Menyambut Hari Air Sedunia 2007

Nasional / 12 December 2005

Kalangan Sendiri

Menyambut Hari Air Sedunia 2007

Puji Astuti Official Writer
5779
 JAWABAN.com - HARI Air Sedunia baru akan jatuh pada 22 Maret. Namun, dari hasil pemantauan SH, di sejumlah perguruan tinggi telah dipersiapkan sejumlah kegiatan untuk memperingati hari yang sesungguhnya sangat penting ini, karena air adalah sumber kehidupan (seperti juga oksigen dan cahaya matahari yang untungnya sampai hari ini alam masih menyediakannya secara gratis).
Tetapi tidak demikianlah dengan air, ia semakin mahal dan suatu saat akan tak terjangkau lagi, karena selain sumber-sumbernya semakin langka dan mahal (terutama akibat ulah manusia yang tidak mampu menjaganya), juga karena air yang ada pun sudah sangat tercemar.

Dalam catatan UNDP, Indonesia termasuk negara yang mundur dalam hal pencapaian UN Millennium Development Goals (MDG) khususnya untuk mengurangi separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar dalam 2015. Tercatat sekitar 100 juta penduduk Indonesia tidak/ belum punya akses terhadap air yang aman untuk dikonsumsi, bahkan semakin hari semakin terasa air makin sulit dan langka.

Laporan yang dipersiapkan oleh Panitia Peringatan Hari Air Sedunia 2007 menyebutkan meski Indonesia termasuk 10 negara yang kaya akan air, namun ancaman krisis air itu sangat nyata. Di Pulau Jawa, misalnya, pada tahun 2000 ketersediaan air hanya 1.750 meter kubik per kapita per tahun, jauh di bawah standar kecukupan minimal, yakni 2.000 meter kubik per kapita per tahun.
Dan jumlah ketersediaan air itu akan makin merosot menjadi 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada 2020. Pulau-pulau besar lain yang bakal menghadapi kelangkaan air adalah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.

Situasi yang sangat berat dalam hal penyediaan air baku dan air bersih ini akan segera dirasakan oleh DKI Jakarta, yang juga ibu kota negara. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya pernah meramalkan kelangkaan air bersih di Jakarta akan terjadi pada 2008, ini karena hari demi hari pasokan air baku untuk diolah menjadi air bersih bagi 700.000 pelanggan air bersih di Jakarta semakin sulit dan berat.

Jumlah itu hanya 30 persen saja dari seluruh penduduk Jakarta, dan selama ini PDAM menerima pasokan air sebesar 18.260 liter/detik, yang terutama bersumber dari Sungai Citarum yang dialirkan secara terbuka melalui Saluran Tarum Barat.

Situasi langka air bersih itu akan terjadi karena tidak ada penambahan kapasitas air bersih sejak 1998, bahkan yang terjadi debit air itu semakin menurun. Berbagai laporan menyebutkan sejak banjir besar yang melanda Jakarta, ternyata tingkat permukaan air di Bendungan Jatiluhur belum juga mencapai titik aman, sehingga harus diadakan hujan buatan, yang ternyata juga belum membuahkan hasil.

Jadi, kita semua menyaksikan dan mengalami dengan tanpa mampu berbuat apa-apa sebuah petaka besar yang akan segera terjadi. Ketika musim hujan air bah melanda, ketika musim kemarau kekeringan hebat juga terjadi. Kemudian, para perencana kota berusaha merampungkan Banjir Kanal Timur (BKT) dengan harapan bisa segera mengalirkan air ke laut agar tidak terjadi banjir besar lagi.

Situasi yang dihadapi oleh Jakarta ini kurang lebih sama dengan yang dihadapi oleh banyak kota besar lain di Indonesia. Kita membangun kota tanpa pernah memikirkan penyediaan prasarana-prasarana dasar untuk jangka panjang.

Tema Hari Air Sedunia 2007 adalah "Kelangkaan Air Baku : Tantangan dalam Penyediaan Air Minum untuk Perkotaan". Dan dari tema itu, yang menjadi titik perhatian adalah limbah cair sebagai produk dari penggunaan air bersih tersebut.

Catatan dari Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) menyebutkan buruknya kualitas air baku sebagai akibat dari rendahnya penanganan sanitasi, menyebabkan pelanggan PDAM harus mengeluarkan biaya lebih mahal 25%. Dan kelompok masyarakat yang paling rawan bila air menjadi semakin mahal dan tak terjangkau adalah mereka yang miskin dan berpenghasilan rendah.

Dan kita juga melihat, air limbah (rumah tangga) yang dibiarkan mengalir langsung ke sungai tanpa pemrosesan sama sekali itu ternyata juga menimbulkan pencemaran luar biasa di banyak muara-muara sungai maupun teluk di Indonesia. Contoh paling nyata dan benderang adalah Teluk Jakarta yang kini menjadi septic tank terbesar di dunia, menerima limpahan limbah cair dari 13 sungai yang bermuara ke situ.

Mungkin kita tidak sadar bahwa setiap hari 60% dari air bersih yang kita gunakan berubah menjadi limbah cair, yang langsung dibuang ke sungai begitu saja.

Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah mengharuskan adanya keterpaduan antara air minum dan air limbah, namun hal itu hanya terbatas di atas kertas. Kita memang tidak ingin semata mempersalahkan Pemerintah mengenai hal ini, tetapi sebagai pemegang kewenangan tentulah Pemerintah bisa menempuh cara-cara untuk menggalang dukungan dan kerja sama dari para stakeholder, khususnya masyarakat sebagai pengguna air bersih dan sekaligus produsen limbahnya.(nat)
Sumber : sinarharapan.co.id
Halaman :
1

Ikuti Kami