The Pursuit of Happiness Ala Jennie S Bev

Entrepreneurship / 3 October 2008

Kalangan Sendiri

The Pursuit of Happiness Ala Jennie S Bev

Tammy Official Writer
4729
Nama aslinya adalah Jennie Siat. Lahir di Indonesia sekitar 37 tahun yang lalu. "Bev" di belakang namanya adalah singkatan dari Bevlyadi, suami dan pasangan hidup yang setia mendampinginya hingga kini.

Jennie lahir dan besar di kawasan Menteng Jakarta, kemudian kuliah di Universitas Indonesia mengambil jurusan hukum. Setelah selesai tahun 1994, Jennie mulai aktif menulis di berbagai media di Indonesia, di antaranya di tabloid Kontan dan di koran The Jakarta Post.

Jennie menikah dengan Abang Beni, begitu ia memanggil suaminya, tak lama sebelum Indonesia dilanda krisis moneter. Krisis moneter inilah yang kemudian memicu hasrat mereka berdua untuk merantau ke negeri orang. Jennie dan suaminya memilih Amerika.

Sekitar tahun 1998, Jennie mendapatkan pekerjaan pertamanya di Amerika sebagai legal assistant pada sebuah law firm di San Diego sebelum pindah ke San Fransisco. Awal tahun 2000, Jennie mendapatkan pekerjaan yang ada hubungannya dengan tulis-menulis. Jennie bahkan sempat menjadi managing editor dan country manager di sebuah perusahaan dot com. Tapi tahun 2001, sejalan dengan menurunnya gegap gempita dunia dot com perusahaan itu kemudian bangkrut.

Jennie kemudian berganti profesi menjadi pegawai negeri di negara bagian California. Selama karier barunya itu, Jennie terus berkontemplasi untuk menemukan talentanya. Jennie tetap meneruskan kreatifitas menulisnya.

Dengan kreatifitas menulisnya, hingga kini sudah ada sekitar 1.000 artikel, 60 e-book, dan dua buku best seller telah ditulis oleh Jennie. Semua tulisannya itu menyebar ke seluruh dunia, mulai dari Amerika, Kanada, Inggris, Eropa dan tentu saja sampai ke Indonesia.

Salah satu tulisannya, "Guide to Become a Management Consultant", menjadi salah satu dari 5 tulisan terbaik sekaligus menjadi finalis 2003 EPPIE Award dalam kategori non-fiction how-to. EPPIE adalah sebuah lembaga yang cukup bergengsi dalam soal online publishing di Amerika.

Kejadian itulah yang kemudian membuat seorang Jennie "makin nekat" setelah merasa menemukan jati dirinya sebagai penulis business how to dan motivator. Maka, di awal tahun 2003 Jennie mendirikan perusahaan dot com-nya sendiri, yaitu sebuah perusahaan online publishing yang berspesialiasi memproduksi ebook business-how-to khusus untuk bidang fashion dan kosmetika.

Jennie S BevPerusahaan yang diberi nama StyleCareer.com itu kini dikenal di seluruh Amerika dan bahkan di seluruh dunia, sebagai salah satu penyuplai informasi terbaik di bidang bisnis fashion dan kosmetika. Lebih dari 60 ebooknya laris manis terjual dan dibeli oleh mereka yang menerjuni bisnis dunia gaya ini. Jennie punya target mencapai angka 100 judul pada akhir tahun 2007.

Jennie juga pernah menjadi pembicara seminar di Learning Annex, yang alumninya termasuk juga Robert Kiyosaki, Donald Trump. (Dengan rendah hati Jennie menegaskan bahwa ia hanya kebagian urusan fashion saja dan tidak se-spektakuler mereka itu. Ditambahkannya pula bahwa kelasnya pun kecil hanya terdiri dari 20-30 orang, tidak seperti kuliah umum mereka yang dijejali ratusan bahkan ribuan orang.)

Dari sebuah online publishing bermodal dengkul, StyleCareer.com berkembang menjadi konsultan bisnis fashion. Jennie terus mengembangkan usahanya sampai mampu mendapatkan klien-klien berkelas kakap di daratan Amerika. Misalnya saja, John Casablanca pendiri Elite Modelling Agency yang melahirkan Cindy Crawford, Naomi Campbell, dan Cameron Diaz, atau Laila Ali McLain yang anaknya Muhammad Ali. John Casablanca bahkan sempat menyebut Jennie sebagai "the queen of research".

Berkaitan dengan sukses onlinenya itu, Jennie memberi tips:

1. Berani mencoba dan tidak berputus asa.
2. Kenali pesaing dari segi infrastruktur, produk, proses produksi, dan jalur distribusi.
3. Pelajari pro dan kontra yang ada, jangan tiru sepenuhnya supaya kegagalan tidak terulang.
4. Juallah produk spesifik yang sulit ditemui di dunia online.
5. Gunakan strategi marketing secara online dan offline.

