Permaisuri Sultan Ikut Pawai Tolak RUU APP

Nasional / 14 October 2008

Kalangan Sendiri

Permaisuri Sultan Ikut Pawai Tolak RUU APP

Puji Astuti Official Writer
4489

Masyarakat Bali Sabtu (11/10), menggelar parade budaya sebagai reaksi penolakan atas rencana diundangkannya Rancangan Undang-Undang Pornografi di DPR. Parade budaya ini juga diikuti komunitas warga Papua dan Jawa di Pulau Dewata. Sejumlah tokoh nasional seperti sutradara Garin Nugroho, artis penyanyi Franky Sahilatua, dan permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas juga ikut bergabung.

Aksi besar-besaran menolak diundangkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi, Komponen Rakyat Bali (KRB) Sabtu (11/10) kembali digelar dalam bentuk parade budaya. Parade budaya yang melibatkan ribuan orang berjalan kaki dari Lapangan Renon menuju Lapangan Puputan Badung ini, sengaja digelar menjelang kedatangan anggota panitia kerja (Panja) RUU Pornografi yang akan mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) di daerah ini, Senin (13/10).

Koordinator KRB Ngurah Harta yang ditemui SP, Sabtu pagi mengatakan, parade budaya mengambil start dari Parkir Timur Badjra Sandhi menuju Jl Diponegoro dan berakhir di Lapangan Puputan Badung. Dalam pantauan SP, aksi diikuti oleh sekitar 5.000 orang melibatkan perwakilan warga desa adat, siswa, dan mahasiswa di Bali. Selain itu beberapa tokoh nasional juga dipastikan hadir.

Iring-iringan massa sepanjang 3 km itu membentangkan kain merah putih sepanjang ratusan meter, dengan sejumlah spanduk yang antara lain berbunyi, "Tolak RUU Pornografi, Jaga Kebhinekaan". Mereka juga mengarak lambang burung Garuda, simbol kebinekaan.

Parade budaya tersebut, tidak hanya diikuti orang Bali, beberapa yang hadir pun adalah komunitas warga Papua dan Nusa Tenggara Timur serta masyarakat Jawa di Pulau Dewata. Sejumlah tokoh nasional seperti sutradara Garin Nugroho, artis penyanyi Franky Sahilatua, dan permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas juga hadir dalam parade budaya menolak RUU Pornografi tersebut.

Papua

Menurut Ngurah Harta, aksi sengaja dilakukan di Bali karena Bali menjadi barometer penolakan terhadap RUU Pornografi. "Bali adalah barometer penolakan, kita tidak ingin kecolongan. Sebab tahun 2006 kita kira sudah selesai, ternyata muncul lagi, dan ini merupakan ancaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Ngurah Harta mengingatkan.

Sementara itu, dari Jayapura, Papua dilaporkan, masyarakat di provinsi ini juga menolak keras RUU Pornografi. RUU tersebut dianggap tidak urgen dan akan menghancurkan semangat kebinekaan Indonesia.

Ketua Sekolah Tinggi Teologia Water Pos, Sentani Dr Beny Giay menilai, Pemerintah Indonesia dan DPR saat ini banyak dikendalikan kepentingan yang berusaha melakukan penyeragaman dari kelompok mayoritas. "Seharusnya kita menjaga semangat bhineka tunggal ika agar tetap lestari, bukan merancang regulasi yang tidak menghargai keberagaman," tegas Beny Giay, Jumat (10/10).

Senada dengan itu, Wakil Pokja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP), Pdt Williem Rumsarwir mengatakan, akan menjadi masalah apabila RUU Pornografi itu hadir diundangkan dan berlaku nasional, sebab rakyat Papua akan habis dijebloskan ke penjara, karena dianggap porno. Padahal, kondisi orang Papua sudah begitu sejak dulu.

Seperti diberitakan sebelumnya, DPR menjadwalkan RUU ini disahkan Oktober atau paling lambat akhir tahun 2008. Saat ini, Panja DPR baru melakukan sosialisasi di empat provinsi, yakni Bali, Papua, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur mulai Minggu (12/10) sampai Sabtu (18/10).

Di DPR sendiri, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) kembali bergabung masuk Panja untuk ikut membahas RUU Pornografi, tetapi dengan syarat mengkaji kembali tiga aspek mendasar, yaitu soal definisi pornografi, klausul-klausul pasal yang sangat vulgar, dan RUU yang dinilai terlalu menyentuh ranah privat.

Sumber : Suara Pembaruan/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami