Dunia Petualanganku Adalah Panti Pijat dan Pelacuran

Family / 18 November 2009

Kalangan Sendiri

Dunia Petualanganku Adalah Panti Pijat dan Pelacuran

Puji Astuti Official Writer
22033

Melihat darah dagingnya yang baru lahir di ujung maut, dan jika pun hidup di vonis dokter mengalami kelainan, membuat Harry Nugroho memutuskan mengakhiri petualangannya bersama para pelacur. Inilah pengakuan jujur dari bapak 3 anak tersebut.

Saya mulai mengenal pelacuran sejak duduk di bangku SMA. Awalnya sih mencoba-coba, tapi akibatnya saya merasa ketagihan, Saya merasa kepingin terus. Karena disitu saya ngga perlu pusing-pusing, dan saya dilayani. Jadi itu kenikmatan sesat sebetulnya.

Karena saya ingin tetap menjaga image saya, saya ingin tetap menjaga nama baik keluarga, saya melakukannya secara diam-diam dan tidak bawa teman. Supaya orang bisa melihat bahwa saya orang baik-baik.

Saya bisa berganti-ganti wanita, dalam tanda petik barang yang lain, melihat yang lain, membuat saya kepingin terus. Hal itulah yang menyebabkan saya ngga bisa lepas dari seks bebas.

Dalam perjalanan petualangan itu, Harry bertemu dengan Devi dan menjalani hubungan dengannya. Sungguh mengherankan, Harry mengaku bahwa dirinya sudah tidak perjaka lagi pada sang pacar. Devi sangat kecewa ketika mengetahui kebenaran itu. Devi sempat memutuskan untuk tidak menemui Harry lagi, namun kegigihan Harry meluluhkan hati Devi, hingga akhirnya mereka berdua melangkah ke pelaminan.

Saya berjanji padanya untuk tidak melakukannya lagi. Akhirnya kami menikah, tapi karena ada keterikatan itu, saya tidak bisa stop.

Biasa dengan teman-teman di kantor, siang-siang, kami pergi ke panti pijat. Kami pergi-pergi ke spa, berendam, hal seperti itulah yang kami lakukan. Istri saya ngga pernah tahu, pikirnya saya kan di kantor. Tapi saya dan teman-teman pergi ke panti pijat, yang masing-masing masuk ke ruangan-ruangan, yang setelah masuk, terserah Anda.

Suatu pengalaman yang lain, itu yang saya cari.

Berganti-ganti wanita, tidak membuat Harry takut. Bahkan ketika dia bertemu dengan seseorang yang dia kenal di lingkungannya sebagai orang baik-baik ada di tempat pelacuran, membuatnya semakin berani.

Saya ketemu satu orang yang sangat baik. Di keluarganya baik, di lingkungannya baik, tapi saya ketemu disana. "Harry rahasia kita ya..tahu sama tahu, rahasia laki-laki. Udah.. ngga usah banyak cerita." Saya hanya jawab, "Ya..oke..oke...Siap.." Hal ini membuat saya merasa, orang baik saja bisa begitu, apa lagi saya yang belum baik. Hal itu membuat saya merasa tidak bersalah. Apa yang saya lakukan belumlah apa-apa.

Petualangannya hanya mencari kesenangan sesaat, namun tidak disadarinya bahwa ia telah terjerat dalam perangkap yang mematikan.

"Saya hanya mencari variasi saja. Yang tidak saya dapat di rumah, saya cari variasi di luar. Bukan saya adiktif, yang sehari harus tiga kali atau empat kali. Tapi hanya mencari variasi dalam kehidupan saya. Mencari petualangan. Saya tetap dalam kondisi yang normal. Satu lawan satu. Tapi saya melakukannya dengan curi-curi waktu. Kalau ada waktu saya melakukan seks bebas. Seks yang saya lakukan adalah dengan cara saya bayar orang. Saya bayar dan saya nikmati, lalu selesai. Saya takut untuk menjalin suatu asmara atau sampai jatuh cinta wanita tersebut.

Ada suatu dorongan yang membuat saya selalu ingin ke tempat seperti itu. Ada suatu  tekanan atau ikatan yang membuat saya ingin ke tempat pelacuran, panti pijat, dan tempat-tempat perzinahan. Istilahnya itu "cipto" - icip-icip roto - jadi semua saya coba. Semuanya saya coba satu-satu. Mana yang baik, besok saya ulang lagi.