Kini Jennie juga mulai mengembangkan usaha secara offline terkait dengan berbagai produk kecantikan. Selain itu Jennie juga sedang menginkubasi sebuah bisnis di bidang kependidikan dan konsultasi, di bawah bendera Afton Institute dan Afton Consulting. Jennie juga menjadi adjunct professor pada sebuah perguruan tinggi online yang cukup terkenal di sana. Di tambah lagi, bersama suaminya Jennie sedang mengejar gelar doktornya.

Jennie, perempuan berkacamata yang asal Indonesia, telah membuktikan dirinya berhasil sebagai seorang infopreneur dan homepreneur kelas dunia di negeri seberang. Satu atau dua tahun lagi, Jennie berniat pulang kampung ke Indonesia untuk menularkan kesuksesannya.

Di tanya tentang semua fenomena dirinya, Jennie hanya berkata "Saya menulis karena cinta. Saya berbisnis karena kebutuhan hidup. Saya bekerja sosial karena kasih kepada kemanusiaan."

Tentang suksesnya di perantauan itu Jennie mengatakan, "Kalau seorang perantau dari tanah Betawi seperti Saya ini bisa diterima, tentu Anda juga pasti bisa. Kuncinya hanya satu, yaitu mengunakan paradigma internasional dalam menjalankan bisnis online. Jangan berkecil hati hanya karena kita berasal dari Indonesia. Teknologi sama di mana saja dan dunia maya memungkinkan jarak tidak lagi menjadi penghalang. Mari kita mulai sekarang juga."

Sukses seorang Jennie S. Bev bukanlah sukses tanpa kendala. Jennie paham bahwa sebelum sukses harus ada kesulitan. Jennie mengerti bahwa semua kesuksesan itu bisa diraihnya lewat jalan hidup yang keras dan berbatu. Jennie bahkan mengerjakan banyak hal di dalam hidupnya, dengan choosing the hard way.

Seakan memperkuat hukum kesuksesan yang pasti berlakunya ("Success is never ending; failure is never final", "Temporary defeats", dan bahkan "The Law of Babak Belur"), Jennie pun mendemonstrasikannya di dunia mayanya dan sekaligus di dunia nyatanya.

Saat Jennie masih kuliah di Depok, ia lebih memilih naik bis dua atau tiga kali sebelum tiba di kampusnya, ketimbang diantar dengan mobil bersama pak sopir. Kebiasaan untuk take it the hard way ini diteruskannya sampai merantau ke negeri orang.

Jennie dan suaminya berangkat ke Amerika bermodal dengkul. Mereka tiba di "negeri impian" itu dengan masing-masing hanya membawa satu koper dan satu tas jinjing.

Jennie S BevDi luar pekerjaan-pekerjaan yang "bersih" di atas, berbagai pekerjaan "kotor" pun pernah dilakukan Jennie dan suaminya dalam petualangan mereka. Di masa-masa awal mereka berdua di tanah rantau, banyak sekali kesulitan dan hal berat yang harus mereka tempuh sebelum mencapai apa yang mereka peroleh kini.

Kemiskinan dan kesulitan hidup adalah hal biasa yang dialami di masa awal perantauan Jennie. Karena belum punya kendaraan, Jennie pernah harus berjam-jam menunggu bis di pinggir jalan, dengan tangan dan kuping yang nyaris beku di musim dingin.

Jennie pernah harus dihadapkan pada pilihan sulit yang jarang bisa kita bayangkan; pilih makan atau naik kendaraan. Tentu saja, demi menyambung hidup Jennie lebih memilih makan dan rela berjalan kaki atau bahkan jogging ke tempat kerja. Itung-itung, sambil menyelam minum air alias berolahraga.

Soal menjadi pekerja kasar dan rendahan di negeri orang bukanlah barang asing bagi seorang Jennie dan suaminya. Kerja sebagai janitor pernah dilakoni Jennie. Membersihkan lantai, menyapu, mengepel, sampai membersihkan yang kotor-kotor pun pernah dilakukannya pula, termasuk membersihkan toilet yang mampet.

Suami Jennie pun tak kurang "seru" pengalamannya. Ia pernah menjadi tukang parkir di terik matahari sampai kulitnya coklat. Ia juga pernah berjualan bunga di toko kecil di trotoar jalan.

Selama menjadi "kere" di sana, Jennie dan suaminya bahkan pernah mengecap antrian di klinik kesehatan gratis, bersama para pengemis dan gelandangan, sebab mereka tak punya asuransi atau uang untuk ke dokter. Bila mengingat hal itu, di kepala Jennie terbayang kembali film Will Smith "Pursuit of Happiness".

Jennie dan suami tercintanya, kini telah memasuki tahap kesuksesan berikutnya: Mampu tertawa bila mengingat semua haru biru itu. Saat mengobrol berdua, atau saat bercengkerama dengan teman dan sahabatnya yang kini adalah para senator dan kaum jetset.


Sumber : berbagai sumber/Tmy
Halaman :
1

Ikuti Kami