Dendam Menjebak Victor Dalam Kelamnya Narkoba

Family / 22 June 2010

Kalangan Sendiri

Dendam Menjebak Victor Dalam Kelamnya Narkoba

Lestari99 Official Writer
6002

Victor Jacob, baginya rumah merupakan sarang yang nyaman untuk menikmati kehidupan narkoba. Victor hanya berpikir toh ibunya sudah tahu, jadi dia tinggal mengumpulkan teman-temannya dan mereka bebas menggunakan putau di rumahnya.

Kalau ibunya pulang, Victor dan teman-temannya tidak terlalu memperdulikan kehadirannya. Orangtua mana yang tidak emosi menyaksikan kelakuan anaknya yang seperti itu. Dengan penuh amarah, sang ibu, Fransisca, mengusir semua teman-teman anaknya untuk meninggalkan rumahnya. Namun hal itu justru membuat Victor berpikir untuk tidak memperdulikan keluarganya lagi. Bagi Victor ibunya hanyalah sekedar angin lalu.

Sekali waktu Fransisca pernah membuang barang haram milik Victor yang ditemukannya di kotak jam tangan. Victor yang menyadari kehilangan barang miliknya, dalam keadaan sakau menjadi ganas. Seperti orang kesetanan, Victor mengobrak-abrik tempat sampah rumahnya demi mendapatkan barang haram yang telah merusak jiwanya. Tidak perduli kotornya sampah, dengan ganas Victor mengacak-acak sampah seperti anjing. Melihat anaknya seperti itu, Fransisca bertekad tetap pada pendiriannya, tidak akan memberikan apa yang diinginkan anaknya. Tapi pada akhirnya kedua orangtua Victor menyerah. Sang ayah menyerahkan barang haram itu kepada Victor dengan perjanjian agar anaknya berhenti menggunakan putau.

Hati kedua orangtua Victor sangat terluka dan teriris-iris ketika menyaksikan secara langsung anak tunggalnya menggunakan putau. Mereka berharap itulah kali terakhir Victor menggunakan barang haram tersebut, namun semuanya hanya janji belaka. Hati Fransisca sangat terluka melihat keadaan Victor yang sangat tergantung kepada narkoba dan tak sanggup melepaskannya. Hati orangtua mana yang tidak akan kecewa dan sedih, anak yang diharapkan untuk masa depan keluarga pada kenyataannya hancur di depan matanya sendiri.

Hati orangtuanya yang mudah luluh membuat Victor semakin berani. Ibunya diperlakukan seperti seorang budak untuk membelikan kebutuhannya. Meskipun awalnya Fransisca menolak, namun melihat keadaan Victor yang mengeluarkan keringat dingin sampai menggigil, Fransisca pun terpaksa pergi ke apotik membeli suntikan.

Berulang kali Victor nekat melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang diinginkannya meskipun ia harus mempermalukan ibunya. Victor berani meminta ibunya untuk mampir ke bandar guna mendapatkan putau. Ancaman melompat dari mobil pun dilakukannya jika sang ibu tak mau memenuhi keinginannya. Bahkan ia langsung membuka bajunya, berniat menjual baju yang dipakainya untuk membeli putau. Dipermalukan seperti itu, dengan sangat terpaksa Fransisca pun akhirnya menemani Victor ke bandar narkoba. Dengan tegar, Fransisca mencoba untuk menghadapi semua perilaku anaknya.

“Saya menunggu di dalam mobil. Walaupun takut dan kuatir diikuti polisi, saya terus menunggu Victor sampai keluar. Saya benar-benar sport jantung saat itu dan Victor hanya bertindak seenaknya. Orangtua tidak ada harganya di mata Victor. Tapi Victor sendiri sudah besar. Mau saya pukul, mau saya apain juga percuma karena dia memang lagi sakit. Sebagai orangtua, dia yang sakit tapi kita yang merasa lebih sakit,” ujar Fransisca mengungkapkan perasaannya saat menceritakan dirinya dengan terpaksa harus mengantarkan anaknya sendiri ke bandar narkoba. Tidak ada hal lain yang dapat Fransisca lakukan untuk menyelamatkan anaknya dari jerat narkoba. Sepertinya sudah tidak ada harapan bagi Victor untuk sembuh.

Tidak perduli apapun yang terjadi, rasa sayangnya terhadap Victor membuat Fransisca harus menemani Victor berkali-kali ke bandar narkoba. Namun sesungguhnya hatinya berteriak dan menangis.

“Saya takut kalau sampai dia menggigil terus, tidak kuat menahan sakaunya dan akhirnya meninggal. Jadi saya pun terpaksa mengantarkan dia untuk membeli barang itu lagi. Sebetulnya hati kecil saya tidak mau dia seperti itu. Terkadang saya bertanya pada diri saya sendiri, untuk apa saya mengantarkan dia. Jelas-jelas dia sudah berbuat salah kok saya malah ikut terjun ke situ,” ujar Fransisca menceritakan kegalauan hatinya.