Semua itu terus ia lakukan, hingga istrinya mengandung anak ketiganya. Ketika istrinya melahirkan anaknya itu sesuatu terjadi dan membuat Harry terpukul.

Dokter bilang, ibu Devi, istri saya harus di operasi untuk diambil anaknya. Saya cukup cemas. Saya hanya bisa SMS ke teman-teman "tolong bantu saya dalam doa." Pagi harinya, operasi pun dilakukan.

Bayi perempuan berhasil di keluarkan dari rahim Devi, namun tidak terdengar tangisan dan tubuh bayi itu kaku.

Waktu dokter memanggil, saya langsung lari dan bertanya, "Dok, ada apa?" Dokternya hanya berkata, "Anaknya tidak bagus." Saya tanya apa maksudnya dengan tidak bagus.  Dokter menjelaskan kalau anak ini ada kelainan. Waktu lahir pun dia seperti mati dan tidak menangis. Saya tanya apa akibatnya? Kata dokter anak ini akan mengalami gangguan pertumbuhan, gangguan di kemudian hari. Seperti down syndrome ,  atau kelainan bawaan lainnya. Saya hancur sebagai orangtua. Saya nangis saat itu, saya minta ampun sama Tuhan. "Tuhan, tolong jaga anak saya. Engkau pelihara anak saya."

Melihat kondisi anaknya yang terkulai tak berdaya membuat hati Harry semakin hancur.

Saya lihat anak saya terbungkus semua scan, semua kabel-kabel, semua selang-selang, sampai transfusi darah juga. Scan seluruh tubuh karena dianggap mengalami kelainan. Dianggap oksigen yang masuk ke otak kurang. Secara pengetahuan, kalau oksigen yang masuk ke otak kurang, anaknya bodoh, anak itu idiot. Itu yang menghantui saya. Saya merasa tidak siap. Kenikmatan yang saya rasakan selama ini tidak ada artinya, kalau saya harus menanggung hal ini seumur hidup. "Ini akibat dosa saya," saya langsung bilang begitu. Saya tidak menyalahkan Tuhan, tapi saya menyalahkan diri saya sendiri. Karena saya hal ini terjadi. Tapi saya percaya, saya punya Tuhan yang luar biasa.

Saya katakan pada anak saya saat itu, "Valerie, ampuni  papa. Papamu ini bukanlah papa yang baik. Papamu ini adalah papa yang jahat. Kamu sampai jadi seperti ini karena dosa papa.

Saya bilang sama Tuhan, "Tuhan, ampuni saya Tuhan. Buat anak ini menjadi perjanjian antara aku dan Engkau Tuhan. Tuhan kalau ini karena dosa saya, jangan ke anak saya, ke saya. Saya yang tanggung dosanya. Kalau Tuhan pulihkan anak saya, saya akan jaga hidup saya.

Kerendahan hati dan pertobatan yang bersungguh-sungguh membuat seruan hati Harry di jawab oleh Tuhan.

Seakan Tuhan berkata, "Kekuatan kamu tidak ada artinya. Kamu mau cari dokter yang paling mahal pun ngga ada gunanya. Kamu mau cari rumah sakit yang paling mahal pun tidak ada gunanya. Kamu hanya bisa berserah pada Tuhan." Saya berada di posisi seperti itu. Dan saya harus kembali ke Dia.

Waktu berjalan, pertumbuhan Valerie semakin hari semakin baik. Kata-kata dokter yang pernah terucap, semua hal-hal negatif, tidak terbukti. Karena saya percaya, saya punya Tuhan yang luar biasa. Tuhan yang sudah mengampuni saya. Saya punya dosa yang semua orang tidak tahu. Tapi saya harus buka semuanya. Keterbukaan adalah awal dari pemulihan.

Sebuah keputusan yang sangat berani dibuat oleh Harry, dia mendatangi istrinya dan mengakui semua yang pernah diperbuatnya. Inilah pengakuan Harry kepada Devi:

Saya sudah tidak setia dengan kamu. Saya sudah banyak jatuh dalam dosa seksual, perzinahan, perselingkuhan, seks bebas. Ampuni saya.

