Baru Rasakan Pelukan Ibu di Usia 44 Tahun

Family / 9 June 2010

Kalangan Sendiri

Baru Rasakan Pelukan Ibu di Usia 44 Tahun

Lois Official Writer
12717

Dia tumbuh dalam amarah dan pemberontakan, amarah, judi, dan segala kesemuan dunia ini. Bahkan sejak masih SMP, Sugito Candra sudah mengecap pengalaman berhubungan intim.

“Apa yang orang dewasa lakukan, saya ikut. Saya pengen tahu rasanya seperti apa. Saya umur 8 tahun, sudah kenal judi.” Begitu ungkap Candra menceritakan masa kecilnya.

Yang lebih parah lagi, saat pelajaran di sekolah, Candra berani membaca buku porno di kelas. Sang guru datang menghampiri dia. Ketika hendak dipukul, Candra berani menangkis dan mengatakan, “Pak, kita laki-laki keluar…” Bukannya mengaku bersalah, Candra malah mengajak guru itu berantem.

Kenakalan Candra sudah tidak dapat dibendung lagi. Selain judi dan alkohol, dia suka membuat keonaran. “Saya iri dengan mereka yang keluarganya bahagia, mereka yang punya orangtua yang baik, mereka yang disayangi oleh orangtuanya. Pasti mereka saya pukul dan ajak berantem. Pokoknya saya tidak mau kalah sama semua orang. Saya balas mereka dua kali lipat lebih kasar. Melalui kekerasan, ada kepuasan dalam diri saya waktu itu.”

Pada umur 12 tahun, suatu hari Candra dipanggil oleh tante girang ketika dia baru mau pergi sekolah. Di sanalah dia mengalami pengalaman erotis pertamanya. Dengan alasan sakit dan minta dikerokin, si tante girang tersebut pun membuka bajunya. Tanpa rasa takut, Candra melepaskan keperjakaannya.

Candra yang butuh kasih sayang, merasa senang atas perlakuan tante tersebut karena perhatian yang diberikan. Dalam keluguannya, dia dijadikan budak oleh sang tante girang. Boleh dikatakan, setiap pulang sekolah mereka melakukan hal tersebut.

Bertahun-tahun terbuai oleh wanita yang lebih dewasa, Candra pun makin merajalela. Ditambah dengan sifat ingin tahunya yang terlalu besar, setiap perkataan tante dicobanya apakah benar. Dan itulah sebabnya semakin hari Candra semakin menggila.

“Berjudi, obat-obatan, minum, main perempuan, apa yang dilarang oleh Tuhan, itulah yang saya lakukan sesering mungkin. Saya merasa frustasi dengan kehidupan saya.” Candra kemudian mengungkapkan alasan kenapa dia bisa sampai seperti itu.

“Saya seperti anak yang terbuang. Sejak kecil, bukan kasih sayang yang saya rasakan tapi pukulan. Salah sedikit, saya dipukul dengan sapu lidi sampai sapu lidi itu berantakan. Setelah selesai dipukul, saya harus mengumpulkan lagi sapu lidi tersebut, sapu lidi yang dipakai untuk memukul saya.” Pukulan ini sering diterima Candra dari pamannya.

Candra tidak pernah mengenal siapa orangtua kandungnya. Dia seperti anak terbuang. Dia tidak pernah merasakan dekapan orangtua. Dia tidak pernah merasakannya sampai dia besar sekalipun. Karena itu, dia membenci ibunya, perempuan, yang telah melahirkannya.

Candra ingin pergi dari rumah, dia pun berkompromi dengan pacarnya. Mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu, dengan cara yang bodoh. Candra berniat menghamili pacarnya tersebut sehingga dia bisa menikah dan keluar dari tempat neneknya.

Akibat kepahitan yang dirasakan Candra terhadap wanita, Candra memperlakukan istrinya dengan kasar. Istrinya yang tidak tahan, akhirnya lari dari rumah. Tidak lama kemudian, istrinya pulang ke rumah, namun Candra sudah mempunyai rencana jahat dalam pikirannya.

Apa yang dilakukan Candra? Dia membawa selingkuhannya ke rumah. Dia ingin membalas istrinya yang sudah lari dan tidak mau diceraikan tersebut. “Kalau kalian berdua tidak bisa akur, saya ceraikan dua-duanya…” malah tanggapan seperti itulah yang diberikan Candra kepada istrinya.

Suatu hari, secara tidak sengaja, Candra pernah membaca buku harian yang dibuat oleh istri pertamanya tersebut. Dia tahu betapa istrinya sangat menderita karena dia lebih sering bersama wanita yang satunya. Namun hal ini, tidak membuat Candra menyesal. Dia malah terlibat dengan perselingkuhan dengan dua wanita lainnya dan dijadikan sebagai istri muda.

Namun, ada suatu kejadian dimana dia diguncang. Anak pertamanya jatuh sakit dan terancam tidak selamat. Yang membuat Candra terharu adalah ketika anak tersebut mengatakan, “Papa, nggak usah papa nangis, nggak usah papa takut. Karena Tuhan bersama saya. Pa, tolong ambilkan Alkitab…”

Alkitab tersebut kemudian dibaca oleh sang anak dan di situlah Candra menjadi sadar. Di situlah dia menangis dan mulai minta ampun kepada Tuhan. “Saya berdoa, Tuhan tolong saya. Berikan kesembuhan kepada anak saya Tuhan. Kalau Tuhan memberikan anak saya kesembuhan, saya akan bertobat. Apa yang Tuhan inginkan dari saya, saya akan sepenuhnya berikan untuk Tuhan. Jangan buat anak saya yang menanggung dosa saya Tuhan.”

Lima hari kemudian, anak Candra dinyatakan sembuh. Namun saat kebahagiaan tersebut, Candra mengalami stroke. Dia tidak bisa lagi berdiri dan jalan. Dia ingin mati saja. Tidak hanya itu. Keempat istrinya pun meninggalkan dia karena laki-laki lain.

Pernah terlintas untuk menyalahkan Tuhan, tapi dia teringat janjinya. Dia sudah mendapatkan jawaban atas apa yang dia minta pada Tuhan untuk kesembuhan anaknya. Saat itulah, Candra ingin melayani Tuhan, menyembah Tuhan.

Dia berdoa mengampuni setiap orang yang pernah menyakiti hatinya, termasuk sang ibu. Akhirnya, dia datang kepada ibunya dan meminta ampun. Untuk pertama kalinya, di usia yang ke-44 tahun, Candra merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ibu.

“Saya baru mengalami siapa sih ibu yang tidak sayang pada anaknya. Saya baru mengalami yang namanya pemulihan…” ungkapnya terharu. Sekarang Candra menjadi ayah yang bertanggung jawab. Dia menjadi kebanggaan bagi anak-anaknya. “Saya merasakan sukacita yang luar biasa. Tuhan Yesus begitu baik. Asal kita mau bertobat, Dia pasti mau mengampuni kita.” (Kisah ini ditayangkan di O Channel pada tanggal 9 Juni 2010)

Sumber Kesaksian :

Sugito Candra

Sumber : V100510170404
Halaman :
1

Ikuti Kami