Kesalahan Fatal Di Awal Pernikahan

Marriage / 17 December 2005

Kalangan Sendiri

Kesalahan Fatal Di Awal Pernikahan

Fifi Official Writer
6072
Sebelum menikah, semua yang dibayangkan pasti yang indah-indah, kehidupan romantis dan harmonis. Namun apa yang terjadi setelah pernikahan itu terjadi? Banyak pasangan yang ‘mengeluhkan' bahwa khayalan indah itu tidak pernah mereka rasakan. Apa pasalnya? Banyak hal yang menjadi penyebabnya, dan diantaranya adalah:

  • Banyak pasangan yang dengan "sengaja" mengisolasi diri sendiri demi pasangannya. Awas! Kondisi ini adalah salah satu hal yang dapat membunuh perkawinan itu sendiri.

  • Banyak pula pasangan yang berpikir bahwa menikah = banyaknya larangan. Terutama larangan dari suami untuk istrinya. Padahal jika mau dipahami, apapun kegiatan yang sebenarnya disukai oleh kedua belah pihak tetap bisa dilakukan meski sudah dalam ikatan perkawinan. Tapi dengan catatan, dengan sepengetahuan dan hasil kompromi antara keduanya. Jika masing-masing mau berbicara secara terbuka dan dengan maksud baik, pasti pasangannya pasti tak akan keberatan.

Lalu bagaimana agar sindroma ini bisa dihindari oleh setiap pasangan yang baru saja menikah? Nah, berikut ini resepnya:

  • Cobalah untuk down to earth. Artinya, masing-masing usahakan jangan menutup diri pada kenyataan yang ada. Bayangan ideal tentang suami atau istri kadang juga harus mengalami penyesuaian. Dengan demikian, masing-masing tak akan sulit untuk menerima pasangan dengan apa adanya.

  • Berlakulah seimbang dan adil. Artinya, setiap pasangan harus mampu menyeimbangkan segala kegiatannya, sehingga masing-masing memiliki ruang gerak yang cukup. Jangan pernah melarikan diri dari kenyataan. Karena kecewa terhadap pasangan, maka dengan sengaja bekerja di kantor sampai larut atau mencari cara untuk menghibur diri sendiri.

  • Salinglah terbuka. Komunikasi dua arah seringkali menjadi penyelamat dari sebuah konflik. Jika merasakan hal-hal yang mengganggu perasaan, segeralah komunikasikan dengan pasangan. Jangan melibatkan emosi atau rasa curiga, apalagi menuduh hal-hal yang belum pasti.

  • Jangan terlalu perfeksionis. Karena konsep perkawinan ideal tersebut, maka banyak pasangan yang malah menjadi depresi dan pada akhirnya frustrasi menghadapi perkawinan. Mereka berpikir harus mewujudkan sebuah perkawinan maha bahagia selamanya. Jangan berpikir terlalu panjang seperti itu. Lebih baik raihlah hari demi hari dengan perasaan bahagia. Dan atasi masalah satu demi satu, jangan sekaligus. Biarkan roda perkawinan berjalan seperti apa adanya.

  • Jangan ragu bertukar pikiran dengan orang-orang yang Anda percaya, misalnya orang tua, saudara, sahabat, bahkan orang-orang dengan tingkat spiritual yang tinggi, misalnya pendeta, konselor pernikahan dan lain-lain. Komunikasi dengan mereka dapat membuka wawasan dan pikiran Anda terhadap pasangan hidup.

  • Kompromi dan negosiasi. Kadang dua insan yang berlainan kutub harus ‘bertemu' di tengah. Itu kata para filsuf. Seseorang yang bersifat kompromistis akan menghadapi segalanya dengan lebih mudah.

  • Mengkondisikan perkawinan. Perkawinan yang bahagia tidak datang begitu saja. Segalanya harus dikondisikan. Seperti tanaman, rasa cinta dan sayang dalam sebuah perkawinan perlu mendapat siraman air dan pupuk.

Bertumbuh bersama. Poin penting yang ditempatkan paling akhir ini bukan menyusutkan manfaatnya. Justru poin ini adalah yang paling menentukan yaitu bertumbuh bersama di dalam Tuhan. Sebagai suami-isteri harus saling menopang dalam pertumbuhan rohani pasangannya. Saling mendoakan dan saling menguatkan untuk sama-sama mencapai kedewasaan rohani.
Halaman :
1

Ikuti Kami