menyerahan penghakiman sepenuhnya kepada Allah sendiri.

Sikap ini terlihat jelas dari kesaksian maupun kisah nyata mereka yang mengalami kekerasan dan penganiayaan atas nama agama. Masih ingat tragedi Poso, bagaimana tiga siswi SMA, Theresia, Yarni dan Alvita dibantai secara tragis pada 29 Oktober 2005? Inilah pernyataan langsung dari para orangtua korban:

Nice Lingkeka (Ibunda Alvita): Kami mendoakan pelaku-pelaku itu, supaya Tuhan mengampuni segala perbuatan yang jahat itu. Dan biarlah Tuhan mengubah pikiran-pikiran yang jahat itu supaya di kehidupan ke depan ini dia tidak akan berbuat seperti itu lagi, supaya kota Poso bisa aman.

Nimu Wadenda (Ibunda Theresia): Kami berdoa, terhadap pelaku-pelaku, supaya kami dapat mengampuni mereka, sama seperti Tuhan mengampuni kami. Jadi semuanya ini hanya kami serahkan ke dalam tangan Tuhan.

Hederita Rongkombulu (Ibunda Yarni): Kami mendoakan mereka, agar Tuhan Yesus mengampuni mereka.

Dan kasus terakhir yang sedang menjadi sorotan saat ini, tragedi HKBP Pondok Timur Indah Bekasi. Sikap yang sama ditunjukkan oleh keluarga korban. Lensiana Septiani, putri tertua dari  Sintua Hasian Lumbantoruan Sihombing yang mengalami luka tusuk di perut, mengatakan dengan tegas, “Kita seluruh keluarga memaafkan siapapun yang bertanggungjawab dalam peristiwa ini. Kita tidak mempunyai hak untuk membalas. Tuhan Yesus bilang umat-Nya harus selalu memaafkan. Ia mengajarkan seberapa pun kesalahan orang harus kita maafkan.”

Apapun yang terjadi, sikap kita sebagai orang kristen tidak akan berubah. Pengampunan akan selalu menjadi sebuah sikap yang harus kita ambil. Meskipun pengampunan merupakan sebuah keputusan yang sulit untuk diterima logika manusia, namun dengan mengasihi dan mengampuni kita akan membuka pintu anugerah Tuhan. Ketika kita menabur kasih dan pengampunan, maka kita juga akan menuai kasih dan pengampunan dari Tuhan. Inilah yang membuat hidup Anda dan saya berarti.

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami