Didapatkan Mengapa Warga Amerika ‘Spiritual Tapi Tidak Religius’

Internasional / 25 October 2008

Kalangan Sendiri

Didapatkan Mengapa Warga Amerika ‘Spiritual Tapi Tidak Religius’

Tammy Official Writer
7060
Dengan semakin banyaknya warga Amerika yang mendeskripsikan diri mereka sebagai orang yang ‘spiritual tetapi tidak religius,' seorang pe-riset mencari tahu untuk menemukan apa dari arti pernyataan tersebut sebenarnya.

Rev. Linda Mercadante, seorang professor teologi dari Methodist Theological School di Delaware, Ohio, mengadakan riset bagi segmen dari populasi Amerika yang sedang bertumbuh ini dan menemukan kemungkinan alasan-alasan mengapa ‘spiritual' diharapkan untuk jauh dari gereja ataupun praktikal religius.

"Saya mendengar beberapa argumen yang sama terus menerus," ujar Mercadante, seorang pendeta di Gereja Presbiterian, menurut Presbyterian News Service.

Setelah berbicara dengan SBNRs (spiritual but not religious) di seluruh negeri yang telah menjadi sukarelawan selama 90 menit lebih interview, Mercadante menemukan bahwa kebanyakan dari mereka tidak bergereja - atau tidaklah religius - dikarenakan ‘argumen-argumen stereotipe melawan organisasi keagamaan dan pernyataan-pernyataan dari gereja-gereja.'

"Saya tidak tahu darimana skrip ini muncul - tak seorang pun tahu gereja mana yang cocok dengan profil atau stereotype ini," ujarnya.

Beberapa dari stereotype SBNRs yang terdaftar termasuk gereja-gereja yang meng-klaim ‘kebenaran eksklusif - bahwa mereka mempunyai pojokan untuk market yang sebenarnya,' gereja-gereja menginginkan keyakinan pribadi dilepaskan; gereja-gereja menginginkan kesatuan pada "mentalitas korporat," dan gereja-gereja mengakui adanya keteracakan atau keyakinan yang tidak masuk akal, diantara yang lainnya.

SpiritualitasMenurut Robert C. Fuller, penulis dari buku terbitan Spiritual, But Not Religius, sepertinya satu di antara lima orang dapat mendeskripsikan diri mereka sebagai orang yang spiritual tetapi bukanlah religius. Fuller menyebutkan sebuah studi dimana bagi mereka yang mendeskripsikan diri mereka sebagai SBNRs kurang menyukai untuk mengevaluasi kereligiusan dengan positif, kurang menyukai untuk terlibat dalam bentuk penyembahan yang tradisional seperti menghadiri gereja atau berdoa, dan lebih menyukai untuk mengkarakterisasi kereligiusan dan spiritualitas sebagai konsep yang berbeda dan tidak saling melengkapi.

Spiritualitas, dalam studi tersebut, diasosiasikan dengan tingkat tertinggi dalam ketertarikan dengan mistik, pengalaman dengan kepercayaan dan praktikal yang tidak ortodoks, dan perasaan-perasaan negatif baik terhadap pendeta dan gereja-gereja. Kereligiusan, sementara itu, diasosiasikan dengan tingkat tertinggi dalam ketertarikan dengan kehadiran bergereja dan komitmen kepada kepercayaan ortodoks.

"Bagi mereka yang melihat diri mereka sebagai ‘spiritual, tapi tidak religius' menolak agama terorganisasi sebagai jejak langkah - atau bahkan yang paling ternilai - yang artinya menjauhkan pertumbuhan spiritual mereka. Banyak yang telah memiliki pengalaman negatif dengan gereja-gereja atau para pemimpin gereja," menurut Fuller.

SpiritualitasSelagi perasaan-perasaan negatif terhadap gereja dan organisasi gereja masih terjadi, responden-responden dari studi terbaru Mercadante melaporkan sedikit pengalaman negatif dengan gereja-gereja. Mercadante menemukan hingga penolakan terhadap asumsi biasa bahwa banyak orang tidaklah religius dikarenakan pengalaman buruk ketika bergereja. Ini tidaklah benar, ujarnya, menyebutkan "sedikit sekali laporan dari orang-orang bahwa mereka pernah disakiti di dalam maupun di gereja."

Menurut penemuannya yang ia rencanakan untuk dipublikasikan dalam sebuah buku, Mercadante mengakhirir, "Saya rasa sangatlah jelas bahwa kebanyakan masalah dari keagamaan terorganisasi yang dihadapi sekarang bukanlah kesalahan gereja."

"Kita mengalami sebuah pergantian budaya yang besar yang secara ekstrem sulit untuk dijaga dan gereja selalu lambat di belakang pergantian ini - terlalu lambat, tentu saja, bagi kebanyakan orang."


Sumber : christianpost.com/Tmy
Halaman :
1

Ikuti Kami