Apa Itu Cultural Marketing?

Investment / 13 September 2007

Kalangan Sendiri

Apa Itu Cultural Marketing?

yosefel Official Writer
6368

Delapan puluh persen orang Jepang adalah peminum kopi. Starbucks Jepang memiliki lebih dari 300 gerai dan terus bertambah rata-rata seratus gerai setiap tahun. Bagi saya ini adalah fenomena pemasaran yang luar biasa karena jika menilik sejarah pasar kopi di Jepang baru terbentuk sekitar tahun 1970-an. Kopi hanya disajikan di hotel-hotel berbintang dan tidak menjadi bagian konsumsi sehari-hari masyarakat Jepang. Buktinya di era itu Nestle dengan Nescafe-nya gagal total masuk pasar Jepang.

Pertanyaannya, kok bisa masyarakat yang dulunya tidak mengenal budaya minum kopi menjadi masyarakat yang maniak minum kopi, nomor tiga di dunia?

Saya beritahu rahasia. Starbucks sebenarnya hanya mereguk hasil dari usaha yang dilakukan Nestle. Gerai Starbucks pertama kali dibuka pada tahun 1996, sementara Nestle telah merintis kemunculan "generasi kopi Jepang" satu dekade sebelumnya dengan menciptakan sejenis makanan pencuci mulut untuk anak-anak (dessert) yang bercita rasa kopi namun tidak mengandung kafein.

Gagal

Cara ini diambil setelah Nestle gagal meyakinkan masyarakat untuk mengubah kebiasaan dari minum teh menjadi minum kopi melalui kampanye pemasaran biasa. Dalam bukunya The Culture Code, Clotaire Rapaille (2006) menjelaskan, kegagalan Nestle saat itu disebabkan dalam budaya Jepang, kopi tidak dikenal. Istilah dia, tidak ada imprint di benak masyarakat Jepang - tidak ada pengalaman ataupun emosi yang merekatnya diri mereka dengan kopi.

Karena itu, Nestle mengubah total strateginya dengan melakukan investasi besar-besaran dengan memperkenalkan makanan hidangan pencuci mulut (dessert) beraroma kopi itu. Tujuannya supaya tercipta imprint tentang kopi di benak generasi muda Jepang di dataran bawah sadar (unconscious mind). Saat imprint memories ini telah melekat, maka dengan mudah Nestle dapat menstimulus kemunculan kebutuhannya melalui komunikasi above the line dan below the line.

Dari kisah ini pelajarannya apa?

Tidak mungkin sebuah produk baru yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat bisa langsung sukses terjual tanpa disertai upaya perkenalan. Starbucks begitu dibuka di Jepang langsung sukses karena telah adanya imprint memories yang sudah dirintis Nestle sebelumnya. Jika Anda memasarkan produk yang benar-benar baru maka langkah pertama yang harus Anda ambil adalah menemukan emotional attachment yang pas dengan budaya masyarakat setempat.

Kenapa pasar butter di Indonesia belum besar? Jawabnya karena masyarakat Indonesia tidak memiliki tradisi makan roti dengan butter. Masyarakat kita lebih suka makan roti memakai margarin dicampur selai. Tantangan bagi para tenaga pemasaran butter dan sejenisnya adalah merancang sebuah kegiatan yang dapat membentuk imprint memories secara cepat. Misalnya, dengan mensponsori makan roti memakai butter di kedai roti terkenal tempat anak muda nongkrong atau bahkan memperkenalkan budaya makan roti dengan butter di sekolah taman kanak-kanak.

Sementara itu, jika produk Anda mempunyai imprint memories yang kuat, maka tantangan Anda adalah menemukan tema iklan yang paling efektif menstimulus ingatan bawah sadar pelanggan.

Sumber : suara merdeka
Halaman :
1

Ikuti Kami