Impian Untuk Menikah

Single / 10 January 2008

Kalangan Sendiri

Impian Untuk Menikah

Fifi Official Writer
9751
Waktu masih remaja dulu, saya membayangkan bagaimana jadinya jika saya menikah kelak. Saya membayangkan akan menikah pada usia 24 tahun, saya akan mempunyai 4 anak, 2 laki-laki dan 2 perempuan. Saya juga membayangkan kelak suami saya setiap hari akan sering mengangkat dan mengayun saya (saya membayangkan dia mempunyai tubuh yang kuat). Lalu setiap malam kami akan berdansa setelah makan malam. Dulu saya sangat yakin semua itu akan terjadi, sepertinya saya sedang bermimpi. Hey, tidak salah bukan jika kita mempunyai mimpi?

Saat saya berusia 23 tahun, saya mempunyai pacar dan hubungan kami serius. Dia mengasihi Tuhan dan sangat menyukai saya. Namun setelah beberapa bulan pacaran, saya baru menyadari ada beberapa hal dari dirinya yang mengganggu saya. Singkatnya hubungan kami tidak berlanjut. Lalu saat saya berusia 24, saya masih belum menikah, saya juga tidak sedang pacaran dengan siapapun. Awalnya saya tidak panik, karena saya masih punya waktu 1 tahun penuh. Namun tiba-tiba saya berusia 25 tahun. Saya (sedikit) mulai panik, apalagi saat itu saya sudah menjadi pendamping pengantin wanita di sebanyak kurang lebih 143 pernikahan dari teman-teman saya di kampus. Kebanyakan dari mereka bertemu dengan pasangannya di 60 menit pertama saat orientasi mahasiswa baru. Saya jadi bertanya-tanya, apakah waktu itu saya sedang pergi ke toilet? Karena saya melewatkan semua kesempatan itu...

Dan ketika saya berumur 26, lalu 27 tahun, saya mulai bertanya-tanya, apakah Tuhan melupakan saya? Kemudian saya teringat pengalaman dari guru saya. Dia bercerita ketika dia bertemu dengan seorang wanita di kampus, dia menggambarkan wanita ini persis seperti yang dia cari. Mereka pacaran selama beberapa waktu dan cintanya untuk wanita ini bertumbuh. Dia mengira wanita ini adalah seseorang yang sempurna untuknya. Lalu wanita ini memutuskan hubungan mereka. Teman-temannya menghibur dia dan mengatakannya agar tidak kuatir, bahwa Tuhan mempunyai seseorang yang lebih baik untuk dia. Namun sayangnya dia telah terpukul dan tidak meyakini akan hal itu lagi.

Di sanalah saya, 27 tahun, bertanya-tanya apakah saya sudah menjadi yang terbaik yang saya bisa. Jadi, saya mulai berdoa, berdoa seperti yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, agar Tuhan mempersiapkan hati saya untuk pernikahan dan membentuk saya sesuai dengan gambaranNya. Bulan demi bulan berlalu, dan saya mulai mempertanyakan apa sebenarnya kehendak Tuhan untuk hidup saya sehubungan dengan pernikahan. Apakah Dia ingin saya menikah? Apakah harapan ini hanya sekedar keinginan saya ataukah memang kehendakNya untuk saya? Jadi saya berdoa meminta keinginan hatiNya, bukan meminta agar keinginan saya dipenuhi, supaya Dia meletakkan keinginanNya di hati saya. Saya berdoa bahwa jika keinginan saya untuk menikah bukan kehendakNya untuk saya, Dia akan mengambil keinginan itu.

Tapi ternyata keinginan untuk menikah tetap ada. Saya memilih untuk menjadi utuh di dalam Kristus sebagai seorang lajang. Saya katakan "memilih" karena ini sebuah keputusan. Namun pada waktu yang sama, saya juga memutuskan untuk mempercayai Tuhan bahwa suatu hari nanti saya akan menikah. Saya mulai merasa damai sejahtera dan tenang sebagai seorang lajang. Ya, saya ingin menikah, saya bahkan merasa sudah siap untuk menikah, tapi saya menikmati kehidupan saya saat itu dan percaya akan waktu yang tepat. Saya menggunakan waktu itu untuk mempersiapkan diri bagi pernikahan. Saya berdoa untuk calon suami saya, agar Tuhan juga mempersiapkan dia. Saya membaca buku-buku pernikahan, saya mencari pasangan suami istri yang saya kagumi dan bertanya pada mereka tentang pernikahan: apa yang paling mereka sukai tentang menikah? Apa kesulitan yang mereka temui dalam pernikahan? Apa nasehat mereka bagi saya untuk mempersiapkan pernikahan?

