Ketika Orangtua Perlakukan Anaknya Tidak Dengan Kasih

Family / 25 December 2009

Kalangan Sendiri

Ketika Orangtua Perlakukan Anaknya Tidak Dengan Kasih

Daniel Official Writer
5853

Seorang bocah korban perceraian bertumbuh menjadi seorang yang keras dan bengal.

"Kalau buat, sehari saya gak berantam itu kayaknya ada sesuatu yang kurang. Saya berani dua lawan satu. Saya menjadi orang yang mungkin hobi untuk berantam, badung saya itu sd pun saya sudah main dengan obat-obat terlarang," ujar Albert membuka kesaksiannya.

Dalam usia yang masih sangat kecil, Albert bahkan sudah menenggak 8-12 tablet obat pusing dan ketika Albert dalam keadaan mabuk, Albert melakukan sesuatu yang mengerikan.

"Dan saya selalu minta teman-teman saya tonjokin pipi saya. Tonjok dong muka saya, tonjok dong pipi saya, gak berasa sampe ketemu orang yang badannya gede. Saya minta tonjok muka saya. Kepuasan buat saya bahwa diri saya sudah dipukul dan kalo belum dipukul, saya gak merasa tenang."

Akibat kenakalannya, Albert selalu mendapat perlakuan kasar dari tante dan om-nya.

"Mereka sebetulnya sayang ya, tapi waktu aku kecil dulu bahwa tante saya, om saya; mereka semua galak karena setiap pulang sekolah saya selalu dipukulin. Kadang-kadang sampe rotan, bulu kemocengnya rontok. Ban pinggang sampe boleh dibilang putus dan gagang sapu tuh patah di badan saya."

"Saya belajar satu hal disini bahwa hidup itu keras. Saya belajar ini lho hidup di luar orang tua," aku pria bertubuh kekar tersebut.  

Tidak hanya pukulan yang diterima Albert, bahkan cabai pun dilemparkan ke muka dia.

"Karena saya tuh badung sekali sampai mama saya sudah gak tahu lagi harus nanganin seperti apa. Ditaruh muka saya dengan cabai," urainya.

Pukulan demi pukulan yang selalu diterimanya pada akhirnya tidak membuat Albert jera, sebaliknya kekerasan yang diterimanya membuat Albert berperilaku aneh.

"Yang diperlukan saat itu adalah saya memerlukan komunikasi, tetapi cuma saya hanya menjadi bahan dipukul, dipukul dan dipukul. Akhirnya saya cuma bilang sama mama saya, "saya sudah gak mempan lagi dipukul, dipukul, dan dipukul" akhirnya pas saya dipukul itu, saya ketawa dan akhirnya saya menangis. Tetapi saat saya menangis, saya melihat mama saya menangis, tetapi ketika melihat beliau menangis, saya ketawa lagi. Saya bilang, "Ma, ini belum cukup. Pukul saya lebih supaya mama puas," akhirnya tidak pernah ada komunikasi, cuma pukulan-pukulan saja yang saya dapat. Mama saya cuma bilang bahwa kamu tuh bener-bener memang anak yang keluar dari ruang batu," kenangnya.

"Saya tuh anak-anak sakitan, bisa dibilang anak sawan atau anak bangkai. Saya mau dibuang dan akhirnya benar-benar dibuang. Saya sudah ditaruh dalam suatu tempat sampah, namun akhirnya saya diangkat kembali oleh oma saya," akunya.

"Saya memang gak pernah dipedulikan. Saya merasa adalah orang yang tidak pernah merasakan bagaimana menjadi seorang anak yang disayang," tambah pria dengan suara bass tersebut.

Perkataan itu sangat melukai hati Albert dan hal itu memicu dendam dan kebencian di hatinya.

"Bahwa saya merasa saya anak yang sudah terbuang. Bahwa saya tidak pernah dipedulikan lagi. Kami ini ada sesuatu yang kurang yakni cara komunikasi orang tua terhadap anak."

Tidak ada yang dapat membendung kenakalan Albert, semakin dewasa kehidupan Albert semakin menggila, bahkan terjerumus dalam kehidupan seks bebas.

"Kalau ditanya berapa perempuan, banyak sekali. Saya tidak bisa hitung. Kalau pacaran benar-benar serius, saya bisa hitung dengan jari. Pacaran tidak serius, saya tidak tahu berapa banyak," katanya dengan muka serius.

