Saat Orang Lain Mendapatkan Yang Kita Inginkan

Single / 16 November 2007

Kalangan Sendiri

Saat Orang Lain Mendapatkan Yang Kita Inginkan

Fifi Official Writer
7454

Sebuah surat undangan pernikahan datang lagi, dialamatkan hanya kepada anda seorang, tanpa ada "dan pasangan". Ada juga pengumuman bahagia lain di inbox email anda beserta foto, seorang teman lain telah bertunangan. Di mall, anda melihat bekas teman sekelas anda dulu, dan bayinya yang menggemaskan. Anda? Anda masih menunggu.. dan menunggu.

Pertama, menunggu itu sulit. Harapan kita tersembunyi di sudut-sudut setiap peristiwa baru, namun setelah kenyataannya tidak terjadi apa-apa kita kembali kecewa. Bahkan menangispun tidak lagi membuat kita merasa lebih baik, sudah bukan masanya lagi mengasihani diri sendiri. Lalu suara lembut Roh Kudus menembus kabut gelap dari harapan yang tidak terpenuhi, "Bergembiralah dengan mereka yang bergembira." "Tidak mungkin... saya perlu menjauhi orang-orang yang bahagia itu, begitulah cara saya menjaga hati saya... Tuhan, Engkau memberikan kepada mereka apa yang saya inginkan, Engkau tidak memberikannya kepada saya. Dan Engkau mau saya bergembira karena itu? Itu tidak mungkin..."

Tapi sebenarnya itu mungkin, karena perintah itu bukan semata-mata perintah yang kaku, tapi perintah yang dibungkus dalam anugrah dan harapan, yang timbul dari kemurahan hati. "Bergembiralah dengan mereka yang bergembira." ditemukan di Roma 12. Pasal ini dimulai dengan kata "karena itu", yang berlanjut pada kata-kata pujian dan penyembahan kepadaNya.             

"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:33-36). Semua berasal dari Dia, melalui Dia, dan untuk Dia. Karena itu? Ya, karena itu pandanglah kehidupan melalui layar lebar dari kemurahanNya.

"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:1-3). Saat anda mulai menggerutu atau protes di dalam hati, satu-satunya cara untuk dapat "bergembira dengan mereka yang bergembira" adalah bukan dengan menjauhi mereka, tapi mengubah fokus anda. Perbarui pikiran anda dengan memikirkan apa yang benar dan nyata tentang Tuhan, terutama ingatlah akan kemurahanNya yang telah anda terima sebagai seorang putriNya yang telah diampuni dan diselamatkan.

Sukacita atau kegembiraan dimulai ketika kita melihat situasi kita dari perspektif kemurahan Tuhan. Bukannya menerima kemarahan atas dosa-dosa dan ketidaktaatan kita, kita malah menerima pengampunan. Pola pikir yang sejalan dengan dunia selalu dimulai dengan fokus saya, saya, dan saya. Tapi pola pikir yang sudah diperbarui dimulai dengan fokus pada karakter Tuhan. Namun sayangnya, kita cenderung mengingkari kebenaran ini. Kita seperti anak kecil yang terus menatap mainan atau permen warna-warni. Tuhan tetap mengatakan agar kita menatap Dia dan mendengarkan apa yang Dia katakan, tapi kita menarik tanganNya dan melihat ke arah lain. Kita mungkin saja menoleh kepadaNya sebentar hanya untuk berkata, "Ya, ya, aku mendengarMu, tapi apakah Engkau melihat hal ini?" Langkah pertama untuk dapat bergembira dengan mereka yang bergembira adalah mundur sebentar ke belakang dan merenungkan situasi yang sedang kita hadapi dari perspektif kemurahan Tuhan.

Langkah kedua untuk bergembira atas berkat yang diterima orang lain adalah mengingat bahwa anda juga ada bersama-sama dengan mereka. "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain." (Roma 12:3-5). Tidak seharusnya kita berpikir tentang diri kita lebih tinggi daripada yang seharusnya. Namun bukankah itu yang kita lakukan saat kita berpaling dari perspektif kemurahan Tuhan dan mulai iri pada berkat yang diterima orang lain? "Hey, aku juga berhak atas berkat itu! Aku cukup baik, aku seharusnya mendapatkan semua yang sewajarnya aku dapat!"   

Pasal ini mengingatkan bahwa masing-masing dari kita telah diberikan berkat yang berbeda satu dengan lainnya berdasarkan karunia yang diberikan kepada kita, dan berkat atau pemberian ini adalah untuk keuntungan melayani satu sama lain. Tidak perlu iri pada berkat atau kemampuan orang lain, karena itu semua memberikan manfaat bagi keseluruhan tubuh. Bahkan dengan sesuatu yang pribadi seperti pernikahan dan anak-anak, pasal ini mengingatkan kita untuk mundur dan merenungkan kembali kehidupan melalui perspektif kemurahan Tuhan. Pada masa di mana pernikahan dipandang sepele, tingakt perceraian yang tinggi, dan banyak bayi diaborsi sebelum mereka lahir, bukankah menakjubkan bahwa Tuhan bekerja mengatasi semua kekacauan yang disebabkan oleh dosa dan keegoisan ini dan menyediakan pasangan serta keluarga untuk siapapun dari anak-anakNya? Berkomitmen dan menghidupi pernikahan yang berkenan di mataNya adalah perjuangan yang berat, kadangkala. Kita bisa bersukacita bahwa Tuhan masih menyediakan berkat-berkatNya untuk orang-orangNya. Saat kita bisa melihat kebaikan Tuhan dari sudut pandang kebersamaan (bahwa tujuan berkat-berkat itu untuk keseluruhan tubuh), maka itulah saat untuk merayakannya bersama-sama.

Ayat terakhir dari Roma 12 adalah: "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" Kita diminta untuk mengasihi tanpa kemunafikan, saling mendahului dalam menghormati, ikut bersemangat dalam harapan, saling menguatkan dalam masa krisis, saling mendoakan, dan bersikap ramah dengan satu sama lain, inilah artinya bergembira dengan mereka yang bergembira dan menangis dengan mereka yang menangis. Kasihilah orang lain dengan tulus, dan sikap inilah yang akan mengalahkan kejahatan. Terus terang saja, bukankah jahat jika kita marah kepada orang lain untuk apa yang mereka terima? Kejahatan adalah ketika kita menghakimi Tuhan dan juga orang-orang yang menerima berkatNya. Kejahatan ada di dalam keluhan dan gerutuan kita di perayaan mereka, dalam bayangan kita yang berfokus pada diri kita sendiri tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita kalau kita tidak mempunyai apa yang mereka punya.

"Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Roma 12:14-16). Kebiasaan yang berasal dari dunia ini adalah membandingkan dan mengeluh (atau menggerutu). Tapi saat kita melihat kehidupan dari sudut pandang kemurahanNya, kita pasti mampu menempati posisi yang sama dengan orang lain, termasuk mereka yang sedang bergembira. Daripada membiarkan karunia dan berkat-berkatNya menimbulkan perselisihan dan ambisi yang egois, mengapa kita tidak mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, dengan ikut bersyukur dan bergembira atas apa yang dirayakan oleh orang lain.

Sumber : boundless
Halaman :
1

Ikuti Kami