Saya tahu bahwa cara berpikir seperti ini mungkin sedikit berbeda dari yang biasa anda dengar, "Bersenang-senanglah. Jika kamu belum menikah, mungkin saja kamu tidak dimaksudkan untuk menikah... Lanjutkan hidupmu!" Namun sebagai orang Kristen, jika anda merasa terpanggil untuk menikah, dan jika anda percaya bahwa Tuhanlah yang telah menempatkan keinginan itu dalam hati anda, lalu mengapa anda tidak dengan aktif mempersiapkan pernikahan? Mengapa tidak mempercayai Dia bahwa hal itu akan terjadi? Itu terjadi pada saya. Ketika saya berusia 28 tahun, saya bertemu dengan seorang pria dan kami saling jatuh cinta. Dia tidak sempurna, dan setelah berbulan-bulan kemudian dia akhirnya juga menemukan bahwa saya juga tidak sempurna, namun seiring waktu yang kami habiskan bersama dan juga dalam doa, kami menyadari bahwa kami sempurna bagi satu sama lain. Kami menikah tidak lama setelah saya berusia 30 tahun. Tuhan telah menjawab doa saya. Memang itu bukan saat yang saya impikan saat saya remaja, tapi itu adalah waktu yang tepat.

Apakah anda menikah atau lajang, tujuannya adalah hidup untuk Kristus.

Pernikahan seharusnya tidak menjadi tujuan akhir dari kehidupan Kristen. Saya memang merasa diberkati dengan pernikahan saya dan mengalami cinta dengan seorang pria. Dan sejujurnya saya juga menghargai semua pergumulan yang telah menghasilkan pertumbuhan yang sehat dalam hubungan kami. Namun suatu saat nanti kami tidak akan berdiri sebagai suami dan istri di hadapan Kristus. Masing-masing dari kita akan berdiri menghadapNya sebagai seorang pribadi, seorang diri. Dan kita akan mempertanggungjawabkan hidup kita selama di bumi ini kepadaNya, entah kita lajang atau menikah.

Jika anda seorang lajang, anda tidak lebih rendah atau tidak layak sebagai seorang manusia. Rencana Tuhan akan membawa kita melalui jalan-jalan yang berbeda, dan jalan-jalan itu patut dirayakan. Kuncinya adalah menundukkan keinginan anda kepada Tuhan, karena hidup yang memuliakan Tuhan adalah bukan tentang mendapatkan apa yang anda mau. Tapi tentang menggenapi kehendakNya atas diri anda. Saat inilah berdoa untuk benar-benar mencari tahu kehendakNya atas hidup anda sehubungan dengan pernikahan menjadi sangat penting. Jika anda merasa terpanggil untuk menikah, bukankah sudah seharusnya anda melihat bahwa Tuhan cukup berkuasa untuk membuatnya terjadi? Mungkin waktunya tidak sesuai dengan perkiraan anda, namun jika Dia meletakkan keinginan itu dalam diri anda, bukankah Dia layak mendapatkan kepercayaan dan iman anda?

Tentu saja, tidak setiap orang terpanggil untuk menikah. Saya sangat mengagumi teman-teman lajang saya yang mampu untuk melayani banyak orang dengan maksimal (yang tidak akan mungkin jika mereka menikah). Saya melihat mereka sebagai pahlawan-pahlawan dalam tubuh Kristus. Tidak setiap orang lajang yang ingin menikah merasa tidak puas atau kesepian, tapi kenyataannya banyak yang merasakan seperti itu.

Kepada mereka, saya ingin memberi semangat, Tuhan tidak melupakan anda. "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (Mazmur 34:18). Berdoalah pada Tuhan yang adalah Perancang dari semua mimpi anda. Jika anda yakin bahwa Dia memanggil anda untuk menikah, peganglah mimpi itu. Gunakan waktu saat ini untuk mempersiapkan diri anda untuk pernikahan. Berdoalah agar Tuhan mempersiapkan baik anda maupun calon pasangan anda. Anda dapat mempercayai Tuhan untuk masa depan anda. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6). Dan ingatlah, anda dapat menemukan damai sejahtera dan sukacita dalam Kristus saat ini, karena anda adalah (dan akan selalu menjadi) pengantinNya.

Sumber : boundless
Halaman :
1

Ikuti Kami