Hati Victor sudah keras membatu meskipun ia dapat melihat rona kesedihan dan mata ibunya yang berkaca-kaca. Perilaku Victor semakin brutal. Makian dan pukulan sering diarahkannya kepada sang ibu saat hendak membayar sang bandar. Bahkan dengan paksa Victor mengambil uang dari sang ibu dan langsung memakai putau di depan mata ibunya. Tangisan sang ibu tak mampu menghentikan kelakuan Victor.

Setiap suntikan demi suntikan yang terhempas ke tubuh Victor menyiksa batin sang ibu sehingga menimbulkan kemarahan yang menumpuk. Fransisca pun mengambil keputusan yang nekat. Ia mengambil suntikan dari tangan Viktor dan berniat menyuntik dirinya sendiri dengan narkoba. Namun sebelum Fransisca sempat menyuntikkan putau ke tangannya, Victor mengambil kembali suntikan itu dari tangan ibunya. “Enak saja mama make itu. Beli saja sendiri....” ujar Victor dengan kasar.

“Hati saya hanya berpikir seperti ini, mungkin kalau saya sudah over dosis, baru bisa membuat anak saya bertobat,” ungkap Fransisca mengenai kenekatannya mengkonsumsi putau.

Keterlibatan Victor dalam dunia narkoba ternyata bukan hanya sekedar ikut-ikutan atau termakan rayuan teman semata. Di balik semuanya itu, Victor memiliki obsesi tersembunyi terhadap orangtuanya, terutama terhadap sang ibu.

Masa kecil Victor dilaluinya dengan sengsara. Luka fisik dan batin kerapkali diterimanya. Fransisca memang mengajar anaknya dengan cukup keras. Sangat ringan tangan. Kadang-kadang kalau ia mengajari Victor belajar, bermain ataupun nonton TV dan Victor melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendaknya, Fransisca mulai main tangan. Cabe mentah dijejali di mulut Victor. Pukulan dan makian sering diterimanya dari sang ibu.

Karena seringnya Victor mengalami hal itu, hatinya dipenuhi dendam terhadap sang ibu. Dan Victor bertekad kalau dia sudah besar, dia akan berlaku brutal. Apapun yang dilakukannya, harus mengesalkan sang ibu. Sedangkan ayahnya sendiri sangat memanjakan Victor. Setiap kali Fransisca memarahi Victor, ayahnya pasti akan membelanya dan menjauhkannya dari hadapan sang ibu. Victor akhirnya hanya sayang kepada ayahnya karena menurut dia hanya ayahnya yang perhatian terhadap dirinya.

Bagi Victor mati di usia muda adalah jalan keluar dari rasa sakitnya terhadap sang ibu. Terbersit dalam pikirannya kalau ibunya memang tidak menyayangi dirinya. Rumah dirasakannya seperti penjara yang sangat menyiksa dan mengekang segala kebebasannya. Victor pun mulai jarang di rumah dan sering berkumpul bersama teman-temannya. Dari teman-temannyalah Victor mengenal obat-obatan terlarang itu. Awalnya Victor juga tahu kalau itu salah. Namun keinginannya untuk membalas dendam kepada sang ibu membuat ia mulai mencoba obat-obatan itu. Tujuannya memang hanya satu, ia ngin merusak dirinya sendiri karena kekecewaan itu.

Bukan tanpa usaha sang ibu berusaha menyelamatkan anaknya. Berkali-kali Fransisca membawa Victor ke dokter untuk berobat namun semua usahanya gagal. Tanpa sepengetahuan Victor, dengan sangat hati-hati sang ibu mengikuti kemanapun Victor pergi. Namun malam itu Fransisca kehilangan jejak Victor. Tapi akhirnya Fransisca tahu tempat pengedar dan teman Victor, dan Fransisca nekat pergi ke sana seorang diri.

Tanpa memperdulikan nyawanya, Fransisca memanjat tembok yang sangat tinggi. Matipun Fransisca rela saat itu. Saat Fransisca memasuki rumah itu, sebuah pemandangan yang sangat mengerikan dilihatnya. Di dalam rumah tersebut Fransisca melihat banyak anak-anak sekolah yang menjadi korban, laki-laki maupun perempuan sedang fly akibat pengaruh obat. Maksud sang ibu menyelamatkan anaknya justru membuatnya jatuh ke dalam sarang narkoba. Namun Fransisca terus melangkah sekalipun kematian mengancam di depannya. Fransisca akhirnya melihat Victor, anaknya, dalam keadaan setengah sadar. Dengan susah payah Fransisca membopong Victor pulang. Awalnya, sang pemilik rumah melarangnya. Namun Fransisca mengancam akan mengatakan kepada setiap orang di perumahan itu kalau dia adalah seorang bandar narkoba. Akhirnya sang bandar pun membiarkan Fransisca membawa Victor pergi. Tetesan keringat dan waktu telah dicurahkannya bagi Victor namun tidak membuahkan hasil apa-apa.

Suatu hari Fransisca mulai berdoa karena sebagai orangtua dia merasa dirinya benar-benar tidak berguna. Kelelahan emosi benar-benar dirasakan Fransisca. Fransisca sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Bagi Victor sendiri, narkoba yang dipakainya sebagai alat untuk membalas dendam dirasa telah menjebak hidupnya dan terus menyiksanya. Tidak ada kesempatan baginya untuk keluar dari dunia tersebut. Yang terus membayangi Victor adalah penderitaan demi penderitaan yang telah menantinya sepanjang umurnya.

“Sampai kapan saya mau seperti ini.... Capek.... Benar-benar capek sekali. Capek, letih, saya sudah bosan, jenuh... Sampai sempat terbersit dalam pikiran saya lebih baik saya mati. Tapi saya pikir, di dunia saja sudah sengsara. Nanti kalau saya mati masuk neraka, wahhh.... tambah sengsara lagi. Jadi berpikir dua kali untuk mati,” ujar Victor mengungkapkan perasaannya.

Hari lepas hari Fransisca datang bersujud kepada Tuhan dan berkata kalau dirinya sudah tidak mampu lagi. Hanya satu yang menjadi kerinduan Fransisca, agar anaknya takut akan Tuhan dan benar-benar bertobat, merubah sifatnya yang lama menjadi yang baru. Setiap hari Fransisca hanya dapat bersandar kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi Victor.

Tidak ada secercah harapan bagi Victor sedikitpun. Namun Victor akhirnya mengambil satu langkah yang sangat berani dalam hidupnya. Ia menolak saat ibunya menawarkan untuk membeli obat di apotik. Dengan rendah hati Victor mengatakan kalau ibunya sudah banyak mengeluarkan uang untuknya sehingga ia tidak akan meminum obat itu lagi. Saat sakau menyerang, Victor berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Victor bahkan sempat kecewa terhadap Tuhan karena merasa Tuhan tidak dapat menjaganya agar tidak terlibat dengan putau. Victor bahkan menantang Tuhan agar mukjizat bisa terjadi dalam hidupnya saat itu karena selama ini Victor tidak pernah mengalami mukjizat Allah secara nyata. Victor berkata, kalau memang Tuhan mau sembuhkan, sembuhkan sekarang juga.

Selesai berdoa, Victor merasakan dingin di dalam dadanya. Sakit di punggung, pinggang, semua rasa sakit yang dirasakannya akibat sakau hilang seketika. Namun kejadian ini tidak membuat Victor percaya kepada Tuhan. Dia hanya menganggapnya sebagai kebetulan akibat faktor emosi, hanya bersifat sementara saja. Selama berjam-jam Victor menunggu namun rasa sakaunya tidak kembali lagi seperti kebiasaan yang sering dialaminya. Victor pun mulai bertanya-tanya mengapa semua ini bisa terjadi? Sadar kalau rasa sakitnya hilang akibat mukjizat Tuhan, Victor kembali berdoa. Dengan berlutut Victor berkata, “Yesus, saya percaya Engkau adalah Tuhan yang penuh kuasa. Kuasa-Mu tidak ada batasnya. Saat ini saya mau berbalik kepada -Mu dan ampuni saya karena selama ini sering menghujat Engkau,” doa Victor.

Ketenangan yang selama ini belum pernah dirasakannya memenuhi hati Victor.  Victor pun sadar kalau Tuhan bekerja, tidak setengah-setengah. Kuasanya itu sempurna dan total. Dendam yang dirasakannya selama bertahun-tahun terhadap ibunya pun dapat diatasi oleh Victor. Victor tahu hanya dengan kekuatan dari Tuhan, ia dimampukan untuk mengampuni dan melepaskan pengampunan terhadap ibunya. Pemulihan pun terjadi antara Victor dan Fransisca saat mereka saling melepaskan pengampunan. Victor benar-benar merasa telah bebas, lega, damai, tenang, tentram, semua perasaan yang selama ini diinginkannya dapat dinikmati saat ini. Saat ini Victor telah bebas dari ketergantungan narkoba yang telah membelenggu jiwanya selama 10 tahun.

“Tuhan kasih saya kesembuhan, Tuhan kasih saya mukjizat. Ajaibnya Tuhan di situ, sugesti pun hilang. Awalnya memang saya heran, tapi saya percaya bahwa kuasa Tuhan itu memang dahsyat. Yang selalu menguatkan saya, ‘di luar Aku, engkau tidak dapat berbuat apa-apa’. Jadi di luar Tuhan Yesus, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Yesus yang sangat luar biasa bagi saya karena Dia, saya bisa bebas,” ujar Victor.

“Saya yakin bahwa Victor itu sembuh dijamah oleh Tuhan. Saya berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang telah menjamah anak saya Victor sehingga ia menjadi anak yang takut akan Tuhan. Bagi saya kesembuhan Victor adalah Tuhan Yesus yang memberikan kasih kepada dia,” ujar Fransisca bersyukur.

Kisah ini ditayangkan 22 Juni 2010 dalam acara Solusi Life di O’Channel.

Sumber Kesaksian: Vincentius Victor Jacob

Sumber : V090224161101
Halaman :
1

Ikuti Kami