Kisah Nyata Danny Boy, Jadi Psycho Karena Kematian Kakak

Family / 19 November 2013

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Danny Boy, Jadi Psycho Karena Kematian Kakak

Yenny Kartika Official Writer
23421

Di rumah, Danny Boy biasa dijuluki sebagai anak sial atau anak terkutuk. Danny sama sekali tidak mendapat figur teladan orang tua, terutama seorang ayah.

Saat Danny lahir, sang ayah meninggal dunia. Peristiwa tersebut menjadi buah bibir di antara warga sekitar rumahnya. Mereka meyakini bahwa Danny adalah anak pembawa sial. Yang lebih menyakitkan Danny, bahkan ibunya pun ikut-ikutan mengutuki dia. “Dasar anak sial, anak terkutuk, anak banci!” demikian makian yang sering dilontarkan ibunya kepada Danny. Danny tumbuh menjadi anak yang tertolak.

Akhirnya Danny menjadikan sang kakak, Ronald, sebagai figur pengganti ayahnya.

“Kakak saya yang laki-laki, Ronald Tapillae, itu adalah legenda untuk dunia hitam. Siapa yang engga kenal Ronald Tapillae pada saat itu. Dia adalah seorang yang keluar masuk penjara—Salemba, Nusakambangan…,” kata Danny.

Sejumlah teman menyatakan bahwa Ronald itu adalah preman sekaligus pengguna narkoba. Dia benar-benar ditakuti oleh banyak orang. Namun, bagi Danny, Ronald justru merupakan pahlawannya. Danny merasa dilindungi oleh Ronald.

“Apapun gaya dia, gue harus berani kayak dia,” kata Danny membanggakan kakaknya.

Namun perilaku kriminalitas yang kerap dilakukan Ronald akan membuat Danny lambat laun terpisah pula dengan abang kesayangannya itu. “Gue, abang lu, siap masuk penjara buat belain lo. Tapi kalau gue sudah tidak ada dan lu laki-laki, lu harus berani, lu bela keluarga. Kalau ada yang ketukkin pintu, jangan lu bukain,” demikian perkataan sang kakak yang selalu terngiang di benak Danny, sampai sekarang.

Tak disangka, perkataan itu menjadi pesan terakhir Ronald kepada adiknya. Ronald tewas akibat ditusuk oleh sekelompok bandar narkoba.

“Saya engga terima. Meninggalnya dia sengsara. Saya harus balas. Saya harus cari yang bunuh.”

Luka akibat kematian kakaknya membuat psikologi Danny menjadi rusak. Ia menjadi pribadi yang puas kalau sudah menghantam dan memukul orang lain. Tak hanya orang dewasa, anak kecil yang tak bersalah pun menjadi korban kekejaman Danny.

10 tahun kemudian…

Kehilangan sosok kakak yang dahulu selalu melindunginya membuat Danny bertekad untuk melindungi dirinya sendiri, meskipun cara yang dia pakai adalah melalui kekerasan.

“Prinsip saya adalah saya harus seperti kakak saya karena engga ada yang melindungi saya lagi. Saya harus lindungin diri saya gitu, bahkan terlalu berlebihan menjaga diri saya sampai-sampai kadang saya parno. Saya punya ketakutan kalau-kalau orang lain mau bunuh saya, jadi saya akan bunuh dia duluan.”

Mulailah Danny diperkenalkan kepada minuman keras, ganja, dan narkoba oleh teman-temannya. Lingkungan Danny juga provokatif; mereka kerap menyuruh Danny memberikan ‘pelajaran’ kepada orang-orang yang tidak mereka sukai. Danny patuh saja.

“Ya mungkin saya psycho. Prinsip saya waktu itu, dia (korban, red.) harus berdarah, entah pakai botol, batu bata, atau apapun. Kalau engga berdarah, saya engga puas.”

Keluar masuk penjara adalah rutinitas Danny. Pernah saat suatu kali ibunya mengunjungi Danny di tahanan, Danny malah menolak mentah-mentah sang ibu. Danny menyalahkan ibunya atas perkataan kutukan yang dulu disampaikannya kepada Danny, dan menurut Danny sikap ibunya-lah yang membuat dirinya menjadi berandalan seperti sekarang ini.

Dalam masa-masa keterpurukannya, Danny seringkali merasakan takut mati. Untuk menghilangkan pikiran tersebut, Danny pun mabuk-mabukan.

“Kalau boleh jujur, saya punya rasa takut; rasa takut untuk mati. Rasa takut itu selalu tertutupi dengan mabuk. Ketika sudah mabuk, hilanglah rasa takut itu. Tetapi sudah mulai gelisah.”

Malam itu, perasaan takut dan berbagai kekhawatiran lainnya memenuhi hati Danny. Tanpa sengaja dia menemukan Alkitab di bawah tempat tidurnya, dan ia pun mulai membaca buku yang sudah agak usang tersebut.

