Hanya Ibu rumah Tangga?

Parenting / 10 March 2008

Kalangan Sendiri

Hanya Ibu rumah Tangga?

Fifi Official Writer
4297
Titus 2:3-5, "Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang."

Apa tanggapan kita jka ada orang yang bertanya apa yang kita lakukan untuk mendapatkan penghasilan, atau apa profesi kita? Apakah kita menjawab dengan bangga dan dengan kesadaran penuh bahwa kita sedang memenuhi panggilan Tuhan sebagai ibu rumah tangga... istri, ibu, guru sekolah anak-anak kita, dan pengatur rumah tangga? Atau kita malu dan dengan pelan menjawab, "Saya? Saya hanya seorang ibu rumah tangga..."

Mengapa kita sering merasa malu untuk mengakui bahwa kita sedang melakukan kehendak Tuhan dalam hidup kita? Mengapa kita baru merasa sudah membuat perbedaan hanya jika kita mempunyai karir, berseragam, memakai sepatu hak tinggi dan berusaha keras untuk tetap dapat bekerja sebagai karyawan kantor sementara juga mengurus rumah tangga? Pesan apakah yang sedang kita sampaikan kepada putri-putri kita? Bahwa mereka seharusnya merasa malu atau merasa terhormat? Pesan mana yang akan melekat dalam benak mereka: "Maaf sayang, tapi areamu dalam kehidupan hanya akan menjadi ibu rumah tangga dan seorang ibu, dan oh iya, jika kamu mau, kamu juga bisa belajar dari rumah..." atau "Oh sayang, Tuhan telah menghargai wanita dengan tidak hanya memberikan kita kehormatan untuk bisa melahirkan kehidupan baru, tapi Dia juga memberikan kita karunia untuk menjadi pengurus dari rumah tangga kita dan semua yang dibutuhkannya!"

Kita semua tahu bahwa melakukan pekerjaan rumah tangga itu tidak selalu menyenangkan, kita juga tidak selalu bisa melakukannya dengan pakaian yang rapi, perhiasan, dan make up. Tapi apa yang kita lakukan mempunyai dampak yang jauh lebih besar daripada pengaruh seragam kerja. Kita mempengaruhi dunia!

Bagaimana dunia bisa mendapatkan ilusi itu? Jika saya melihat jauh ke belakang, saya bisa melihat bahwa beberapa masalah kita yang berkaitan dengan liberalisme dan feminisme mulai berakar sejak generasi "baby boomer" (generasi tahun 1946-1950an dimana setelah perang usai banyak sekali bayi yang lahir). Dalam kehidupan saya sendiri, ibu saya adalah bayi ke 14 dari keluarga petani di Kentucky, dia mengalami dibesarkan bersama-sama oleh ibunya sendiri dan belajar tentang kemampuan-kemampuan mengurus rumah tangga seperti memasak, mengolah dan mengawetkan makanan, membersihkan dan mengatur, merawat anak kecil (dia mempunyai banyak keponakan), dan sebagainya. Setelah ibu saya menikah dan melahirkan saya dan saudara saya, dia yakin bahwa cara terbaik untuk membantu ayah saya mendapatkan penghasilan yang cukup adalah dengan menemukan pekerjaan dan mendapat uang tambahan. Yah, uang tambahan itulah yang membuat ibu saya harus bekerja penuh waktu dan jauh dari rumah.

Saya tidak lagi melihat senyumannya yang menyambut kami sepulang sekolah, tapi saudara laki-laki saya mendapatkan sebuah gitar. Kami tidak lagi bisa melihat ibu di deretan penonton saat ada pentas sekolah, karena dia tahu bahwa kami toh akan melakukannya sebaik mungkin. Tidak ada kesempatan lagi untuk belajar langsung bersama-sama dengan ibu saya di dapur, tapi saya mendapatkan banyak baju-baju bagus.

Jika saya melihat ke belakang, saya bisa mengatakan pada anda berapa seringnya ibu saya pulang ke rumah dan membawakan kami baju yang bagus dan dia akan kelihatan tidak senang saat melihat reaksi saya tidak se-senang seperti yang dia harapkan. Tentu saja, saya sangat berterimakasih untuk semua yang saya dapatkan, tapi saya tidak terlalu menginginkan barang-barang itu. Waktu itu saya belum menyadari hal ini sepenuhnya dan saya tidak dapat mengungkapkannya dalam kata-kata, tapi yang paling saya inginkan adalah ibu saya... Saya ingin bisa belajar langsung darinya, saya ingin waktunya bersama dengan saya, saya ingin sebuah hubungan. Jangan salah paham, ibu saya dan saya mempunyai hubungan yang baik. Tapi saya tahu kami bisa menjadi lebih dekat dan lebih menikmati kebersamaan ini. Kami bisa memiliki keintiman ibu dan anak yang seharusnya dimulai sejak saya masih kecil, tapi harus ditunda sampai saya sudah beranjak dewasa.

Saya tidak mau hal yang sama terjadi pada anak-anak saya, dan saya tidak yakin bahwa itu kehendak Tuhan untuk keluarga kami. Meskipun Tuhan tetap memberkati saya dan ibu saya dengan hubungan yang baik saat ini (Yoel 2:25), tapi saya tidak mau menunggu selama itu untuk memiliki hubungan yang dekat dengan anak-anak saya. Cara saya untuk berhubungan dekat dengan mereka adalah dengan menjadi ibu rumah tangga, dan bagian dari proses itu adalah mendidik mereka di rumah. Saya mempunyai kedekatan dengan anak-anak saya seperti yang selalu diinginkan oleh ibu saya miliki dengan saya.

Sementara putri-putri saya belajar dari saya, mereka juga belajar tentang karunia yang Tuhan berikan pada mereka untuk melihat dalam diri ayah mereka seorang pria yang ingin melayani dan mengikuti Tuhan. Seorang pria yang menjadi pencari nafkah utama untuk keluarganya dan dengan demikian mengijinkan saya untuk melakukan peran yang sudah diberikan Tuhan kepada saya sebagai seorang istri, ibu, dan pengurus rumah tangga. Saya membuat rumah saya menjadi tempat beristirahat untuk suami saya, tempat yang aman dan nyaman untuk seluruh keluarga dan tempat yang menyambut teman-teman kami.

Nah, apakah ini memang adalah panggilan yang layak diperjuangkan dan dipersiapkan? Dan apakah anda merasa terhormat untuk menghidupinya? Lain kali jika seseorang bertanya kepada anda apa profesi anda, angkat kepala anda dan katakan dengan bangga, bahwa anda memenuhi peran dari Tuhan untuk anda sebagai seorang ibu rumah tangga dan bahwa anda sedang menjadi teladan bagi putri-putri anda.

Sumber : crosswalk
Halaman :
1

Ikuti Kami