Polemik pembebasan Abu
Bakar Ba’asyir bukan hanya menjadi buah bibir di Indonesia, bahkan media-media
luar pun menyoroti rencana pembebasan ulama garis keras yang dipenjara karena
kasus terorisme itu. Hingga saat ini
rencana pembebasannya masih ditangguhkan karena menimbulkan pro-kontra di
masyarakat.
Menurut Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, rencana
pembebasan terpidana Bom Bali 2002, Abu Bakar Ba’asyir muncul karena Presiden
Joko Widodo mempertimbangkan permohonan keluarga Ba’asyir terkait usianya yang
sudah lanjut dan kondisi kesehatannya. Hal inilah yang memunculkan rencana
pembebasan tanpa syarat tersebut.
"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut, tetapi masih perlu dipertimbnagkan dari aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," demikian pernyataan Wiranto dalam siaran Pers yang ditayangkan di Metro TV, Senin (21/1/2019).
Baca juga :
Teroris Bom Bali Minta Maaf dan Menyesal
Serpihan Bom Bali II Pernah Bersarang di Otak Hendryck
Munurut Yusril Isha
Mahendra, Ba’asyir bisa mendapatkan hak bebas dengan syarat sudah menjalani dua
pertiga masa hukuman dan dinilai baik selama di penjara. Selain itu, Ba’asyir
juga diminta untuk mendatangani pernyataan untuk taat kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan setia kepada Pancasila. Namun Ba’asyir menolak
untuk menandatangani surat pernyataan tersebut.
"Setelah saya
jelaskan bahwa Pancasila dan Islam tidak bertentangan. Baasyir pun menyambut
dengan pernyataan bahwa hanya mau taat kepada Allah dan setia kepada
Islam," demikian pernyataan Yusril yang dirilis oleh Tempo.co.
Sepertinya
ketidaksediaan untuk menandatangani pernyataan taat kepada NKRI dan setia pada
Pancasila ini menjadi salah satu alasan yang menahan pembebasan Ba’asyir. Dilain pihak putra ketiga Ba’asyir, Abdul
Rohim menyatakan bahwa ayahnya sebenarnya sangat mencintai NKRI.
“Justru Ustaz Abu
Bakar Baasyir adalah orang yang paling cinta terhadap negara ini, NKRI. Dan
kecintaan itu ingin beliau sampaikan dalam suatu bentuk yang beliau yakini akan
membawa kebaikan terhadap negeri ini,” demikian pernyataan Rohim saat
memberikan pernyataan resmi di kantor hukum Mahendradatta, Cipete, Jakarta
Selatan, Senin (21/1/2019).
Menurut Yusril, Ba’asyir
memilih menjalani masa tahanannya sampai selesai disbanding harus
menandatangani pernyataan taat kepada NKRI dan setia pada Pancasila. Meresponi
hal tersebut Yusril mengungkapkan bahwa dirinya hanya bisa tertawa, karena ia
tidak mau berdebat dengan Ba’asyir.
Sebagai rakyat
Indonesia yang berideologi Pancasila, tentu kita menyerukan “NKRI harga mati!” dan
tidak bersedia ketentraman negeri ini yang dibangun di atas filosofi “Bhineka
Tunggal Ika” dihancurkan untuk sebuah paham radikal dari agama tertentu. Karena
dari awal bapak-bapak pendiri bangsa Indonesia ini menghormati dan
mengakomodasi berbagai agama, suku, dan bahasa yang ada sehingga lahirlah
Pancasila.
Yuk kita pertahankan
bersama keutuhan NKRI, salah satunya dengan terus menjaga toleransi antar umat beragama.