Pada periode Januari - April 2009, sekitar 420 pasangan di 24 kabupaten dan kota di Jawa Barat bercerai. Rinciannya adalah bulan Januari 92 kasus, Februari 96 kasus, Maret 105 kasus, dan April 127 kasus.
Dari angka itu, perceraian akibat orang ketiga di wilayah kerja Pengadailan Agama Majalengka mencapai 103 kasus dan 52 kasus di Pengadilan Agama Sumedang, sementara di daerah lain lebih kecil lagi.
Selingkuh, kata Kata Yuli Suliswidiawati, Konselor, Terapis & Trainers Psikologi, adalah penyimpangan perilaku yang tidak sesuai aturan pada seseorang yang sudah membuat ikatan pernikahan.
"Pernikahan berarti suami istri harus menjalankan peran dan fungsi sesuai dengan aturan-aturan ikatan itu. Kalau ada salah satu pihak yang melakukan tindakan di luar itu, maka itu disebut selingkuh," kata Yuli.
Perselingkuhan terjadi karena berbagai faktor seperti materi, keluarga dan ada ikatan lain di luar ikatan resmi suami istri.
Yuli menyatakan orang yang melakukan perselingkuhan bukan sedang menyakiti pasangannya, melainkan sedang menyeleweng dari akad nikahnya, dari hati nuraninya, dan dari Tuhan.
"Jadi ketika terjadi perselingkuhan itu, sesungguhnya yang paling menderita adalah si pelaku itu sendiri, karena dia berbohong, otomatis dia akan dikejar-kejar oleh perasaan bersalah dan berdosa," katanya.
Sangat disayangkan jika semakin hari justru kenyataan di tengah masyarakat kita terjadi penurunan nilai-nilai menghargakan ikatan pernikahan itu sendiri. Pernikahan yang sebenarnya tak hanya terjadi antara sepasang pria dan wanita saja, tetapi juga Tuhan di tengah-tengahnya terkoyak akibat adanya pihak lain dalam rumah tangga. Kiranya setiap pihak menyadari bahwa pernikahan itu kudus adanya dan sangat berharga di mata Tuhan. Apabila setiap pasangan mendasari pernikahan di atas takut akan Tuhan, kiranya ia harus mengerti dan menyadari bahwa iblis bersiap menghancurkan pernikahannya dengan berbagai cara termasuk pihak ketiga alias berselingkuh.