"Tiap orang yang mau jadi pacar saya, kalau lo gak mau tidur sama gw berarti bukan pacar gw. Jadi, setiap cewek yang mau berhubungan dengan saya itu harus bener-bener saya bisa tidurin dia karena kalo tidak bisa, kita putus. Bisa dibilang, orang sebut saya itu dulu penjahat, yaitu penjahat kelamin."

Jatuh dari satu pelukan wanita ke wanita lain juga tidak dapat mengisi kehampaan di dalam hatinya. Sampai akhirnya Albert memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

"Saya waktu itu 3 hari 3 malam saya gak tidur. Saya hajar dengan shabu, kokain dan putaw. Dan akhirnya badan saya merasa satu badan tuh udah gak bisa digerakkan lagi sehingga saya membangunkan orang tua saya, adik saya."Ma, maafin saya kalau selama ini saya salah." Saya juga bilang ke adik saya, "maafin saya kalau aku sebagai kakakmu gak baik." "Saya bilang, "Ma, Opa udah jemput. Aku mau pulang. Maafkan aku". Malam itu aku gak tahu bener-bener harus ngapain, tetapi aku rasakan malam itu aku sudah tidak ada di dunia," katanya.

Malaikat maut seakan enggan merenggut nyawa Albert, kendati demikian sempat berada di ambang kematian tidak merubah kebiasaan buruknya.

"Saya udah capai dengan hidup. Saya gak tahu harus curhat dengan siapa. Saya gak tahu harus berkomunikasi dengan siapa. Saya hanya butuh orang menjadi pendengar saya punya curahan hati dan itulah yang membuat saya untuk mati," ujar Albert dengan nada suara yang sedih.

Albert tetap merasakan kehampaan dalam hatinya dan Albert mencoba untuk mengakhiri hidupnya untuk kali kedua.

"Saya sempat pernah hajar tujuh dimensi. Saya hajar yang namanya obat, alkohol, putaw, kokain, shabu, ganja, dan yang ke tujuhnya adalah mobil saya sendiri saya hajar. Terpelintir mobil saya di daerah Kuningan, tetapi itu juga tidak mati."

"Saya gak tahu tujuan hidup saya kemana. Saya berpikir saya tidak perlu Tuhan lagi. Saya mau mati, saya mau mati," ujarnya.

Untuk yang kesekian kalinya maut enggan menghampiri Albert dan tidak lama sejak peristiwa itu Albert menjalin hubungan dengan seorang wanita dengan harapan dapat menjadi tempat curahan hatinya.

"Wah kalau hubungan saya dengan dia basically kita hubungan wild, bebas. Sampai pada titik puncaknya saya melakukan hubungan bebas dengan istri saya di luar nikah hingga akhirnya istri saya hamil," katanya dengan nada yang datar saja.  

Sulit bagi Irma untuk menerima kenyataan bahwa dirinya telah berbadan dua.

"Waktu itu kan saya kerja jadi pramugari dan saya merasa malu. Saya mau terbang lagi, kerja tetapi gak mungkin saya dalam keadaan mengandung. Jadi saya merasa, "O...biarin deh bisa saya aborsi dulu, saya tetap kerja,"" ujar wanita yang sekarang ini menjadi istri Timothy. 

Dengan tekad bulat irma dan Albert pergi ke tempat dimana janin itu akan diaborsi. Namun, ketakutan menguasai hati Irma.

"Saya takut juga untuk saya gugurin. Padahal udah sampe dimana tempat kita akan menggugurin bayi itu, tetapi hati saya kok kayaknya takut sekali gitu lho. Gak jadi gitu."

Peristiwa itu membawa Albert mengambil sebuah keputusan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, namun pernikahan itu membawa Albert dan Irma ke dalam keadaan yang semakin kacau.

"Dalam pernikahan itu saya sudah beberapa kali, dua atau tiga kali mengucapkan kata cerai ke istri saya. Saya pengen A lho, tetapi istri saya tidak bisa melakukan A. Saya pengen B, tetapi istri saya tidak melakukan B. dan itu sempat membuat baku hantam, rebut,"

"Perlakuan-perlakuan dia itu kasar banget. Memperlakukan saya seperti pembantu. Kalau misalkan nyuruh, gak pernah dengan kata-kata lembut. Dia selalu bilang, "Yang, Yang, sini lo. nih bersihin nih yang ini nih" kayak begitu tuh. "Jadi perempuan tuh yang pintar, jangan bisa di ranjang doang," ungkap Irma dengan berurai air mata.

Penderitaan irma seakan tidak berujung, keteguhan hatinya terus diuji.

"tiba-tiba tengah malam yang "halo sayang". Sebagai seorang istri juga gimana ya mendengar kayak gitu," ujar wanita itu lirih. 

