Kisah Nyata Seorang Anak yang Ditelantarkan Ayahnya Selama 13 Tahun
Sumber: jawaban.com

Family / 10 May 2013

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Seorang Anak yang Ditelantarkan Ayahnya Selama 13 Tahun

Budhi Marpaung Official Writer
42475

Masa kecil saya, Mervyn Soedjak, begitu bahagia. Hanya saja ada juga sisi kesedihannya dan ini adalah kesedihan dimana orangtua khususnya ayah saya meninggalkan saya selama kurang lebih 13 tahun.

Memori Indah Dengan Ayah

Tidak ada di dalam benak saya bahwa suatu saat Ayah saya akan meninggalkan saya, mama, dan kakak saya untuk jangka waktu yang sangat lama. Sebelum ini terjadi, kehidupan keluarga kami sangatlah indah.

Saya ingat suatu kali kami sekeluarga berjalan di Mega Mendung. Saya diajak naik kuda oleh Ayah. Saya ingat sekali peristiwa itu. Saya sama ayah, sementara kakak saya bersama mama, menunggang kuda. Itulah momen-momen terakhir saya mengalami kebahagiaan dengan mereka.

Ayah dan Ibu Bertengkar

Setelah kejadian tersebut, kehidupan keluarga kami menjadi berantakan. Suatu hari, tanpa kedua orang tua saya duga saya melihat pertengkaran hebat diantara mereka. Adu mulut diantara kedua orang yang saya sayangi ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Percekcokan antara Ayah dan Ibu berhenti begitu mereka menyadari bahwa saya melihat mereka. Tanpa dibilang, saya juga tahu sebenarnya mengapa mereka bertengkar. Tidak jelasnya kepulangan sang ayah ke rumah adalah alasannya.

Ayah Tidak Pulang ke Rumah

Dibanding anak-anak di komplek perumahan dimana saya tinggal, saya termasuk anak yang kurang beruntung. Di saat ayah-ayah mereka tiba di rumah sehabis berkantor, ayah saya justru tidak pernah menunjukkan batang hidungnya.

Alih-alih senang karena pulang dari main dengan teman-teman, saya justru mengalami kesedihan sangat. Jika mau direnungkan, sudah begitu lama saya tidak pernah ngalami belaian tangan ayah. Hari-hari saya ketika itu pun selalu diliputi dengan kesendirian dan kesendirian.

Mama

Di tengah ketidakjelasan keberadaan Ayah, ibu justru semakin menunjukkan diri sebagai pribadi yang cinta pada Tuhan. Hari-harinya selalu diisi dengan kegiatan kerohanian.

Suatu kali, saudari dari ibu datang ke rumah. Selain membawakan uang bulanan yang ia dapatkan dari ayah, saudari dari ibu saya ini menyampaikan sebuah info yang mencengangkan saya. (Saat itu ibu tidak tahu saya mendengarkan percakapan mereka).

Kepada ibu, saudari dari ibu saya ini mengatakan bahwa ayah sudah bermain api dengan seorang wanita. Hubungan terlarang itu bahkan sudah sampai ke tahap kumpul kebo. Mendengar hal tersebut, reaksi ibu ternyata biasa saja. Tanpa saya ketahui, ibu ternyata sudah lebih dahulu mengetahuinya. Dan karena itulah, aku ibu, ia terus berdoa untuk pertobatan ayah.

Pergi ke rumah kontrakan Papa

Selama cukup lama ditinggal ayah, ibu sebenarnya sedang dalam keadaan hamil. Pada waktunya, ibu pun melahirkan. Menyadari tidak adanya ayah di samping ibu, kakek mengajak saya ke tempat tempat dimana ayah berada.

Betapa kagetnya saya, saat berjumpa ayah, saya menemukan ada wanita lain di rumah kontrakan dimana ayah tinggal. Kakek marah besar dan mengajak saya pulang ke rumah. Sebelum meninggalkan tempat itu, ayah memberikan pesan singkat kepada saya bahwa dia bakal kembali ke rumah.

Pembantu Berbuat Asusila di Rumah

Ketidakhadiran orangtua di rumah ternyata dimanfaatkan oleh orang yang bekerja di rumah kami. Di saat-saat rumah sedang kosong, pembantu rumah kami berbuat asusila dengan pria yang dikenalnya.

Saya pun sempat memergoki tindakan mereka. Namun, hal itu tidak saya beritahukan kepada ibu saya.

Pengalaman melihat pembantu berbuat asusila membuat pikiran saya menjadi kotor. Saya pun menjadi kepengin coba melakukan itu.

Lakukan Hubungan Badan dan Ngeganja

Di penghujung mau naik kelas dua SMP, saya melakukan hubungan persetubuhan. Saya bayar perempuan. Akhirnya apa yang saya lihat, saya mau rasakan. Semuanya.

Bersamaan dengan itu juga, saya pun mulai terlibat dengan barang-barang haram seperti ganja. Lulus-lulusan SMP, saya dan teman-teman melakukan party ganja di daerah Pasar Minggu.

