Sri Langka: Gedung Gereja Diserang Kelompok Agama Terbesar

Internasional / 24 April 2009

Kalangan Sendiri

Sri Langka: Gedung Gereja Diserang Kelompok Agama Terbesar

Budhi Marpaung Official Writer
5987

Sekelompok pemeluk keagamaan terbesar di Sri Langka menyerang gereja yang ada di negara tersebut dan mengancam untuk membunuh seorang pendeta di bagian selatan Provinsi Hambanthota. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan merampok sebuah Gereja Methodist yang telah berdiri selama 150 tahun lalu yang berada di Ibukota  provinsi tersebut. Peristiwa tersebut terjadi sekitar dua minggu lalu, tepatnya pada 8 April silam.   

Empat pengikut ekstrim agama terbesar di Sri Langka mendatangi rumah Pendeta Pradeep Kumara di Weeraketiya, kabupaten Hambanthota, dan memintanya untuk keluar. Permintaan keempat pria tersebut disertai dengan ancaman-ancaman yakni jika dia tidak mengikuti seruan untuk keluar,  mereka akan memaksa masuk dan membunuh pendeta tersebut.  Pendeta Pradeep Kumara yang pada saat itu tidak ada di rumah mengatakan bahwa saat para peneror ini datang ke rumahnya yang berada disana hanyalah istri dan kedua anaknya. Sang istri yang ketakutan lalu meneleponnya. Namun, setibanya disana, para pria tersebut sudah pergi meninggalkan rumah.

Kumara mengatakan malam setelah kedatangan empat pria tersebut, pemimpin kelompok agama ini kembali ke rumahnya dan memerintahkan dia untuk keluar, sambil berteriak, "Saya tidak membawa senjata malam ini karena jika saya membawanya, saya akan menggunakannya!"

"Anak-anak saya ketakutan," kata Kumara. "Saya mencoba mengusirnya dengan berbagai alasan, tetapi ia terus menggedor pintu dan mengancam kami."

Polisi segera tiba di tempat dan menangkap peneror tersebut, tetapi dia dilepaskan keesokan harinya.

Teror terhadap pendeta gereja Methodist ini tidak berhenti begitu saja. Para penyerang rumah Kumara bersama dengan rahib Budha mengumpulkan warga lainnya dan bersama-sama menandatangani petisi melawan gereja. Para pengunjuk rasa memberikan peringatan kepada pemilik tanah dimana pastor tersebut tinggal bahwa mereka akan menghancurkan rumahnya jika ia tidak mengeluarkan sang pendeta beserta keluarganya sampai pada akhir bulan.

Kumara menjelaskan, aksi teror yang dilakukan oleh kelompok penganut agama terbesar di negara tersebut berimbas kepada kegiatan rohani yang dipimpinnya sehari-hari.  Kumara berkata dirinya membatalkan kebaktian Jumat Agung dan ibadah Minggu Paskah untuk menghindari terjadinya kekerasan. Kumara punn akhirnya juga mengungsikan anak-anaknya ke lokasi yang lebih aman.

Gedung Gereja Methodist Dirampok

Sebelumnya, pada Minggu Palem, sekelompok laki-laki dari organisasi yang berbeda memecahkan kaca gedung Pepiliyana Methodist Church setelah mereka mengikuti acara prosesi ibadah paskah yang diadakan di tempat tersebut.

Kelompok tersebut masuk melalui pintu belakang dan jendela gedung pada larut malam; seorang saksi mata mengatakan mereka melihat para kelompok ini memuat barang ke dalam sebuah van putih yang sebelumnya telah di parkir di luar gereja.

"Mereka memindahkan semuanya, termasuk alat-alat musik, sebuah komputer, Alkitab-alkitab, buku pujian dan semua dokumen gereja," kata Rev. Surangika Fernando.

Gereja yang dirampok tersebut dikenal tidak memiliki musuh dan mempunyai hubungan yang baik dengan warga lainnya, Rev. Fernando berkata, bahwa peristiwa masuknya sekelompok orang ke gedung gereja dengan paksa kemarin hari, diduga bukan sekedar perampokan biasa.

"Meja saya benar-benar bersih (dirampok, red)," ujarnya. "Mereka membawa dokumen-dokumen penting seperti dokumen baptisan dan catatan perkawinan, yang tidak memiliki nilai bagi pencurinya. Bahkan mereka mengambil apa yang di keranjang sampah."

Polisi setempat sepakat bahwa perampokan tersebut memiliki motif yang tidak biasanya dan menduga orang yang melakukan hal ini berasal luar daerah mereka. Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan.

Peristiwa terakhir sebelum kejadian perampokan gedung Pepiliyana Methodist Church beberapa minggu lalu, sekelompok gangster anti-Kristen di Vakarai, distrik Batticaloa timur, mengintimidasi anggota gereja untuk mengumpulkan beberapa layanan ibadah selama Minggu Suci.

"Apa yang bisa kami lakukan?" kata pendeta Kanagalingam Muraleetharan. "Para pejabat dan pihak kepolisian mengatakan bahwa kami memiliki hak untuk ibadah, tetapi kenyataannya adalah orang-orang mengancam."

Insiden pada hari paskah adalah kejadian terbaru dari rangkaian serangan terhadap gereja-gereja Kristen dan individu dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak dari mereka dihasut oleh rahib Budha yang menentang perkembangan agama Kristen di negara tersebut.

Anggota dari Parlemen Sri Langka akan segera membuat sebuah rancangan undang-undang anti-konversi yang dirancang untuk membatasi konversi agama. Organisasi hak asasi manusia dan Kristen telah mengkritik terminologi yang kabur dari undang-undang itu, jika lulus, dapat mengundang penyalahgunaan terhadap kegiatan keagamaan.

Rancangan "Bill for the Prohibition of Forcible Conversions" (RUU Anti Konversi, red) telah diajukan ke sebuah komite konsultatif dari Departemen Agama pada bulan Februari lalu untuk dimusyawarahkan sebelum pembacaan terakhir dan pengambilan suara.                                    

Menurut sensus terakhir pemerintah, populasi masyarakat Kristen Protestan kurang dari 1 persen dari total penduduk Sri Langka, tetapi mereka tetap menjadi sasaran utama dari tindakan kekerasan dan intimidasi dengan dalih agama.

Sumber : cbn.com/bm
Halaman :
1

Ikuti Kami