Menikahi Dia? Tapi Bagaimana Dengan Gadis Yang Disana?

Single / 27 October 2008

Kalangan Sendiri

Menikahi Dia? Tapi Bagaimana Dengan Gadis Yang Disana?

Tammy Official Writer
5152
Beberapa waktu lalu, saya menonton film "The Last Kiss." Plot-nya menggugah saya: Seorang pria yang belum menikah yang bergulat di usia memasuki 30. Banyak teman saya yang berada di ‘kapal yang sama,' maka saya rasa kisah ini akan menginspirasi.

Dalam film tersebut, Michael, seorang arsitek berusia 29 tahun, mengetahui dengan pasti apa yang ia rencanakan masuki usia 30 - sukses dalam karirnya, jatuh cinta dengan pacarnya yang cantik yang ia pacari selama 3 tahun dan... menunggu lahirnya seorang bayi. Dengan perkembangan yang tak disangka ini, Michael masuk ke dalam ketidak-tentuan. Mencoba memastikan dirinya, dengan setengah hati ia ‘membenarkan' kekasihnya, Jenna: "Jika Anda telah mapan - jika Anda akan punya anak - ini adalah gadis tepat untuk bersama."

MarriageDi tepian dari komitmennya, Michael panik. Melihat tiga sahabatnya - satu terjebak dalam pernikahan yang kacau, yang lainnya baru saja didepak dan menjadi kacau dan yang ketiga hidup dengan pasangan yang berganti-ganti - Michael takut kehidupannya yang seru berhenti dalam titik membosankan. Ia telah melangkah menuju titik langkah manusia dimana setiap langkah telah direncanakan dan tak ada yang mengejutkan yang akan terjadi lagi.

Dengan penemuan ini dalam pikirannya, Michael terjerat dengan gadis lebih muda yang cantik dan penuh semangat. Ia membiarkan dirinya menjadi terlibat dengan gadis tersebut, menaruh semua yang telah bangun bersama Jenna dalam resiko. Hasil dari rangkaian kejadian ini sangatlah menyedihkan untuk ditonton.

Realitas Pilihan
Saya tidak merekomendasikan film ini dikarenakan konten seksual yang liberal dan tidak senonoh, tetapi pesannya bergema dengan saya dan sangat saya mengerti. Kebanyakan lajang berusia pertengahan 20an yang saya tahu, khususnya pria, tampak bergulat dengan krisis pertengahan tahun prematur yang sama. Pernikahan dan berkeluarga tampaknya tak dapat dihindarkan tapi tak patut ditiru.

Faktor besar yang mempengaruhi melambatkan dan meminimalkan pernikahan adalah sedikitnya motivasi. Banyak di generasi kita sekarang yang telah menyaksikan perceraian orang tua mereka. Yang lainnya telah melihat ibu dan ayahnya mengalami kurang kasih, penikahan yang mencekik atau pahit. Seorang teman berkata kepada saya, sehubungan dengan perceraian orang-tuanya, "Mereka dahulu seharusnya tidak menikah."

MenikahiTelevisi dan film menambahkan masalah, menggambarkan pernikahan sebagai sesuatu yang membosankan, memperbudak, sulit dan suram. Tidak heran generasi kita rentan terhadap pernikahan. Ketika Michael menyadari menikah pacarnya dan membangun rumah tangga bersamanya tak dapat dihindari, ia berkata, "Inilah dia. Inilah akhirnya." Media seakan-akan berteriak: "Pernikahan tidaklah sebegitu berharga. Mengapa pusing?"

Selagi Michael berakhir dalam kedamaian yang tak mudah akan ide dari pernikahan dan komitmen, kita ditinggalkan dengan impresi bahwa pernikahan adalah sebuah realita pilihan yang membuat depresi - bukannya berpotensial memperkaya - lebih membuat depresi daripada realita menjadi single. Selagi kredit film ini berjalan, saya berpikir, sesuatu yang salah besar dengan gambaran ini.