Devi terguncang oleh pengakuan Harry. Dia tidak menyangka, pernikahannya yang sudah berjalan selama 10 tahun itu penuh dengan kebohongan. Bagaimana Devi menghadapi kebenaran yang pahit ini?

Waktu mendengar pengakuan suami saya, saya betul-betul kaget. Ternyata kehidupan pernikahan kami yang sudah berjalan 10 tahun itu penuh dengan kebohongan. Saya sangat menyesal, saya sangat menyesal mengapa pernikahan ini bisa terjadi. Kenapa Tuhan ijinkan ini terjadi? Kenapa 10 tahun itu harus di kotori oleh cerita sebuah pengkhianatan.

Saya katakan, "Memang saya anak Tuhan, tidak ada kata lain, selain mengampuni."

"Tapi jangan sekarang ya.. saat ini saya belum bisa untuk mengampuni. Walaupun itu perintah Tuhan untuk mengampuni, tapi jangan saat ini," demikian ungkap Devi dengan penuh kekecewaan dan derai air mata.

Suatu pertempuran terjadi di dalam hati Devi. Kemarahan, rasa jijik, dan kekecewaan berkecamuk di benaknya, membuat dia begitu berat untuk memutuskan mengampuni Harry.

Saya merasa saat itu jijik dan kesal. Saya bertanya pada diri saya apakah saya bisa memaafkannya. Saat itu saya banyak berdiam diri. Saya tidak ingin memperlihatkan kegundahan saya dihadapan semua orang, untuk itu saya banyak menenangkan diri.

Di saat itu saya berseru, "Tuhan, beri saya kekuatan. Tuhan, apa yang harus saya perbuat?"

Saya diingatkan banyak hal. Muncul kata-kata mengampuni..mengampuni... tiba-tiba kata-kata mengampuni itu mengiang-ngiang di telingan saya.

Saya berdoa, "Tuhan beri kekuatan pada saya. Saya mau menjadi wanita yang menjadi penopang bagi suami. Tuhan, beri saya hati yang bisa mengampuni sepenuhnya."

Saya berdoa seperti itu, karena bisa saja saya berkata "sudah mengampuni," tetapi begitu teringat sakit hati lagi. Saya berdoa seperti itu bagi diri saya sendiri, untuk saya bisa mengampuni dan menerima suami saya apa adanya.

Kasih Tuhan, dan keputusan Devi untuk mau mengampuni membuka berkat bagi pemulihan hubungan dengan Harry. Pengampunan yang tulus dari istrinya sulit dipercaya oleh Harry, baginya ini adalah sebuah mukjizat.

Devi berkata pada saya, "Harry, aku cuma bisa mengucapkan satu kata saja, "Saya mengampuni, saya mau menerima kamu apa adanya. Asal kamu betul bertobat. Betul janji."

Luar biasa keteguhan hati istri saya. Dia mau menerima saya, dan dia mengampuni saya.

Keharmonisan keluarga Devi dan Harry terbangun kembali. Suasana romantis pun selalu menghiasi hari-hari kehidupan mereka. Saat ini, Harry dan Devi memberikan hidup mereka untuk melayani Tuhan. Dan apakah yang dilakukan Harry untuk menjaga komitmennya?

Saya menghindari tempat-tempat yang tidak baik. Saya tidak berani coba-coba lagi. Saya tahu daging ini lemah. Tapi Tuhan kuatkan saya untuk menghindari.

Saya sungguh senang melihat pertumbuhan Valerie. Ternyata Tuhan adalah Tuhan yang baik. Dia menyadarkan saya dari kehidupan saya yang lama untuk menjadi orang yang lebih baik. Untuk menjadi suami yang lebih baik. Untuk menjadi orangtua yang lebih baik. Dan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Tuhan yang sama dapat bekerja dalam hidup Anda. Jika Anda mengalami apa yang pernah Harry dan Devi alami, datanglah pada Tuhan, dan ijinkan Tuhan menjamah dan memulihkan hidup Anda juga.

(Kisah ini ditayangkan 18 November 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :

Harry & Devi Nugroho

Sumber : V091116150450
Halaman :
1

Ikuti Kami