Tanpa saya sadari, saya pun mulai terikat. Hari-hari saya pasti harus menikmati ganja, tidak bisa tidak.

Ayah Tahu Saya Ngeganja

Hingga melewati masa SMA, saya terus hidup dengan ganja. Ketika saya sedang dalam kondisi ketagihan seperti ini, ayah pun pulang ke rumah. Bahkan kehadirannya di rumah disambut oleh fly-nya diri saya karena ganja.

Melihat keadaan saya seperti itu, ayah marah besar. Ia murka dengan saya. Namun, saya tidak mempedulikannya. Justru semakin besar amarahnya, semakin saya senang karena dengan begitu saya bisa berkelahi dengannya.

Mendapat tantangan seperti itu, ayah justru mundur dan meninggalkan saya.

Ayah Pulang, Jawaban Doa Mama

Kepulangan ayah ke rumah dan pertobatannya kepada Tuhan bukanlah terjadi tanpa sebab. Walau saya belum bertobat saat itu, tetapi saya tahu bahwa semua itu terjadi karena ibu di dalam hari-harinya tekun sekali berdoa untuk ayah. Di tengah permohonan kepada Tuhan, selalu nama ayah disebut disana. (Setelah bertobat ayah mengakui pertobatannya karena doa-doa mama kepada Tuhan)

Mencurigai Ayah

Kepulangan ayah ke rumah dan bersatu kembalinya beliau dengan ibu tidaklah terlalu menyenangkan hati saya. Bagi saya, ayah adalah orang yang sama seperti dahulu.

Ketika beliau mengatakan kepada ibu ingin semakin mengenal Tuhan dan mau masuk ke sekolah Alkitab, kecurigaan saya kepada beliau pun muncul. Dengan pemberitahuan dahulu kepada ibu, saya pun menyambangi sekolah Alkitab dimana ayah saya belajar.

Betapa kaget diri saya ketika menemukan ayah saya di sana sedang mencuci baju. Saya sungguh tidak menyangka Ronny Soedjak, ayah saya yang terkenal memiliki latar belakang mewah bisa melakukan hal-hal seperti itu. Begitu melihat saya, ayah memeluk dan menanyakan kabar mengenai saya.

Saya pun ketika itu diajak untuk tinggal beberapa hari bersama beliau disana. Ajakan itu pun saya setujui. Di malam pertama, saya tidak bisa tidur. Mata saya tetap terjaga meski jam sudah menunjukkan sudah larut. Di tengah masih sadarnya diri saya, saya melihat ayah saya yang berbaring tidak jauh dari saya.

Pengalaman tersebut sungguh luar biasa. Karena untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun lamanya saya bisa tidur sekamar dengan ayah saya. Keesokan dan beberapa hari selanjutnya saya mengamati aktivitas keseharian beliau. Belajar, doa, puasa adalah kegiatan yang selalu saya lihat dari beliau di sana. Setelah beberapa lama, saya pun pulang ke Jakarta dan memberitahukan apa yang saya lihat ke mama saya.

Ayah Pulang Dari Sekolah Alkitab

Empat tahun berselang dari kedatangan saya, ayah pun lulus dari sekolah Alkitab. Saya melihat hal yang berbeda dari ayah saya. Pola hidupnya pun benar-benar memberkati saya. Lambat laun perubahan sang ayah memacu saya untuk berubah.

Hari perubahan diri saya itu pun tiba. Dalam satu momen acara rohani, saya memutuskan untuk melepaskan pengampunan kepada ayah saya dan bertobat kepada Tuhan. Dengan keberanian yang saya punya, saya hampiri ayah saya dan mengatakan bahwa saya sudah mengampuninya.

Sesudah saya mengambil langkah itu, hati saya mengalami kelegaan. Jiwa saya merasakan damai yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.

Hidup Baru

Meski saya sudah menyatakan saya bertobat dan melepaskan pengampunan kepada ayah saya, tetapi kebiasaan lama saya masih tetap mengikat saya. Namun dengan tekad yang bulat dan pertolongan dari Tuhan, saya bisa melepaskan rokok dan ganja saya.

Ayahku, Panutanku

Berjalan dengan waktu, ayah menjadi sosok yang kembali saya kagumi. Beliau tidak lagi saya lihat sebagai penyebab masalah di rumah. Sebaliknya beliau, saya anggap sebagai panutan, pengayom yang benar-benar memberikan keteladanan kepada saya. Hidup benar yang beliau terapkan pun saya ikuti di dalam kehidupan saya.

Terima kasih Pada Tuhan

Jika melihat apa yang terjadi dengan saya, ayah saya, saya ingin mengatakan terima kasih pada Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih karena Engkau telah memindahkan hidup saya dari maut kepada kehidupan kekal. Terpujilah nama Tuhan. Yesus itu hidup, Tuhan yang luar biasa.


Sumber Kesaksian :

Mervyn Soedjak

Sumber : V130506192826
Halaman :
1

Ikuti Kami