Pandangan Baru
Ide bahwa sebuah pernikahan tidak ada gunanya telah meresap begitu dalam pada budaya kita, sangat sulit untuk melihat sisi lain. Selagi banyak lajang menginginkan pernikahan dan melanjutkan berharap dengan ideal menurutnya, mereka menerima penguatan yang lebih positif dengan keinginannya. Demi mengerti nilai dari pernikahan, Anda mesti bertanya kepada diri Anda: "Apakah saya mempercayai apa yang Tuhan artikan dalam gambaran pernikahan menurut-Nya?"

Firman Tuhan menaikkan pernikahan sebagai sebuah hubungan yang Tuhan gariskan sebagai penciptaan dan juga memuaskan. Perhatikan kebenaran-kebenaran dasar berikut:

"Tidak baik jika manusia itu seorang diri saja" (Kejadian 2: 18). Tidak hanya pernyataan ini diucapkan Tuhan untuk kemanusiaan, tetapi hal ini saya rasa terjadi juga dalam tingkat personal. Tuhan tidak menciptakan manusia-manusia untuk hidup terisolasi. Ia menciptakan kita untuk hidup dan mengalami perkawanan dan cinta. Dan pernikahan adalah konteks pertama - terpisah dari hubungan Adam dengan Tuhan sendiri - Tuhan menciptakannya untuk membebaskan dari kesendirian.

"Saya akan menciptakan penolong yang sepadan dengan dirinya" (Kejadian 2: 18) Sebagai obat dari kesendirian Adam, Tuhan menciptakan Hawa. Tuhan men-desain ia untuk menjadi penolong Adam. Dalam kelompok doa wanita, saya mendengar seorang wanita lajang berdoa, "Tuhan, Kau menciptakan kami untuk menjadi penolong pasangan kami." Saya tertegun sewaktu diingatkan akan hal ini. Keinginan saya untuk dirawat, dikuatkan dan dibantu telah tertanam oleh Tuhan untuk tujuan menjadi pendamping dan penolong dan dilatih dalam konteks pernikahan.

"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2: 24) Karena Tuhan menciptakan wanita bagi pria, pernikahan adalah langkah alami selanjutnya sehubungan meninggalkan keluarga asal. Faktanya, ayat ini terlihat mengindikasikan bahwa seorang pria seharusnya menciptakan keluarga sendiri selepas meninggalkan keluarga asal. Ini adalah jarang di masyarakat sekarang, dimana rata-rata usia menikah adalah di atas 25.

Anak Karunia Tuhan"Anak adalah karunia Tuhan" (Mazmur 127: 3). Frase ini terlihat sudah terbuang jauh dan tampaknya dampaknya telah terhilang. Dengan toleransi akan aborsi dan prasangka terhadap perempuan yang memilih keluarga daripada karir, masyarakat tampaknya untuk menempatkan nilai hanya pada anak-anak yang diinginkan dan tidak menghalangi keberhasilan pribadi. Namun, semua berkat yang Tuhan berikan kepada pengikutnya, anak berada pada posisi paling atas. Nilai mereka diungkapkan berulangkali dalam Firman. Mereka memberkati ibu-ibu mereka. Mereka adalah kesukaan bagi bapak-bapak mereka. Kerajaan Allah milik mereka.

Karunia Berkeluarga
Banyak belum beruntung. Mereka hanya melihat kehancuran dan duka dalam keluarganya. Dan kenyataan bahwa Bapa tetap dipuja dalam kelaurga yang berkomitmen padaNya. Hubungan-hubungan ini merefleksikan diriNya. Bapa adalah bapa kami. Kami adalah pengantin Kristus. Mengenal Tuhan membutuhkan sikap seperti anak-anak. Gambarannya sangat menakjubkan. Dan Tuhan mengundang kita untuk menjadi bagian dari itu.


Sumber : boundless.org/Tmy
Halaman :
1

Ikuti Kami