"Saya sempat memang saya tidak setia dengan istri saya. Saya sempat selingkuh dengan seorang perempuan dan saya melihat cewek ini bisa menjadi pendengar buat saya," katanya dengan nada menahan sedih. 

Tanpa mengindahkan perasaan istrinya, Albert terus hidup dalam perselingkuhan. Sampai akhirnya Albert harus terkurung dalam penjara.

"Saya gak tahu kalau wanita itu pengguna narkoba sampai akhirnya wanita itu meninggal sampai akhirnya saya ada di kantor polisi."

"Waktu dengar bapak selingkuh, saya hancur hati. Saya merasa gak ada nilainya. Sampai saya mengeluh juga sama Tuhan, "kenapa kayak begini Tuhan?"," kata pendamping hidup Timothy Albert ini.  

Dalam keadaan hati yang begitu perih atas perilaku suaminya, Irma  memutuskan tetap berdoa untuk perubahan suaminya.

"Saya doa, saya sampai tersungkur sama Tuhan. Saya minta pengampunan buat suami saya. Saya minta Tuhan kembalikan dia ke dalam jalan yang benar, ke jalan yang lurus yang saya yakin walaupun saya mencintai dia, tetapi Tuhan terlebih lagi mencintai dia. Itu yang saya imani,"

"Saya gak tahu saya mesti jalan kemana lagi dan saya gak tahu juga jalannya ada dimana yang harus saya pilih. Saya haus mencari kebenaran," aku Albert.

Di saat itu, Albert mulai merenungi segala dosa dan kejahatan yang telah dilakukannya sejak kecil. Dan tidak berselang lama setelah bebas dari penjara, Albert mengikuti sebuah pertemuan.

"Saya alami adalah begini, ada seorang yang berbuat salah, tetapi yang dihukum adalah orang lain yang gak buat  bersalah. Dan disitu saya melihat yang buat salah itu salah. Disitu saya menangis dan saya bilang, "Tuhan, jangan hukum anak-anak saya. Kenapa saya yang bersalah, kenapa mesti anak-anak saya yang dihukum? Disitu saya mendapat gambaran anak-anak saya dan keluarga saya," ujarnya sambil mengeluarkan air mata.

"Kamu tahu anak-Ku, Timothy," Dia bilang. Kamu lihat Kristus mati diatas kayu salib. Dia menanggung buat orang yang gak berdosa. Buat kamu yang berdosa. Saya sudah berpikir bahwa diri saya yang paling najis dan disitu saya mencucurkan air mata, "saya yang harusnya disalib, bukan Kamu yang disalib. Tetapi, Engkau rela mati untuk saya"" kata Albert. 

Dalam pertemuan itu, Albert merasakan kelegaan yang belum pernah dirasakannya. Sepulang dari pertemuan itu, Albert harus mempertaruhkan harga dirinya sebagai seorang pria dengan mengakui segala kebusukannya kepada sang istri.

"Sampai saya juga gak bisa ngomong apa-apa lagi. Saya cuma bisa nangis. Waktu pas dia bilang dia minta maaf, dia mau berubah, dia mau bertobat," kenang ibu dari dua anak ini.

Sulit bagi Irma untuk mengampuni suaminya, namun Irma tidak kuasa menolak dorongan hatinya agar memberikan pengampunan kepada sang suami.

"Waktu itu saya mengampuni dia karena di hati saya yang paling dalam, satu memang saya cinta sama dia. Kedua, saya ingat bahwa di dalam pernikahan kita kan gak boleh cerai," urainya dengan berlinang air mata.

Sejak pengakuannya kepada sang istri, Albert pun meninggalkan kehidupan seks bebas dan obat-obatan yang mengikatnya selama ini. Bahkan Albert telah mengampuni kedua orangtuanya. Rumah tangganya pun saat ini diwarnai kebahagiaan dan penuh keharmonisan.

"Buat saya Tuhan itu tidak saya bisa ungkapkan dengan kata-kata ya karena apa yang sudah Dia lakukan sungguh sangat baik."

"Saya mengucap syukur banget sama Tuhan. Tuhan tuh begitu baik..Tuhan begitu luar biasa..Tuhan begitu sempurna di dalam pekerjaan rumah tangga saya. Saya merasa itu tuh mustahil banget, tetapi Tuhan menjadikan segalanya indah pada waktunya," ujar Irma menutup kesaksian.  (Kisah ini dapat ditayangkan 25 Desember 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Timothy Albert
Sumber : V091211131338
Halaman :
1

Ikuti Kami