Tuhan Mengangkat Bebanku

Kriminal / 12 December 2005

Kalangan Sendiri

Tuhan Mengangkat Bebanku

evrianty Official Writer
2082

JAWABAN.com - Kalau saya saat ini merindukan kasih Tuhan. Saya tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa saya begitu berharga di mata Tuhan. Sebelumnya saya adalah orang yang tidak patut mendapatkan kasih-Nya. Saya tinggal di dalam keluarga yang keras. Saya menjadi liar karena tidak pernah menemukan kedamaian di dalam keluarga. Saya lari dari rumah, dan hidup di hutan bersama teman-teman. Saya banyak melakukan tindakan kejahatan hingga pada akhirnya sering keluar-masuk penjara.

Dari Jayapura saya lari ke Sorong, kemudian saya menjadi ketua gank terjahat disana, dan sejak itu gank saya adalah keluarga bagi saya. Namun tidak saya duga dalam gank tersebut ada seorang teman yang mencoba berbuat curang. Saya bunuh teman saya sendiri dan kemudian melarikan diri ke Jakarta.

Tahun 1977 menjadi tahun yang keras dan kejam bagi saya di Jakarta. Disitulah saya pertama kali kenal narkoba. Dari ganja sampai kokain saya pernah pakai semuanya hingga akhirnya saya menjadi bandar obat terlarang. Tahun 1980 saya tinggal di mess Cendrawasih, hidup saya semakin bebas dan brutal. Saya bisa tukar obat-obatan tersebut dengan tubuh wanita. Saya benar-benar bejat dan juga tidak segan-segan membunuh orang yang mencoba mengkhianati saya.

Suatu hari saya teringat ketika saya masih di dalam penjara. Disana saya sering bergumul tentang diri saya sendiri. Keluarga saya menolak saya, anggota gank yang sudah saya anggap sebagai keluarga juga mengecewakan saya. Sekeluarnya saya dari penjara, saya putuskan kembali ke jalan. Kebebasan yang saya dapatkan selepas dari penjara ternyata tidak mampu merubah saya.

Saya kembali menjadi seorang bandar narkoba. Suatu ketika salah satu teman baik saya, Niko Kily Kily datang menemui saya di mess Cendrawasih tempat saya tinggal. Sudah lama saya tidak bertemu dengannya. Saya juga merasa kangen dengannya sehingga ketika dia mengajak saya datang ke tempatnya untuk mengadakan ibadah ucapan syukur, saya menurutinya.

Ternyata Tuhan mempunyai rencana yang indah buat saya melalui si Niko ini. Saya tidak pernah tahu jika Niko sudah mendoakan saya sejak lama.

Niko mendoakan Moses
Jadi saya kenal Moses itu sudah lama. Jauh sebelum saya bertobat sudah mengenalnya. Kami bertemu pertama kali dan kemudian berteman di diskotik. Sekitar satu tahun lebih delapan bulan saya berdoa terus untuk Moses. Setiap kali saya berdoa pada waktu itu, bayangan Moses selalu muncul di dalam doa saya. Saya bingung, mengapa selalu terbayang akan Moses, saya bertanya kepada Tuhan apa maksud semuanya itu. Dan seperti ada suara yang berbicara di hati saya "Selamatkan dia...Selamatkan dia..."

Setibanya di gereja Niko, saya melihat orang-orang betepuk tangan ketika sedang bernyanyi. Saya dulunya sangat benci dengan tepuk tangan dalam ibadah karena sebelumnya latar belakang saya berasal dari gereja lama. Akhirnya ketika saya masuk dan duduk di bangku paling depan, Tuhan menjamah saya.

Pada saat itu diputar film tentang pertobatan Nicky Cruz. Saya melihat seorang penjahat besar bisa bertobat, mengapa saya tidak? Akhirnya saya berkata "Tuhan tolong saya."

Saya tidak mengerti yang saya alami, namun hati saya mersakan damai. Saya merasakan ada suatu beban berat yang akhirnya terangkat dari hidup saya. Saya merasakan perasaan bebas yang belum pernah saya alami sebelumnya.

Sekarang ini saya benar-benar diingatkan oleh kasih Tuhan yang begitu luar biasa dalam kehidupan saya. Tuhan Yesus telah terima saya apa adanya. Sekalipun keluarga dan gank saya menolak saya. Tapi Yesus menerima saya.(nat)

"Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau; Aku menjawab engkau dalam persembunyian guntur, Aku telah menguji engkau dekat air Meriba." (Mazmur 81:6-8)


Sumber : Moses Binur
Halaman :
1

Hot Topics

  1. Cahaya Bagi Negeri
  2. Daily Devotional
  3. Nabi Palsu
  4. Khotbah Tentang Bersyukur
  5. Punya Tujuan Hidup Umur Lebih Panjang

Ikuti Kami