“Tuhan kasi langsung, seperti berbicara kepada saya. Saya nangis sekencang-kencangnya malam itu, sendiri. Seakan-akan Tuhan ngomong langsung dengan saya malam itu.”

“Batin saya sudah tidak nyaman lagi dengan kondisi yang saya lakukan. Ada tarik-tarikan antara ‘tidak boleh’ dan ‘masih terus boleh’.”

“Saya diminta ke komunitas anak-anak muda pada waktu itu untuk main gitar. Berawal dari sana, saya bertemu dengan Franny, yang (sekarang, red.) adalah istri saya. Memang dia memperhatikan saya lebih daripada teman-teman yang lain. Perhatian yang dia berikan itu yang saya engga dapat dari Mama. Itu yang membuat saya menjadi berpikir, ‘oh, ternyata ada toh, orang seperti ini.’

Franny, wanita yang kemudian dinikahi Danny, mengaku awalnya hanya menaruh rasa kasihan kepada Danny. “Pertamanya, karena saya dari hati yang paling dalam ingin mengubah, gitu loh. Jatuhnya kasihan, awalnya,” kata Franny.

Namun, siapa sangka, sejak perkenalannya dengan Franny itulah, Danny semakin rajin beribadah. Ia terus bermain musik di tempat ibadah Franny. Suatu hari, Franny mengajak Danny mengikuti ibadah persekutuan di luar kota.

“Yang saya rasakan adalah bahwa saya ini orang berdosa, orang jahat, orang kotor, orang najis. Dia (Yesus, red.) berkorban untuk saya. Dia memberikan kesempatan kepada saya untuk hidup.”

“Saya bilang, ‘Terimakasih Tuhan Yesus. Kasih-Mu luar biasa.’ Enggak ada sosok seperti Yesus. Enggak ada lagi yang pernah mengatakan bahwa ‘Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Barangsiapa mau datang kepada Bapa, harus melalui Aku’.”

Hal itulah yang membuat Danny berkata, ‘Aku mau’ kepada Tuhan. Danny mau berubah.

Niatnya untuk berubah Danny buktikan dengan melanjutkan pendidikan di sekolah kerohanian. Di sanalah ia mendapatkan pengajaran-pengajaran tentang kebenaran.

“Ketika saya mempelajari Tuhan itu Yesus semakin dalam, saya semakin menyadari akan kasih yang begitu besar yang Dia berikan bagi saya secara pribadi.”

Danny tidak main-main dengan pertobatannya. Meskipun dirasanya berat, Danny datang kepada ibunya dan meminta maaf. “Bagaimanapun juga, ibu saya itu yang terbaik,” kata Danny.

Hal yang sama dia lakukan terhadap pembunuh kakaknya.

“Dan yang bunuh kakak saya waktu itu… saya juga bilang ke diri saya, ‘Apa bedanya saya sama mereka?’ Cuman bedanya mereka membunuh, sementara saya setengah membunuh orang. Tuhan mengampuni saya, maka saya juga harus mengampuni mereka.”

Danny mulai mencoba menata diri walau sebenarnya itu tidak mudah baginya.

Lambat laun, perubahan hidup Danny terlihat jelas dan dirasakan oleh keluarga dan rekan Danny.

“Secara manusia, secara akal sehat, kalau lihat sosok teman saya di Danny Boy ini, rasanya tuh udah enggak mungkin untuk dia jadi orang benar lagi. Sampai pada akhirnya Tuhan memakai dia, kembali jadi bapak yang baik, suami yang baik, bahkan kalau saya boleh ngomong, mungkin dia bisa jadi contoh yang baik bagi kakak-kakaknya,” kata Sarah, salah satu teman Danny.

“Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Buktinya, Tuhan dapat mengubah Danny menjadi orang yang jauh lebih baik bahkan menjadi iman yang sungguh memberkati kami,” ungkap Franny, sang istri.

“Dengan saya semakin intim dengan Yesus, saya semakin belajar tentang figur seorang ayah, tentang bagaimana kasih,” kata Danny menutup kesaksiannya.

 

Sumber Kesaksian:

Danny Boy

 


BACA JUGA:

 

Samuel Pratama: Kegalauan Berubah Jadi Pujian Bagi Tuhan

Muslim Suriah Percaya Yesus Setelah Sembuh dari Sakit

Para Seleb yang Belajar dari Pahitnya Narkoba

Kisah Nyata Pelacur yang Menjadi Bintang Film Porno

Lapar Akan Tuhan

Jeritan Hati

Kiat Menjadi Konsultan IT yang Handal

Dina Hiji Mangsa Meraih Top Viewers

Sumber : V131119152941
Halaman :
1

Ikuti Kami